Bab 15 - More scars. Deep down to the bone.

1423 Kata
Beberapa bulan setelahnya, suasana di rumah Haliman cukup terlihat tenang. Daniel mulai disibukkan dengan pekerjaan di perusahaannya, dan isterinya pun akhirnya diizinkan oleh suaminya untuk mengambil beberapa pekerjaan modeling di waktu-waktu senggangnya. Damian sendiri mempersiapkan diri untuk ujian akhirnya. Pemuda itu telah loncat beberapa kelas, membuatnya dapat lulus lebih cepat dari teman-temannya saat itu. Ia juga telah menyiapkan diri untuk masuk ke salah satu perguruan tinggi terbaik di kota itu, mengambil jurusan manajemen bisnis. Sampai peristiwa laknat itu terjadi. Beberapa bulan lagi, Damian remaja akan memasuki usia 17 tahun. Di usia ranumnya ini, pemuda itu terlihat mulai matang dan sosoknya semakin tampan. Banyak yang mengira ia telah berusia 25 tahun, cukup jauh dari usianya sebenarnya. Hal ini karena fisiknya yang memang bongsor dan juga pola pikirnya yang jauh lebih dewasa dibanding anak seumurnya. Seperti remaja seusianya, ia semakin tertarik dengan lawan jenisnya. Peristiwa setengah tahun lalu awalnya membuat Damian kapok untuk kembali mendekati yang namanya perempuan, tapi ia juga tidak bisa melawan naluri alaminya untuk dapat mulai mencari seorang pasangan di luar sana. Saat ini, Damian menaksir salah satu teman yang ia temui di tempat kursusnya. Gadis itu lebih tua 2 tahun darinya, dan sifat keibuannya itulah yang membuatnya tertarik pada gadis muda itu. Yang tadinya hanya belajar bersama untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi, akhirnya lama-lama berkembang menjadi benih-benih cinta monyet antara keduanya. Sayangnya keakraban di antara kedua sejoli itu menimbulkan percikan kecemburuan dari seseorang yang bernama Amelia Haliman. Wanita muda itu saat ini benar-benar sudah menyukai anak tirinya yang semakin lama semakin tampan, membuat suaminya menjadi sama sekali sudah tidak menarik di matanya. Wanita yang sudah dikuasai n*fsu dan juga rasa cemburunya itu, membuatnya dapat melakukan segalanya. Segalanya untuk memastikan dirinya dapat memiliki hal yang sangat diinginkannya. Dan saat ini, dia menginginkan Damian. Anak tirinya sendiri. Malam setelah Damian mengikuti ujian masuknya, ia sedang berada di kamarnya sendiri. Remaja itu tampak setengah berbaring di tempat tidurnya sambil membaca bukunya. Terlihat earphone menempel di telinganya untuk mendengarkan musik. Tidak lama, ia pun tertidur karena kelelahan dengan buku yang masih terbuka di pangkuannya. Ia langsung terbangun ketika merasakan ada sesuatu yang memegang area pribadinya dengan kencang, membuatnya tidak nyaman. Membuka matanya, pemuda tanggung itu kaget ketika melihat ibu tirinya tengah mer*mas-r*mas area itu dengan gemas. Ia sedang mengangkangi tubuh anak tirinya. Refleks, Damian menendang perut ibu tirinya membuat wanita itu menjerit kaget dan jatuh ke belakang. Amelia sama sekali tidak meyangka kalau anak tirinya akan melakukan itu padanya, membuatnya tidak memiliki persiapan apapun. Meski tendangan Damian sebenarnya tidak terlalu keras, namun dasar bela diri yang telah dipelajarinya sejak kecil membuat tendangan itu cukup fatal dan menimbulkan lebam. Kejadian itu membuat Amelia sangat marah pada Damian. Selain membuat perutnya memar, ia juga merasa sangat malu ketika tidak bisa mengikuti pemotretan dengan menggunakan bikini. Beberapa hari, ia juga merasa sakit di ulu hatinya membuatnya harus beristirahat cukup lama dari pekerjaan modelingnya. Hal ini membuat yang tadinya rasa suka pada remaja tanggung itu, perlahan berubah menjadi rasa benci dan juga dendam. Dan wanita itu dengan hatinya yang sudah dikuasai oleh amarah, menemukan titik lemah anak tirinya untuk dapat ia manfaatkan. Suatu malam, beberapa minggu semenjak kejadian itu, tampak Amelia kembali memasuki kamar anak tirinya. Kali ini, ia membawa satu berkas di tangannya. Masuk tanpa mengetuk pintu, wanita muda itu menyadari kalau remaja itu sedang berada di kamar mandi. Tersenyum, ia membuka jubah tidurnya, memperlihatkan gaun tidurnya yang menerawang. Dengan santai, wanita itu duduk di ranjang dan menumpangkan kakinya yang jenjang. Ia juga membuka berkas yang dibawanya dan ketika melihat isinya, tampak seulas senyum puas di wajahnya yang cantik. Tidak lama, ia mendengar pintu kamar mandi yang terbuka dan menoleh. Pemandangan yang ada di depannya, membuat mulut wanita itu terbuka dan hampir meneteskan air liur. Damian tampak keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk cukup kecil yang menutupi area pribadinya. Tubuh bagian atas remaja itu yang berotot terpampang dengan sangat jelas. Melihat ada orang lain di dalam kamarnya, remaja itu sangat terkejut. "Kau! Apa yang kau lakukan di sini?" Semenjak kejadian c*uman itu, Damian memutuskan untuk tidak memanggil ibu tirinya dengan sebutan kakak lagi. Ia merasa wanita ini tidak pantas untuk menjadi kakaknya, apalagi menjadi sosok ibu bagi dirinya. Perlahan, rasa benci remaja itu pada ayahnya dan juga isteri mudanya menjadi semakin besar. "Ck, ck, ck, Damian. Begitukah sikapmu pada ibumu sendiri?" Suara wanita itu yang halus dan berbisa membuat telinga pemuda itu sakit. "Kau bukan ibuku!" "Sst! Jangan berisik. Kau tahu apa yang akan terjadi kan, kalau ayahmu sampai tahu aku ada di kamarmu sekarang?" Rona sehat yang tadinya ada di pipi Damian perlahan mulai menghilang. "Keluar. Sekarang!" "Aku akan keluar, tapi setelah kau melihat ini." Amelia melemparkan berkas yang tadi dipegangnya ke tempat tidur. Tatapannya menantang anak muda yang masih berdiri di depannya itu. Ragu, akhirnya Damian mengambil berkas itu dan mengeluarkan isinya. Wajah yang tadinya berkerut karena marah, perlahan menjadi memucat dan pias. "Kau..." Tampak Amelia menyeringai sadis, membuat wajah cantiknya terlihat gila. "Kau tahu apa yang bisa kulakukan pada gadis itu kan? Itu baru awalnya saja. Selanjutnya, aku akan membuat ayahnya dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja." Melihat perkataannya berhasil memancing pria muda itu yang saat ini terlihat mulai gemetar, Amelia melanjutkan ancamannya. "Lain kali aku akan memastikan, bahwa gadis itu tidak hanya dilecehkan saja tapi juga digilir oleh para pria. Dan ayahnya, tidak hanya dipecat tapi dengan mudah akan menjadi tersangka kasus pencucian uang yang membuatnya dipenjara seumur hidupnya. Sekarang, kau tahu sedang berhadapan dengan siapa, kan?" Kata-kata wanita itu membuat Damian tidak sadar menjatuhkan foto-foto yang tadi dipegangnya. Salah satu foto menampakkan gadis yang ditaksirnya sedang dipegang oleh beberapa pria dan dil*cehkan dengan brutal. Amelia perlahan bangkit dari posisinya dan dengan santai menepuk kasur di sebelahnya. "Kalau kau sudah paham, sekarang kemarilah Damian." Mata remaja itu bergerak-gerak, tapi akhirnya dengan perlahan ia duduk di tepi tempat tidurnya. Posisinya masih membelakangi ibu tirinya. Tampak bekas-bekas luka yang didapatnya selama ini mulai memutih, meninggalkan jejak yang tidak bisa hilang. "Berbaring." Perlahan, ia pun berbaring. Matanya menatap langit-langit kamarnya dengan nyalang. Wanita itu pun kembali duduk mengangkangi dirinya seperti beberapa minggu lalu. Dengan kasar, ia membuka handuk kecil Damian dan memperlihatkan isinya. Kedua matanya terlihat membola melihat pemandangan di depannya. Pandangan wanita itu naik menatap anak tirinya yang saat ini sedang fokus memandangi satu titik di langit-langit kamarnya. Pemuda itu sama sekali tidak mau melihat ke arahnya. "Tidak rugi aku menikahi Daniel dan menunggu selama ini." Tangannya yang berkuku panjang mulai memegang benda itu dan mengusapnya kasar. Kuku-kukunya terasa sedikit menusuk kulitnya yang halus, membuat Damian menutup matanya dengan sangat rapat. Pemuda itu mengepalkan kedua lengannya dengan sangat kencang dan berdoa dalam hati agar ia tidak sampai kelepasan memukul wanita yang ada di atasnya. Gertakan giginya terdengar keras, ketika ia merasakan area pribadinya mulai basah dan dir*mas dengan sesuka hati oleh wanita itu. R*ngsangan yang diberikan oleh Amelia meski tidak diinginkannya, namun tetap saja tubuhnya memberikan respon dan membuatnya mencapai pelepasannya. Ia telah mengalami pengalaman s*ksual pertamanya dengan wanita yang sangat dibencinya. Puas menghisap benda yang ada di tangannya sampai bersih, mata wanita itu membola ketika melihat benda itu masih kencang dan memerah. Ia tersenyum miring dan menjilati bibirnya. "Kau memang beda dari Daniel, Damian. Sepertinya, aku harus memberikan service lebih." Damian sama sekali tidak mau membuka matanya, tapi ia merasakan ketika wanita itu memasukkan senjatanya ke tubuhnya sendiri. R*masan dari tubuh wanita itu terasa berbeda, dan wanita di atasnya terasa menunggangi dirinya dengan kasar dan juga cepat. Kedua tangannya mer*mas seprai di bawahnya dengan kuat ketika ia kembali mencapai pelepasannya yang kedua. Tubuh wanita itu ambruk di dadanya dan melengkung. Terdengar suara lenguhannya yang puas. "Oh! Wow. Akhirnya, aku bisa merasakannya lagi." Masih menutup kedua matanya, pemuda itu merasakan pipinya ditepuk keras oleh Amelia dan wanita itu akhirnya beranjak dari atas tubuhnya. "Kau memang luar biasa, Dummy. Aku akan mengunjungimu lagi." Memastikan kalau wanita itu telah keluar dari kamarnya, barulah Damian membuka kedua matanya. Tanpa bisa ditahannya, air matanya turun dan mengalir deras di pipinya. Ia sama sekali tidak menginginkan hal ini. Kenapa nasib buruk selalu menimpanya di rumah ini? Merasakan gejolak yang hebat dari perutnya, pemuda itu bangkit dari tidurnya dan akhirnya memuntahkan seluruh makan malamnya ke dalam kloset. Malam itu, Damian tidur di dalam kamar mandinya, di atas lantai yang dingin. Terbersit di benaknya untuk menyusul ibunya tapi di sisi lain, ia tidak mau perjuangannya selama ini untuk bertahan menjadi sia-sia belaka. Mengeraskan hatinya, Damian berfikir kalau kejadian itu hanya akan terjadi sekali saja. Tapi sayangnya, peristiwa l*knat itu kembali terulang beberapa kali selama sebulan, sampai akhirnya ia pun sudah mencapai batasannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN