EMPAT BELAS

1762 Kata
Note: Follow ya guys!  Ig : @Believe_nw  EMPAT BELAS "Nanti kalau usia kandunganmu sudah menginjak sembilan bulanan ya gitu, kamu gak usah bingung beli keperluan anak kembarmu. Ibu punya teman dan dia pemilik toko baby shop gitu nanti ibu bakal antar kamu, intinya ibu harus ikut beli keperluan bayi. Haduh jadi gak sabar kan."Anggun tersenyum lebar sambil membantu melipat pakaian Zena dan dimasukkan ke dalam sebuah koper berukuran besar. "Ibu biar Zena aja yang lipat-lipat, ibu duduk saja. "Zena merasa tak enak jika ibu mertuanya melipatkan pakaiannya. " Ibu gak tega tau, kalau lihat kamu lipat pakaian sendirian apalagi perut besarmu itu, lagian kamu di suruh pembantumu saja gak mau. " " Zena belum terbiasa apa-apa nyuruh pembantu,"cicit Zena disertai senyuman manisnya. Anggun terkekeh pelan dan memaklumi jika Zena adalah anak yang mandiri. Beruntungnya ia memiliki menantu yang sabar, patuh dan intinya semua kriteria menantu idamannya ada pada diri Zena. Anggun tak memandang istri anaknya dari kalangan tapi ia memandang melalui akhlaknya. "Pandu selalu pulang jam berapa kalau malem? " " Sekitar jam 10 terkadang jam 11 malam. " Zena juga bernapas lega saat Anggun berbelanja sayur di depan tadi, ia langsung meminta tolong para pembantunya untuk segera memindahkan barang-barang Pandu ke kamarnya agar tak dicurigai oleh Anggun pastinya. " Malam banget, kamu masih sering ngirim pesan ke Pandu kan? " " Iya bu, Zena sering bilang kalau mas Pandu jangan sampai kecapekan. " " Oh dan satu lagi, saumpama badan Pandu udah pucat gitu marahin dia ya, anak itu sangat sulit ditegur kalau sudah sibuk sama pekerjaannya,"ucap Anggun yang menggebu-gebu sebab sangat kesal pada anak laki-lakinya itu. "Iya bu." "kalau jenis kelamin jangan di cek dulu deh, mendingan waktu kamu lahir aja biar jadi kejutan. "Anggun mengusap perut Zena lembut. " Jangan terlalu capek ya nak, kamu mengandung dua anak dan pastinya itu lebih berat. Kamu sering ngalami apa sayang? " " Mual yang paling utama bu, tapi semenjak kandunganku memasuki usia lima bulan tidak terlalu sering lagi hanya saja sekarang aku tidak menyukai makanan berbau amis seperti daging. " " Bagus kalau kamu gak suka sama makanan hewan, kata orang dulu jamannya ibu. Ibu gak pernah makan jenis makanan hewani karena saking takutnya anak ibu jadi bau amis tapi sebenarnya itu hanya mitos sih tapi juga lebih baik makan buah, mending buah saja sama sayur itu penting biar anak kamu nantinya segar. " " Iya bu, kalau memang gak suka ya gak usah di paksa itu prinsip Zena. " " Pandu sering kerepotan gak kalau kamu ngidam gitu? " " Alhamdulillah anak Zena dan mas Pandu gak pernah nakal bu, ngidam pun sering makan buah mangga yang sedikit asam gitu. " " Yahh gak seru dong, sering-sering lah bikin Pandu itu puyeng gitu, bikin dia kesal karena kamu ngidamnya aneh-aneh. " " Zena kasihan sama mas Pandu, nanti dia capek. " " Kamu ini. "Anggun mengusap lembut rambut Zena. " Bu enaknya lahirannya normal apa cecar? " " Sebenernya enak normal, tapi ibu jadi khawatir deh sama kamu mending kamu cecar aja ya. Apalagi kondisi fisikmu yang terkadang tak baik."Anggun menatap khawatir pada menantunya itu. "Zena takut bu. " " Takut kenapa sayang? " " Takut kalau Zena waktu lahiran gak kuat teruss--" "Huss jangan berpikir negatif, kamu ini ya! "tegur Anggun. Bibir Zena mengatup rapat dan kepalanya menunduk sedih. " Selama kamu masih mengandung isilah waktu luangmu dengan hal yang bermanfaat seperti membaca, kamu membaca tentang ibu hamil kan? " " Iya, mas Pandu yang belikan. " " Pandu memang sudah berubah? "tanya Anggun yang masih belum yakin. " Mas Pandu mencoba berubah bu, semoga aja bisa. "Zena tersenyum menutupi perasaan hatinya yang merasa gundah. ... " Barang udah beres semua nyonya,"ucap seorang wanita paruh baya berpakaian daster tengah menghampiri Zena yang duduk di depan rumah. "Iya bi, terima kasih. " " Sama-sama nyonya, hati-hati ya nyah. " " Iya bi, bibi juga hati-hati kalau bekerja. Semoga bibi sehat selalu. " " Aminnn, nyonya juga ya. " Setelah berbincang sejenak kini Zena tengah melangkahkan kedua kakinya menuju mobil milik Anggun. Di sana ternyata ibu mertuanya sudah duduk di kursi penumpang seraya melambaikan tangannya menyuruh ia untuk segera masuk dan duduk di sampingnya. " Yuk pak jalan. " " Ibu bu. " Di kejauhan sana ada sosok seorang lelaki tengah memasang muka datar serta kedua tangannya dilipat didepan dadanya, lelaki itu berdiri di ambang pintu melihat sedari tadi kala Zena berberes hingga mobil yang ditumpangi Zena melaju meninggalkan perkarangan rumah ini. Lelaki itu hatinya merasa tak rela jika ditinggal Zena pergi dari rumah ini seperti sebagian hidupnya telah hilang. Lelaki itu ialah Pandu, ia memegang dadanya yang terasa sakit melihat jika Zena tinggal bersama orang tuanya walau itu sementara tapi yang ia rasa pasti sangat lama. "Kenapa aku gak rela ya? Padahal seharusnya aku merasa senang kalau dia tinggal sama ibu dan ayah. Apalagi aku bisa bebas di rumah dan bisa menghubungi Cala sepuasnya. "Pandu bergumam sendiri dan masih tetap berdiri di sana. ... Selang dua jam perjalanan kemudian, telah sampailah di rumah sederhana namun terdapat banyak tanaman toga di halaman depan rumah tersebut. Mobil yang ditumpangi Zena dan Anggun terpakir indah di halaman itu lalu kedua orang berbeda umur itu turun dari mobil dan berjalan pelan menuju rumah itu. Rumah milik Anggun dan Estu, kedua orang tua Pandu tinggal di Desa sejak Pandu lulus SMA sebab kedua orang tua Pandu ingin menikmati semasa tuanya di desa yang memiliki suasana sangat sejuk berbanding terbalik dengan kota-kota besar yang memiliki polusi yang sangat besar. Zena tentu saja senang berada di sini sebab rumah ini mengingatkan mendiang ayahnya yang suka berkebun. Orang tua Pandu juga mempunyai halaman belakang yang sangat luas dan ditanami aneka macam buah. "Senang gak kamu ada di sini? "tanya Anggun pada Zena yang sedang tersenyum memandang pemandangan indah di sekitarnya. " Senang bu, "balas Zena disertai senyuman lebarnya. " Semoga betah ya? " " Pasti betah bu. " Kini keduanya masuk ke dalam rumah dan di sambut baik oleh ayah mertuanya yang duduk di kursi roda. Setelah memberi salam dan bersalaman kini mereka masuk ke dalam rumah. Ini bukan pertama kalinya bagi Zena ke rumah mertuanya sebab akad pernikahannya dengan Pandu berada di sini. "Kamu laper Zena? "tanya Estu pada Zena. " Engg--" "Zena laper, jangan bohong sayang! Kasian anakmu, kalau laper bilang aja dan ibu sangat senang memasakan makanan untukmu. "Anggun tersenyum sambil mengusap bahu Zena. " Zena bisa masak bu, jangan ibu yang masak. Ibu kan juga capek. "Zena merasa tak enak pada ibu mertuanya yang menurutnya terlalu baik sekali padanya. " Zena anggap aja ibu mertuamu ini seperti ibu kandungmu, kamu manja sama ibu pun gapapa. Ibu gak mau kalau kamu kecapekan kasian anakmu dan pastinya itu gak baik sekali juga anak kembar itu sangat rawan sekali. "Anggub memang benar-benar merasa takut kehilangan menantu seperti Zena. " Maaf ya bu. " " Udah gapapa, ibu masakin kamu dan anakmu. " Kini hanya ada Zena dan Estu di ruang tamu sedangkan Anggun menuju ke dapur untuk memasaka makanan. "Pandu kabarnya gimana nak?" tanya Estu pada Zena seraya memakai kacamatanya. "Baik saja yah. " " Pandu memang anak baik, gak nyangka aja dia akan jadi ayah dan aku akan jadi kakek. Dulu dia anak yang paling manja, oh ya Pandu sering manja ke kamu gak? Ayah ini sangat ingin tau sekali. "Estu berkata dengan nada bercanda. " Dia gak pernah manja ke Zena, tapi mas Pandu yang manjain Zena."Zena menjawab itu dengan jujur. "Haha dasar anak itu, tapi kok dia gak ikut ke sini? Padahal ayah pengen hajar dia. "Estu terkekeh pelan. " Mas Pandu akhir-akhir memang masih sibuk, mungkin kalau tidak sibuk akan ikut juga ke sini. " " Oh gitu, kamu benci tidak sama Pandu setelah apa yang terjadi itu? " Zena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. " Semoga pernikahan kalian bertahan sampai maut memisahkan kalian. "Estu merasa seperti tak beres pada anaknya, Pandu. Ini firasatnya sedari dulu sejak pernikahan anaknya dengan Zena, ia merasa jika suatu pasti akan terjadi yaitu perpisahan. " Zena makanan sudah siap, yuk makan! "teriak Anggun dari arah dapur. " Ayah, Zena makan dulu ya. " " Iya. " " Ayah tidak makan? " Ayah sudah makan tadi. "Estu tersenyum senang. Ia merasa lega anaknya menikah dengan Zena. ... Dua hari sudah Zena menginap di sini namun orang yang ditunggu kehadirannya tidak ada ke sini. Sungguh hati Zena makin gerimis mengingat Pandu yang belum bisa mencintainya apalagi Pandu bermain di belakangnya. Seringkali wanita itu melihat ke depan rumah menunggu mobil milik Pandu terpakir di halaman rumah Anggun tapi nyatanya pupus harapan Zena. "Zena, kamu melamun lagi ya? Pasti ini karena Pandu,"ucap Anggun sedikit merasa kesal pada anaknya yang tak bisa mengerti keadaan menantunya ini. "Emm. "Zena tak bisa berbohong kali ini dan hanya bisa tersenyum menutupi luka dihatinya. " Sudahlah jangan dipikirkan lebih baik kamu melakukan apa gitu biar gak terlalu mikirin suamimu. " Zena mengangguk dan tersenyum membalas ucapan ibu mertuanya yang sangat peduli padanya. " Mbak Irene pulangnya kapan bu? "tanya Zena yang merindukan kakak iparnya itu. " Belum sayang, Irene sibuk karena bulan ini banyak yang melahirkan. Oh ya ibu sudah bilang ke Irene kalau saat waktunya kamu lahiran, Irene dan teman-temannya yang akan turun tangan menanganimu nanti jadi kamu gak perlu risau. " " Iya bu, Ibu punya tanaman sayur bayam kan? " " Iya nak kenapa? " " Zena lagi pengen kerupuk bayam. " " Wah itu kan makanan kesukaanya Pandu, wah anak kembarmu juga suka ya ternyata? " " Baru kali ini bu. "Zena menggaruk tekuknya yang terasa gatal, ia tidak tau jika Pandu menyukai keripik bayam. " Yaudah ibu akan buatkan untuk kamu, ayo kita ke belakang. Ibu mau milih sayur bayam. " Keduanya pun berjalan ke belakang rumah yang terdapat tanaman bayam yang sangat segar dan daunnya berukuran besar itu sangat menggiurkan sekali. " Bu Zena juga ingin metik daunnya. " " Gak usah sayang. " " Nanti kalau Zena lelah, Zena akan duduk di sana aja. "Zena menatap tempat duduk di sekitar tanaman itu membuat Anggun akhirnya menyetujuinya. Keduanya membawa keranjang mini yang wadahnya sudah bersih lalu mereka memetik bayam setelah memilah kalau bayam yang akan dipetik itu bagus. Sudah dua menit berlalu wajah Zena kian basah oleh keringat membuat Anggun langsung menyuruhnya untuk duduk. Zena mengangguk pasrah karena hamil pun ia merasa tubuhnya tak bisa bergerak leluasa tidak seperti ia dulu saat belum hamil, ia bisa leluasa bergerak ke sana kemari tanpa kenal lelah tapi kini prioritas utama adalah kesehatan anak kembarnya dan kondisi fisiknya yang harus benar-benar dijaga. Kedua kaki Zena melangkah menuju ke tempat duduk sana tapi entah tak sadar atau tidak, kedua kakinya menginjak lubang yang cukup besar membuat kakinya keseleo dan reflek Zena menjerit kencang karena merasakan sangat sakit luar biasa di kakinya bersamaan dengan itu seseorang memanggil dari belakang. "Zena! " " Pandu, "lirih Zena terkejut menatap sosok yang berlari menghampirinya dengan raut wajah yang khawatir. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN