Bab 14 - Scars

1169 Kata
"A- Apa? Aku tidak mau!" Mendengar permintaan Amelia, Damian langsung melepas pegangan Amelia di bahunya dan akan pergi dari ruangan itu. Langkahnya terhenti ketika mendengar kata-kata ibu tirinya yang halus di belakang. "Terserah kau saja. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti ayahmu memukulmu. Kau tahu kan ada CCTV di ruangan ini, dan hanya aku yang diberikan izin untuk mengaksesnya." Pemuda itu benar-benar memaki kebodohannya tadi. Ia sebenarnya tahu di ruangan itu ada CCTV tapi karena Tara tadi menc*umnya tiba-tiba ketika ia sedang mengajarinya sesuatu, membuat benak pemuda itu langsung dikuasai oleh n*fsu yang baru dirasakan di usianya. Mengepalkan kedua tangannya, ia berbalik memandang ibu tirinya. "Hanya menc*um saja kan?" Kedua mata Amelia dengan polos mengangguk, meyakinkan pemuda itu. "Iya." Merapatkan bibirnya, pemuda itu mengangguk kaku. "Baiklah. Aku akan melakukannya." "Bagus. Kemarilah." Amelia memilih posisi di pojokan, yang ia tahu kamera CCTV tidak akan dapat menangkapnya. Wanita itu sedikit menyender ke meja di belakangnya. Ragu-ragu, Damian mulai mendekati wanita itu. Sejak tahu Amelia menikahi ayahnya, pemuda itu semakin membenci ayahnya. Entah apa yang dilakukan oleh wanita muda itu tapi selama menikahinya, Daniel Haliman tampak mulai berubah seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Pria itu akan mengabulkan apapun permintaan isteri mudanya. Sampai di depan ibu tirinya, Amelia tiba-tiba membalikkan tubuh pemuda itu membuatnya terpaksa terduduk di meja di belakangnya. "Apa yang-" Tanpa diduganya, Amelia menc*um bibirnya dan wanita itu melakukannya dengan penuh n*fsu. Ia melumat bibir pemuda polos di depannya dengan buas dan tidak menahan dirinya, mulutnya pun menghisap lidah Damian tanpa ampun. "Egh!" Damian berusaha mendorong tubuh Amelia, tapi wanita itu malah mengarahkan salah satu tangannya untuk meraba area pribadi wanita itu di balik roknya, membuat mata Damian melotot. Dan dengan leluasa, Amelia mendorong tubuh pemuda itu yang membuatnya telentang di atas meja. Mulutnya semakin menghisap keras lidah pemuda itu. "Hhg! Hhg!" Amelia menimpa tubuh Damian di bawahnya dan wanita itu yakin, kalau anak tirinya tidak akan berani mendorongnya dan melukainya. Hal ini ia manfaatkan untuk lebih menjelajah mulut remaja itu dengan buas dan mulai mer*mas area pribadi anak itu. "Egh!?" Dan Amelia pun akhirnya terdorong dengan keras ke belakang, membuat wanita itu hampir saja terjatuh karena kaget dan kuatnya dorongan itu. Damian langsung bangkit dari posisinya dan terlihat sangat gusar. Lengan pemuda itu tampak menghapus mulutnya kasar, membuat area itu memerah. Tanpa memandang Amelia, ia bergegas menuju pintu keluar dan masih mendengar suara halus Amelia di belakangnya sebelum ia membanting pintu kayu itu. "Kita belum selesai." Malamnya, mereka bertiga tampak makan malam bersama. Kegiatan yang rutin dilakukan tiap malam, semenjak Damian mengenal yang namanya keluarga. Saat ibunya masih hidup, remaja lelaki itu sangat menantikan rutinitas ini dan biasanya mereka akan tertawa bersama sambil mengobrol santai di meja makan. Saat ibunya masih hidup, tidak sekalipun ayahnya melakukan kekerasan fisik pada anaknya meski mulutnya pedas. Namun sejak wanita yang melahirkannya meninggal karena sakitnya, dengan perlahan watak ayahnya yang tadinya cukup lembut menjadi mengeras. Hal ini membuat pria itu memilih menyelesaikan permasalahan dengan anaknya melalui kekerasan. Dan semenjak ayahnya menikah lagi, kebiasaannya main tangan bukannya berkurang malah semakin bertambah, terutama bila isteri mudanya terlihat mengungkapkan kekagumannya pada anak semata wayangnya itu. Ayahnya sendiri cemburu pada anak lelakinya. Kegiatan makan malam yang tadinya menyenangkan bagi pemuda itu, perlahan menjadi tidak disukainya lagi. Tampak malam ini, Damian hanya mengaduk-aduk makanan di depannya dengan tanpa selera. "Kalau kau tidak mau makan, masuk ke kamar!" Kata-kata tajam ayahnya membuat Damian kaget dan tanpa sengaja menjatuhkan sendoknya ke piring, menimbulkan suara yang nyaring. Suasana ruang makan langsung hening. Daniel Haliman paling tidak suka ada suara berisik di ruang makan dan hal yang dilakukan anaknya tadi, membuat pria itu menjadi naik pitam tanpa sebab yang jelas. "Kau! Masuk ke kamar. Sekarang!" Gemetar, pemuda malang itu berdiri dari duduknya dan perlahan masuk kamarnya sendiri. Beberapa saat kemudian, Damian yang sedang duduk di tempat tidurnya terlonjak berdiri saat ayahnya menyusul anaknya ke dalam dan membanting pintunya kencang. Amelia yang melihat adegan itu dari ruang makan, dengan santai masuk ke kamarnya sendiri dan memutuskan untuk mandi berendam. Ia tahu Daniel akan membutuhkan waktu sekitar satu jam sampai suaminya itu puas memukuli anaknya. Dan wanita muda itu saat ini, sedang mempersiapkan dirinya untuk melayani suaminya saat masuk lagi ke kamarnya nanti. Tiga puluh menit kemudian, tampak Daniel sedang berdiri di hadapan anaknya. Ia memegang seutas ikat pinggang di tangan kirinya. Tampak ikat pinggang yang tadinya berwarna cokelat muda itu lebih gelap karena garis-garis berwarna merah yang masih basah. Di bawahnya, tampak tubuh telanjang Damian yang sedang meringkuk seperti bola. Punggung pemuda itu tampak dihiasi dengan luka-luka memanjang yang masih mengeluarkan darah. Kedua mata Daniel tampak berkaca-kaca memandang anaknya. Setiap memukuli anaknya, pria itu akan merasa sangat sedih. Ia sebenarnya tidak ingin melakukan ini tapi tiap melihat wajah anaknya, membuatnya selalu mengingat mendiang isteri yang sangat dicintainya. Rasa putus asa dan bersalah karena tidak bisa menyelamatkan isterinya, membuat pria itu melampiaskan kemarahannya tidak pada tempatnya. Ia belum menyadari, bahwa yang dilakukannya sekarang akan berdampak sangat fatal pada anaknya di masa mendatang. Melemparkan ikat pinggang itu dengan geram di lantai, Daniel keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan kencang. Pria itu meninggalkan anaknya yang terlihat masih mengeluarkan air mata dan berbaring di lantai yang dingin dalam diam. Yakin kalau ayahnya tidak akan kembali lagi ke kamarnya, barulah Damian bangun dari posisinya setelah beberapa menit menunggu. Tubuhnya gemetar dan ia pun memakai jubah tidurnya. Dengan perlahan, ia keluar dari kamarnya. Tertatih-tatih, remaja itu naik ke lantai dua dan ia memasuki suatu kamar yang terletak paling ujung. Menutup pintunya pelan dan menyenderkan tubuhnya, remaja itu menguncinya dari dalam. Di hadapannya terlihat banyak tumpukan buku-buku tua dan juga berbagai alat jahit yang sudah ditutupi dengan debu dan juga sarang laba-laba. Di seberang sofa yang menghadap pintu, terpampang mesin jahit yang biasa digunakan oleh mendiang ibunya. Sejak kecil Damian sangat suka bersender di belakang sofa dan menunggu ibunya untuk membuatkannya baju baru. Biasanya mereka akan bercanda dan Damian kecil akan senang sekali berangkat ke sekolah dengan memakai baju buatan ibunya. Ia juga sangat suka melihat siluet ibunya yang terbentuk karena cahaya matahari sore dari jendela di belakangnya. Dan ia biasanya akan tertidur menunggu ibunya selesai menjahit sambil meringkuk di balik sofa itu. Dan kali ini, ia kembali bersender pada sofa di belakangnya. Sofa yang tadinya berwarna putih bersih, terlihat kotor dan banyak bercak noda gelap di bagian belakangnya. Setiap Damian dipukuli ayahnya, ia akan masuk ke ruangan ini dan memandang kosong ke arah jendela. Darah dari punggungnya merembes ke kain sofa, membuat benda itu banyak ternoda darah di beberapa area. Perlahan, kedua matanya yang kosong mengeluarkan air yang mengalir di kedua pipinya. Ia sama sekali tidak menampilkan ekspresi apapun, tapi hatinya sangat hancur di dalam. Menjatuhkan tubuhnya, Damian berbaring miring sambil memandang jendela terbuka yang memantulkan sinar lampu-lampu dari luar, membuat ruangan gelap itu remang-remang. Ia membalik tubuhnya menghadap sofa di belakangnya dan menempelkan kepalanya di sana. Memeluk dirinya sendiri dan semakin meringkuk, remaja itu akhirnya bisa tertidur dengan lelap. Saat ini, ia merasa berada di tempat yang aman. Satu-satunya tempat yang membuatnya merasa mendapatkan perlindungan yang sangat dibutuhkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN