*TIGA BELAS*
Ceklek...
Suara pintu terbuka dari dalam, terlihat suaminya tengah berdiri di hadapannya memakai baju polos berwarna hitam serta memakai celana training panjang dan kedua tangannya dilipat di depan dadanya. Rambut suaminya basah mungkin karena sehabis mandi keramas membuat Zena menatap kagum pada ketampanan suaminya yang makin hari makin tampan saja.
"Kok bengong? Habis dari mana? "tanya Pandu padanya.
Zena mengerjapkan kedua matanya," dari jalan-jalan, mas Pandu pulang sudah dari tadikah? "
" Sekitar dua puluh menit yang lalu. "Pandu pun membalikkan tubuhnya disusul Zena memasuki rumah mereka.
" Kamu punya roti? "tanya Pandu pada Zena yang tengah duduk di atas sofa.
" Punya, "balas Zena sembari mengkerutkan dahinya bingung.
" Aku ingin roti, apakah ada? "tanya Pandu lagi.
" Ada, coba kamu buka kulkas. Kemarin aku beli roti. "
Pandu pun mengangguk mengerti dan berjalan menuju dapur. Setelahnya ia membuka pintu kulkas dan betapa terkejutnya dia saat melihat kue yang diduga itu kue ulang tahun tertera nama Zena dan angka dua puluh serta terdapat juga bekas potongan kecil dikue tersebut.
"Zena ulang tahun? "Pandu mengambil kue itu lalu dibawa ke ruang tamu, tempat dimana Zena duduk santai setelah dirinya menutup pintu kulkas.
" Zena? "panggil Pandu membuat Zena langsung menoleh menatapnya.
Kedua mata Zebatmembulat menatap apa yang dibawa Pandu tapi seulas senyuman manis terbit dibibirnya berwarna merah muda alami itu.
" Kamu ulang tahun? "
" Iya, itu kue kemarin. "
" Kenapa kamu diam saja, tak memberitahukanku? Aku bisa membuat kejutan untukmu saat pulang tadi." Pandu pun duduk di samping Zena.
"Bagaimana aku mau menghubungimu, aku sms dan telepon kamu aja dimatiin. "ucapan Zena sangat halus tapi menyentil hati Pandu.
" Maaf. "Pandu menatap bersalah pada Zena.
" Gapapa kok, oh ya tadi ada kan rotinya? "
" Gak tau, aku belum lihat. Tadi mataku fokus langsung ke kue di dalam kulkas. "
" Yaudah aku ambilin ya. "Zena beranjak berdiri dari tempat duduk namun Pandu segera menahan istrinya itu.
" Tidak usah, kita makan siang aja. Habis itu sholat. "Pandu pun menarik tangan Zena pelan.
Hati Zena menghangat diberi perhatian oleh Pandu apalagi tangan kekar Pandu menggenggam tangan mungilnya begitu kuat dan menuntunnya agar tak terjatuh saat berjalan.
" Aww! "ringis Zena saat merasakan perutnya sakit akibat tendangan dari anaknya.
" Kamu kenapa? "tanya Pandu khawatir melihat Zena yang sedikit membungkukkan badannya dan salah satu tangannya memegang perutnya.
" Anak kita nendang. "Zena tersenyum lebar lalu tangannya mengusap pelan perut buncitnya.
Ternyata anak kembarnya merasakan kehadiran ayahnya--Pandu. Pandu memandang perut Zena dan tangannya reflek mengusap perut Zena juga. Entah perasaannya yang berada di dalam hatinya membuat dirinya langsung berjongkok dan mencium perut Zena yang dibalut dress panjang tak lupa tangan Pandu masih mengusap perut Zena secara lembut.
Pandu terdiam menatap perut Zena yang terlihat besar padahal setahunya usia kandungan Zena itu masih lima bulanan tapi perut Zena terlihat seperti usia kandungan delapan bulanan.
"Anak kita kembar,"ucap Zena yang langsung paham melihat raut wajah Pandu yang kelihatan bingung.
"Kembar? "Pandu melamun sejenak setelah itu Zena menegur Pandu agar segera berdiri membuat Pandu sadar dari lamunannya.
"Kamu lapar?" tanya Pandu.
"Iya, sebenernya aku ingin--"
"Kamu ingin apa? Akan aku buatkan makanan, kamu lagi ngidam kan? "tanya Pandu yang dengan cepat memotong ucapan Zena.
" Ah iya, aku ingin makan capcay. "Zena duduk di atas kursi setelah mereka berada di ruang makan.
" Aku buatkan sebentar, kamu duduk di sini dulu. "
Zena mengangguk patuh dan tersenyum lebar, dari kejauhan ia memantau suaminya yang tengah serius memasak makanan untuknya. Sesekali dirinya terkekeh melihat raut wajah Pandu yang tampak sangat lucu jika wajahnya berubah panik, ya seperti itulah Pandu ketika sedang memasak selalu memasang raut wajah panik. Pandu memang baginya adalah suami idaman sejak SMA--pacaran, Pandu benar-benar bisa diandalkan soal masak memasak dan itu membuat Zena merasa paling beruntung memiliki suami yang jago memasak.
Zena terkesiap ketika melihat Pandu tersenyum miring melihatnya dari sana walau tangannya tengah memegang wajan kemudian Zena membalas dengan senyuman manis, hatinya sungguh bahagia saat ini setelah berhari-hari dirinya ditinggal oleh Pandu hanya demi kekasihnya.
Beberapan menit kemudian akhirnya makanan sudah jadi dan itu makin membuat Zena tak sabar untuk mencicipi hidangan makanan buatan suaminya. Saat kedua tangannya akan meraih piring, Pandu menghentikannya membuat Zena menatap Pandu bingung.
"Kenapa? "
" Apa kamu sudah cuci tangan? "
" Belum. "wajah Zena berubah cemberut dan menggelengkan kepalanya tiga kali layaknya anak kecil yang sedang diintogerasi oleh orang tuanya.
" Cuci tangan dulu, baru makan. "
" Iya deh. "Zena pun beranjak berdiri dan menuju wastafel dapur.
Tak diketahui oleh Zena, Pandu tersenyum misterius lalu mengetik sebuah pesan dan dikirimkan pada seseorang.
Sesuai dengan perintahmu, akan aku buat dia senang lalu saat waktunya tiba akan aku buat dirinya terpuruk agar wanita itu makin membenciku---
...
"Lhoh ibu? Kapan ibu datang? "tanya Zena, raut wajahnya kaget kala melihat di ruang keluarga ibu mertuanya tengah menikmati teh hangat serta biskuit.
Anggun tersenyum lebar lalu menyuruh Zena untuk duduk di sampingnya.
" Ibu hanya kangen saja sama Pandu dan kamu. "
" Mas Pandu sudah tau kalau ibu ada di sini? "
" Tidak, ibu datang tanpa permisi yah? "tanya Anggun sedikit merasa tak enak.
" Enggak kok bu, justru Zena senang banget kalau ibu ada di sini jadi Zena gak sendirian lagi. "Zena tersenyum lebar tanpa menyadari jika ucapannya itu menimbulkan kecurigaan Anggun.
" Sendirian? Bukannya kamu tiap hari juga ditemani Pandu? Atau jangan-jangan ---"
"Ada apa ini? Wah Ibu? "Seseorang memasuki ruang keluarga yang tak lain ialah Pandu, lelaki itu langsung mencium punggung tangan ibunya.
Anggun dan Zena berdiri melihat kedatangan Pandu di sini.
" Kalian ada apa? "tanya Anggun menatap Pandu san Zena bergantian.
Zena menggingit bibir bagian bawahnya kala ia merasa jika dirinya melakukan kesalahan saat berbicara pada ibu mertuanya tentang keadaan di rumah ini serta Pandu.
" Maksud ibu apa? "tanya Pandu yang masih belum mengerti.
" Tidak ada apa-apa bu, tadi Zena itu salah ucap sebenarnya Zena merasa gak sendirian kok di sini hanya saja Zena butuh seseorang yang diajak bicara dan pastinya orang itu perempuan terutama ibu. "Zena langsung memberikan penjelasan walau itu sebenernya sebuah kebohongan, ia terpaksa berbohong agar Pandu tak dimarahi sekaligus dirinya dan Pandu dicurigai oleh ibu mertuanya ini.
" Beneran nih? "tanya Anggun yang masih belum percaya.
" Iya bu. Benar kan mas? "Zena menoleh menatap Pandu sambil tangannya memegang tangan Pandu.
Pandu mengangguk saja karena masih belum paham.
" Nak kamu sudah ngelupain pacarmu yang tante-tante itu? "tanya Anggun dengan suaranya sedikit mengejek.
" Dia buk--iya bu. "Pandu merasa tak terima jika kekasihnya disebut tante-tante walau Cala umurnya sudah tak muda tapi kekasihnya itu masih terlihat muda bahkan fashionita. Pandu memilih menjawab seperti itu agar ibunya percaya padanya.
" Jangan bohong sama ibu! "Anggun menatap Pandu tajam.
Zena merasa bersalah pada ibu mertuanya sebab ia juga berbohong. Tapi ini semua demi orang tua Pandu tak sakit lagi, biarlah dirinya yang merasakan kepahitan ini.
" Iya bu, Pandu tidak berbohong. "Pandu merasa berat mengucapkan itu tapi gimana lagi dirinya memang tak mengharapkan pernikahan ini dengan Zena apalagi ibunya yang tak menyukai Cala secara terang-terangan.
" Yaudah kalau gitu. "Anggun menghembuskan napasnya lega akhirnya anaknya bisa melupakan wanita itu.
Anggun kembali duduk dan mengajak Zena untuk duduk pula, ia tau jika menantunya merasa pegal sebab sedang mengandung cucu kembarnya yang pastinya beratnya dua kali lipat daripada mengandung satu anak.
Pandu bernapas lega juga mengingat dirinya pulang tepat pada waktunya. Ia tak tau jika di malam hari ini ibunya datang ke rumahnya secara tiba-tiba dan itu membuatnya sedikit merasakan takut. Takut jika ia ketahuan oleh orang tuanya karena masih berhubungan dengan Cala.
"Yaya ibu akan menjawab unek-unek kalian yang masih merasa bingung ibu datang tiba-tiba di rumah tanpa mengabari kalian. "Anggun tersenyum melihat mereka berdua yang raut wajahnya ingin meminta kejelasan.
" Sebenarnya ibu ingin kalian tinggal satu bulan atau dua bulanan di rumah ibu. "
Tubuh Pandu menegang mendengar ucapan ibunya yang menyuruh ia dan Zena tinggal di rumah ibunya. Yang berarti ia akan tinggal sekamar dengan Zena lantas ia pun langsung membuka mulutnya.
" Lhoh kenapa mendadak sekali bu? "
" Ini keinginan ibu saja kok, ibu juga ingin lebih dekat dengan menantu ibu. "Anggun tersenyum menatap Zena yang duduk di sampingnya.
" Tapi bu-- "
" Kamu kenapa sih nak? "Anggun sedikit merasa kesal pada Pandu.
" Iya bu, Zena mau,"balas Zena yang akhirnya menjawab ajakan ibu mertuanya.
Anggun menatap selidik pada Pandu yang terlihat tak menyetujui ajakannya.
"Yaudah kalau kamu gak mau, biar Zena saja yang tinggal bersama Ibu. "
...