Sindrom patah hati

728 Kata
Keesokan harinya. Asisten rumah tangga Jay mengetuk kamar Jay beberapa kali. Entah apa yang dilakukan Jay di kamar itu. Dia masih mengurung diri hingga pukul sebelas siang. "Khun Jay, Khun Thivat nelpon, Khun Jay, buka pintunya bentar Khun Thivat udah bolak-balik nelpon nih," ucap asisten yang sering dipanggil Bi Mumu tersebut. Nama aslinya ada Kemuning, tapi karena sering dipanggil Bi Mumu, orang-orang komplek jarang yang tau nama aslinya. Bahkan Jay saja mungkin lupa siapa nama Bibi yang telah bekerja untuk keluarganya sekitar sembilan tahun itu. Bi Mumu terus menunggu di depan pintu. Tapi Jay tak kunjung membuka pintu kamarnya. Gawai Bi Mumu terus berbunyi. Khun Thivat tak bisa menghubungi Jay karena Jay mematikan gawainya. "Halo Khun Thivat, anu Khun. Khun Jay gak pake bangun, gak ngerti dah dia ngapain." "Anak tu benar-benar. Ambil kunci cadangan, buka kamarnya!" "Aduh Khun besar, Mumu gak berani Khun. Kan Khun kecil sering ngamuk kalau Mumu masuk kamar tanpa permisi." "Kamu ini yang gaji saya atau dia! cepetan buka, trus seret dia keluar." "Maaf maaf aja nih Khun, emank Khun Thivat yang gaji Mumu. Tapi Mumu takut ama Khun Jay. Lagian Khun Jay sering ngasih Mumu bonus juga, kok. Hehehe," "Arg! ya udah Aku tutup. Terus aja gedor kamar si Jay, sampe dia bukain pintu. Bentar lagi Aku balik." "Okelah Khun. Mat siang Khun," Bi Mumu mematikan gawainya, lalu menghela nafas lega, "Ini dua orang lagi ada masalah, selalu aja Mumu yang kena," Bi Mumu mengangkat tangannya lagi untuk mengetuk kamar Jay, namun tiba-tiba dia terhenti. "Hmm, gak jadi ah. Mumu nonton sinetron bentar, baru bangunin Khun Jay lagi, tadi padahal lagi seru banget." Bi Mumu segera turun dan berlari ke posnya di dapur, lalu menghidupkan televisi. Sementara Khun Thivat sudah melaju dengan mobilnya untuk melihat Jay. *** "Jay, kamu kenapa ngurung diri di kamar mulu, keluar!" Khun Thivat menggendor-gedor kamar Jay. Namun, tetap tak ada jawaban sama sekali. "Khun ... anu, Khun Jay kayaknya emank gak mau keluar. Lagi putus cinta kali," ucap Bi Mumu yang sejak tadi berdiri di samping Khun Thivat. "Bibi jangan ngarang. Jay itu gak punya pacar, putus cinta dari mana? Jay! Kamu dengar Ayah, tidak?" Khun Thivat kembali mengetuk kamar Jay. "Khun Thivat gak tau sih, hampir sebulan ini kayaknya Khun Jay itu lesu banget. Gak ada semangat gitu loh Khun. Kayak gak ada gairah," "Bibi kenapa jadi ngegosip gini sih? mana kunci cadangan kamar Jay!" "Nanti Khun Jay ngamuk loh," "Bi Mumu! kamu masih mau kerja disini atau gak?" "Ya masih Khun," "Trus kenapa malah ngelawan perintah saya?" "Ya, tapi kan ..." "Ayah kenapa sih, berisik banget," Jay akhirnya membuka pintu kamarnya. Tampak dia berdiri di ambang pintu dengan penampilannya yang kacau balau. Rambutnya berantakan, rahangnya mulai ditumbuhi janggut tipis, dan dia masih mengenakan piamanya. Tak biasanya dia bertahan dengan kekacauan seperti ini. "Kamu kenapa? udah gila ya? kenapa gak masuk kantor? kenapa malah ngurung diri di kamar?" "Aku capek, Yah. Pengen istirahat," "Nah, kan bener Khun. Khun Jay cuman pengen istirahat," Bi Mumu ikut bicara. "Bibi diem deh. Balik sana ke dapur!" Khun Thivat meninggikan suaranya. "Okelah kalau begitu, Khun Jay kalau ada apa-apa langsung kasih tau Bibi ya," Bi Mumu menatap Jay beberapa detik, lalu berlari turun ke lantai bawah, "Eh buset, sinetron Gua bentar lagi abis nih!" "Ayah lihat kamu dari tadi malam udah aneh. Kamu sebenarnya kenapa?" tanya Khun Thivat lagi kepada Jay yang tengah menggaruk kepalanya sambil menguap. "Gak kenapa-napa, Aku cuman capek. Capek banget, Ayah ngerti gak sih?" "Tapi kamu punya tanggung jawab di kantor!" "Mawes bakal beresin," Jay kembali masuk ke kamarnya, lalu menutup pintu. "Jay! anak siialann, Jay buka pintunya!" Khun Thivat menggendor-gedor pintu kamar Jay selama hampir lima menit lamanya. Namun, Jay tak peduli sama sekali. Akhirnya Khun Thivat menyerah dan memilih untuk masuk ke ruang kerjanya. Sementara itu, di kamarnya Jay berbaring dengan mata menerawang. Otaknya terasa kosong, perlahan dia menyentuh dadanya, dan memeriksa detak jantungnya. "Kayaknya ada yang sakit di diri Gua. Apa ini yang dinamakan sindrom patah hati?" Jay menghela nafas, lalu menatap gawainya yang telah mati karena dia membiarkan benda tersebut tanpa mengecasnya. "Tapi, apa Gua beneran patah hati? apa nanti Gua bakal jadi kayak hengpon itu? tenaganya habis trus gak bisa ngapa-ngapain lagi." Jay menarik selimutnya hingga menutupi semua tubuhnya, "Persetan dengan patah hari. Gua cuman terlalu capek, Gua harus tidur yang lama. Lama banget." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN