Minta Maaf

1027 Kata
Vina Maakrakorm berdiri di depan pintu kamar Jay. Karena Khun Thivat tidak bisa mengatasi Jay, akhirnya Khun Thivat menyuruh Vina untuk melakukan sesuatu. Vina betdiri hampir sepuluh menit lamanya. Dia belum melakukan apapun. Vina menunduk dan berpikir keras, tak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya. Beberapa menit kemudian, dia menarik nafas panjang, lalu menaikkan kepalanya dan tersenyum. Tok-tok-tok, "Phi Jay, Vin gak ngerti Phi sebenarnya kenapa. Tapi, bisa gak Phi keluar? makan sebentar abis itu Phi bisa balik ke kamar lagi." Di kamarnya, Jay yang tak keluar dari selimut sejak delapan jam yang lalu, akhirnya menurunkan selimut dari kepalanya. Dia masih berantakan dan belum membersihkan diri sama sekali. "Phi Jay. Phi harus makan, kalau Phi gak mau makan, Vin juga gak bakal makan sampe Phi keluar." Jay keluar dari selimutnya dengan susah payah. Dia terhuyung, tubuhnya menderita kelelahan walau sudah tidur begitu lama. Beberapa menit kemudian, pintu kamar dibuka. Vina terkejut melihat kondisi Jay, dia tak pernah melihat Jay yang seperti ini. "Phi Jay, Phi baik-baik aja? k-kenapa ..." "Phi baik-baik aja." Vina mendekat lalu menangkupkan tangannya ke wajah Jay, "Apa yang terjadi? kenapa Phi bisa jadi begini?" "Kamu turun dulu, nanti Phi nyusul," Jay kemudian kembali menutup pintu kamarnya, sementara Vina masih berdiri terdiam di depan kamar. "Phi Jay, kamu begini gara-gara wanita itu? karena Lika yang tak seberapa itu?" *** "Jam, Gua balik ya!" seru Lika dari ambang pintu ruangan Jamy. Seperti biasa, Lika menjulurkan kepala dan menyembunyikan sisi lain tubuhnya di balik pintu. "Bentar, ini Gua udah mau selesai," Jamy menambah kecepatan tangannya, dia mengetik dengan terburu-buru agar bisa ikut pulang bersama Lika. "Lu gak perlu anterin Gua, Gua duluan aja, mau ke pasar malam juga." "Ya udah, Gua anter." "Gak usah," "Kenapa sih, tumben." "Gua mau jalan-jalan sendiri, Lu gak boleh ganggu Gua. Gua cabut ye," Lika melambaikan tangannya dan segera menghilang dari pandangan Jamy. "Bentar woy! Ncel ..." Jamy berdiri, lalu terdiam sejenak, "Anjirr, cepet bet kaburnya tuh human." Tiga puluh lima menit kemudian, Lika sudah berada di pasar malam tak jauh dari rumahnya. Selesai membayar ojek, Lika langsung berlarian ke dalam pasar, dan mengeluarkan beberapa lembar uang dua puluh ribuan. Hari ini Lika gajian. Setelah membayar semua tagihan, dan mendapatkan siletan kejam alias pemotongan gaji dari Jamy, kini uang Lika tersisa dua ratusan lebih dikit, gak banyak. Dengan sisa uang tersebut dia berencana memakai seratus ribuan untuk menyenangkan dirinya malam ini. Lika langsung menuju ke arah komedi putar dan membeli tiket, "Habisin seratus rebu aja, let's play. Jangan pikirin Khun Jay," gumam Lika sambil membayar uang untuk komedi putarnya. Beberapa menit kemudian, Lika mendapat tiket dan langsung mengantri untuk menaiki wahana tersebut. Antrian itu tak begitu lama, Lika akhirnya duduk menyamankan diri di komedi putar, lalu memekik dengan gambar, ketika wahana itu berjalan. "Yuhu! ayo muter yang kencang!" teriak Lika. Dia berusaha tersenyum dan bersemangat. Namun, hatinya tak menikmati permainan tersebut sama sekali. Lika segera merubah ekspresi wajahnya, dia bengong dan menyandarkan kepala ke tiang tempat dia duduk. "Kenapa jadi gak asik gini, sih? hah," Lika menghela nafas, "Gak papa. Bentar lagi naik kapal bajak laut. Pasti lebih seru." Setelah menaiki komedi putar, Lika kini duduk di kapal bajak laut. Dia duduk di bagian paling ujung. Semua orang menjerit heboh ketika kapal itu melaju dengan ketinggian yang tak main-main. Sementara Lika malah memasang wajah datar. Dia memonyongkan bibirnya, merasa hendak menangis. Setelah turun dari kapal bajak laut, Lika kini memasuki rumah hantu. Orang-orang menjerit ketakutan, barisan yang tadinya rapi, jadi berantakan karena sebagian mereka berlarian kesana-kemari. Lika hanya berjalan dengan diam, selrang hantu menjulurkan tangannya dan mengejutkan Lika. Namun, Lika berhenti dan memandang wajah hantu yang merupakan kuntilanak tersebut dengan ekspresi sedih. "Kunti, Lu kok jadi jahat sih. Ude muka gak karuan, make baju compang camping, kerjaannya nakutin orang pulak. Tobatlah, sebelum terlambat," ucap Lika, lalu kembali berjalan pelan ke bagian ruangan lainnya. Kini Lika hanya sendiri di rumah hantu tersebut. Orang-orang mengira dia pingsan di dalam, karena dari lima orang yang masuk, hanya dia sendiri saja yang belum keluar. Namun, ketika melihat ke monitor, yang terpasang di dalam rumah hantu. Petugas melihat Lika tengah duduk di samping suster ngesot. "Lu kenapa sih bisa jadi ngesot. Harusnya kan kalo kaki Lu patah, pas jadi hantu bisa berdiri lagi. Masak pas hidup ude susah eh pas mati juga makin susah, ude mati, gentayangan, ngesot pulak," Lika menghela nafas, lalu wajahnya yang sedih mejadi makin sedih, dan akhirnya dia terisak, "Nah Gua. Ude kere, ngebucin orang gak tepat, cintanya gak dianggap, hidup pulak, huweee ... Gua sedih banget, hiks," Suster ngesot yang ada di samping Lika tak bisa berbuat apa-apa, dia menatap Lika, lalu memberikan Lika tisu untuk menghapus airmatanya, "Kata Patrick, temannya Spongebob, hidup memang tidak adil kawan, jadi biasakanlah," ucap suster ngesot tersebut. Lika makin meraung, lalu mengambil beberapa lembar tisu untuk membuang ingusnya. Setelah menangis selama kurang lebih dua menitan, Lika akhirnya keluar dari rumah hantu dan berjalan sambil menunduk. "Mbak, kamu gak papa. Gak kesurupan, kan?" tanya petugas rumah hantu yang khawatir dengan Lika. "Gua gak papa. Itu suster ngesot kasih makan gih. Gua denger perutnya bunyi pas Gua ama dia tadi. Kasian banget, ude jadi hantu, ngesot, kelaperan pulak." Setelah dari rumah hantu, Lika akhirnya memilih untuk pulang saja. Dia tak bisa menikmati kemeriahan pasar malam, kabar baliknya budget seratu ribu Lika untuk pasar malam, hanya berkurang tiga puluh ribuan. Lika pulang ke rumahnya dengan cara berjalan kaki. Sepanjang jalan dia hanya merenung sambil mengunyah kacang rebus yang dia beli di pasar malam. Begitu tiba di depan pagar rumahnya, Lika terhenti. Dia terkejut menatap seseorang yang berdiri di depan pagar itu dengan siluetnya yang sempurnah. Entah sejak kapan dia ada disana. "Stalker ... Lu dari mana aja? kok pulang kerja lama banget." Lika mundur beberapa langkah. Orang dengan siluet yang tanpa cacat tersebut tak lain adalah Jay. Lika menghindari Jay, dan bergegas masuk ke dalam rumahnya. "Stalker, dengerin Gua bentar, Gua mau bicara," Jay berusaha mendekati Lika. Namun, Lika mendorong Jay dengan cepat masuk lalu mengunci pagar rumahnya. "Gua gak mau bicara," ucap Lika kemudian, lalu berbalik. "Gua mau minta maaf. Gua udah nyakitin Elu, Gua minta maaf!" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN