Warning: Dari chapter ini s/d seterusnya, akan ada flashback dan pergantian PoV dari tokoh wanita ke tokoh pria. Hal ini menyebabkan ada beberapa pengulangan adegan dari sudut pandang tokoh pria. Happy reading ❤️
Amelia Haliman.
Nama lahirnya Kartika, namun semenjak bergelut dalam bidang fotomodel, ia mengganti namanya menjadi Amelia. Nama yang lebih menjual.
Amelia memiliki wajah yang sangat cantik. Kedua matanya besar, hidungnya mancung dengan mulut yang lebar. Tubuhnya tinggi dengan bentuk badan yang sangat proposional dan seksi. Ia juga memiliki kulit yang halus dan putih, membuat tidak akan ada yang menyangka kalau wanita itu tadinya berasal dari kalangan miskin.
Selama hidupnya, wanita itu tahu kalau dirinya cantik. Satu-satunya yang mungkin menjadi kekurangannya adalah, ia tidak memiliki aset yang menjual di bagian d*danya. Namun di satu sisi, hal ini justru membuatnya sering dijadikan model untuk pakaian-pakaian kelas atas dan membuka kesempatan baginya untuk bertemu dengan berbagai kalangan berduit.
Saat itu, ia baru berusia 18 tahun ketika bertemu dengan seorang pengusaha bernama Daniel Haliman. Daniel yang saat itu telah tiga tahun ditinggal mati oleh isterinya, menemukan sosok yang berbeda di diri Amelia terutama karena pria itu baru memasuki masa puber kedua. Hal ini menjadikannya dengan intens mendekati model muda itu dan mereka pun berkencan.
Selama berkencan, Daniel sangat hati-hati memperlakukan kekasihnya. Ia menganggapnya sebagai gadis yang polos dan baik. Tidak tanggung-tanggung, rasa cintanya pada gadis itu membuatnya sering menghadiahi Amelia dengan berbagai perhiasan mahal dan juga apartemen mewah, meski sama sekali belum menyentuhnya.
Sama sekali tidak diketahui oleh pria itu, kalau Amelia bermain di belakangnya. Sosok yang dianggapnya sebagai seorang gadis polos, sebenarnya telah menjadi seorang wanita panggilan kelas atas semenjak ia berusia 13 tahun. Klien yang ditangani oleh Amelia adalah kalangan eksekutif kelas atas, menjadikan kegiatannya sangat terselubung.
Wanita muda itu telah mengalami dan melakukan semuanya. Ia sangat lihat di atas ranjang, membuat banyak para kliennya puas dan ingin menggunakannya kembali. Tapi, selama ia menjalankan profesi rahasianya ia memiliki satu aturan main, ia tidak akan mau melayani orang yang sama untuk kedua kalinya kecuali memang 'orang itu' menginginkannya.
Hanya pada orang itulah, Amelia berpaling bila ia membutuhkan kepuasan yang maksimal. Karena dari orang itulah Amelia pertama kalinya dikenalkan pada yang namanya kenikmatan duniawi. Dan dari orang itulah, ia dapat mengenal pria yang bernama Daniel Haliman.
Pada Daniel, Amelia menemukan rasa aman dan nyaman yang tidak didapatnya dari pria-pria lain yang selama ini hanya mengincar tubuh dan service-nya. Meski demikian, ia juga tidak ingin melepaskan penghasilannya yang jauh lebih besar dari kegiatannya, dibanding dengan pemasukannya dari banting-tulang menjadi model di catwalk dan pemotretan.
Apa yang telah diberikan oleh Daniel selama mereka berpacaran setelah dihitung-hitung, cukup sebanding dengan profesi terselubungnya yang membuatnya akhirnya mau menerima pinangan pria itu saat ia berumur 20 tahun. Daniel pun mengajaknya ke rumahnya.
Saat itulah, untuk pertama kalinya Amelia melihat anak lelaki Daniel yang bernama Damian.
Di mata Amelia yang masih cukup muda, Damian sangat jauh lebih tampan dari pada ayahnya. Remaja berusia 15 tahun itu memiliki raut muka yang tegas dengan mata biru tua yang cemerlang. Hidungnya mancung dan rambutnya hitam lurus. Tampak jelas, kalau darah Inggris ibunya mengalir kuat dalam tubuhnya dibanding darah ayahnya.
Meski usianya masih remaja, namun Damian memiliki postur tubuh yang tinggi dengan otot-otot yang terbentuk karena latihan rugby-nya di sekolah. Ia juga anak yang cerdas dan berprestasi, membuat rumah Daniel banyak dihiasi oleh berbagai piagam penghargaan dan juga piala-piala dari anak semata wayangnya itu.
Awalnya, kekaguman Amelia pada remaja itu masih sebatas rasa kagum seorang kakak pada adiknya. Namun, lama-lama hal itu berubah ketika ternyata wanita itu tidak mendapatkan kepuasan dari suaminya setelah mereka akhirnya berhubungan int*m. Hal ini menjadikan Amelia menjadi sangat kecewa dengan keputusannya untuk menikahi Daniel.
Ia saat itu sedang berfikir di kamarnya untuk menceraikan pria yang baru satu tahun ini menjadi suaminya, ketika mendengar sesuatu di ruang perpustakaan. Perlahan, wanita tu keluar dari kamarnya dan menajamkan telinganya. Suasana rumah yang sepi membuatnya samar-samar dapat mendengar suara-suara yang berasal dari ruang baca.
Menempelkan telinganya di pintu kayu itu, raut wajah Amelia berubah ketika mendengar pembicaraan di dalamnya.
"Oh! Damian... Damian..."
Kedua pipi Amelia mulai memerah saat suara kecupan-kecupan penuh hasrat di ruangan itu terdengar dengan sangat jelas di telinganya. Dengan tergesa, wanita muda itu membuka pintu kayu di depannya dan mengagetkan pasangan yang sedang dimabuk n*fsu di dalamnya.
Terlihat di matanya, seorang gadis muda yang sedang bersandar di rak buku. Tubuhnya diapit oleh anak tiri lelakinya yang salah satu tangannya tampak tengah mer*mas d*da gadis di depannya. Keduanya masih berpakaian lengkap, tapi jelas terlihat kalau mereka sedang berc*uman dengan hebatnya di ruang baca itu.
Melihat sang pemilik rumah yang masuk, membuat kedua remaja itu segera melepaskan diri.
"Tan- Tante..."
Melirik gadis muda di depannya, Amelia tahu kalau namanya adalah Tara. Dia adalah salah satu gadis yang mengejar-ngejar anak tirinya selama lebih dari satu tahun, dan baru sekitar dua bulan ini akhirnya Damian mau dekat dan berpacaran dengannya.
Berpaling ke anak tirinya, Damian tengah berdiri tegak dengan wajah yang cemas. Ia sama sekali belum boleh berpacaran dan jika ayahnya sampai tahu, maka sudah jelas tubuhnya akan menjadi sasaran sabetan ikat pinggang dari ayahnya nanti. Badannya terlihat gemetar.
Tadinya Amelia merasa iba dengan keduanya, tapi matanya menjadi sedikit membola ketika ia tidak sengaja melihat tubuh bagian bawah anak tirinya. Area pribadi remaja pria itu tampak menggembung, menandakan h*sratnya yang belum tersalurkan. Melihat ukuran area itu, Amelia menelan ludahnya dengan cukup sulit.
"Tara. Pulanglah."
Terdengar suara Amelia yang halus di tengah kesunyian itu. Ragu-ragu, Tara melirik ke arah pacarnya dan ketika melihat Damian hanya memandang lurus ke satu titik, gadis itu pun akhirnya mengalah dan langsung berpamitan pulang. Ia tahu kalau pria muda itu hanya memacarinya karena kasihan pada dirinya.
Setelah pintu ruangan itu tertutup rapat kembali, kepala Amelia memandang ke anak tirinya yang masih terdiam kaku. Perlahan, matanya kembali menyapu tubuh remaja lelaki itu dan cukup lama berhenti di area pribadinya yang perlahan kembali tampak normal, membuat wanita muda itu kecewa.
Sambil menghela nafasnya panjang, Amelia berjalan ke arah Damian dan dengan pelan mengelilingi pemuda tanggung itu. Matanya pun melihat aset yang menjanjikan dari tubuh bagian belakang remaja itu, membuatnya harus mengepalkan tangan untuk melawan keinginannya mencengkeram bagian itu.
Kembali menghadapnya, Amelia memandang sayu pemuda yang masih terlihat cemas itu.
"Damian, Damian. Kau tahu kan apa yang akan dilakukan oleh ayahmu kalau dia sampai tahu apa yang kalian lakukan di ruangan ini?"
Perkataan ibu tirinya membuat rona di wajah pemuda itu memucat. Terakhir dihukum, ia sampai harus meminta izin pada gurunya untuk tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Ayahnya telah menghajarnya karena ia ketahuan bergandengan tangan dengan seorang gadis yang disukainya dulu, membuat wajahnya lebam dan bibirnya berdarah cukup parah.
Tersenyum dengan perubahan raut muka anak tirinya, Amelia menelusuri pipi Damian dengan jari telunjuknya yang berkuku panjang dan berkutek merah. Pemuda itu terasa berjengkit tapi tidak berani untuk menjauh.
"Tapi, aku bersedia untuk tidak memberitahu ayahmu. Kalau kau memang mau."
"Ka- Kakak mau melakukannya?"
Amelia meminta Damian untuk memanggilnya kakak sejak ia menikah dengan Daniel. Umur mereka cuma terpaut 5 tahun. Dan pertanyaan anak itu yang polos, membuat bibir wanita muda itu tersenyum makin lebar.
"Tentu saja. Tapi dengan satu syarat."
Mata biru Damian mengerjap cepat. Sorotnya berubah lebih cerah dan penuh harapan.
"Apa itu?"
Tangan Amelia berada di bahu pemuda itu dan mer*masnya. Otot-otot Damian yang keras dan kuat di balik kaosnya, membuat hasrat wanita itu naik. Saat ini, tinggi Amelia hanya sebatas hidung remaja itu. Meski ia termasuk wanita yang cukup tinggi di kalangannya, tapi Damian ternyata telah melampauinya di usianya yang masih belia.
"Aku ingin kau menc*umku, seperti kau menc*um Tara tadi."