CALON UNTUK ALICIA

1369 Kata
Keesokan harinya, masih terlalu pagi untuk mendengar pertengakaran Nyonya dan Taun dari ujung lorong lantai dua. Alicia yang baru saja selesai membersihkan ruang belajar Malik, tertahan di depan ruang kerja Tn. Hasan. Mendengarkan pertengkaran mereka, "Kamu tahu kan ? Kamu tahu kalau taringnya tumbuh. Kamu seharusnya memberitahu ku, Hasan ! Aku ibunya, Aku yang menyebabkan dia seperti itu" "Lyan. dengar...dengar.." "Aku tidak..." "DENGAR !" Alicia mempererat kotak jerami dimana dia menaruh semua alat bersih-bersihnya. Mereka adalah orang yang saling mencintai. Alicia tidak pernah melihat Tn. Hasan membentak Nyonya Lyan. Suara kerasnya membuat jantung Alicia terpompa kencang. "Aku telah menyuruh orangku untuk membereskan semuanya, jadi ku mohon padamu dengarkan Aku ! Kumohon jangan kamu cemaskan masalah ini, biar aku yang menanganinya. Kamu harus fokus pada Aida, dia sangat membutuhkanmu. Sebelum waktunya tiba Malik-kita pasti sudah sembuh" Tidak lama Alicia melihat Malik naik dari lantai satu menuju kamarnya. Kamar Malik berada di ujung lorong dimana Alicia berdiri. Alicia memaksakan sebuah senyuman, sambil berjalan menghampiri Malik. Alicia bermaksud agar Malik kembali turun dan tidak mendengar pembicaraan kedua orang tuanya. Alicia tidak mau melihat Malik terluka. Tapi, Langkah Alicia terhenti. "Dari mana kamu ?" Pakain Malik berantakkan, dia masih mengenakan kemeja yang kemarin dia gunakan. Matanya terlihat letih, rambut beratakkan. Celana di bagian lututnya sobek dan ada luka di sana "Malik apa yang terjadi ?" Alicia berusaha tenang, meski suaranya sudah menandakan kehawatiran. "Berjalan-jalan" ujarnya sesantai itu "Tahu-tahu sudah pagi" Dia tersenyum dingin Tanpa sadar, karena kekhatirannya, Tangan Alicia terangkat untuk menyentuh Malik. Malik mundur, wajahnya berubah kejam "Jangan pegang-pegang ! Dasar orang rendahan" Alicia kaget dicaci seperti itu, Alicia mengerti perubahan suasan hati Malik, tapi itu terlalu kejam. Alicia melihat pelipis Malik berdarah "Malik dahimu !" "Minggir !" Malik mendorong tubuh Alicia. Gadis itu terhuyung ke sisi tembok. Malik melewatinya. Alicia berharap Malik tidak mendengar orang tuanya, tapi terlambat. Langkah Malik terhenti di depan pintu kerja Tn. Hasan. "KAU BERJANJI PADAKU HASAN" Ny. Lyan berteriak histeris, tak berapa saat terdengar longlongan tangisnya. Malik melihat pintu itu dengan sedih. Alicia ingin memeluknya, sungguh-sungguh ingin, dia tidak sanggup memikirkan betapa sedihnya Malik sekarang. "Malik.." Alicia memanggilnya Tahu Bahwa dirinya masih diawasi Alicia. Malik kembali berjalan dengan langkah tegar meski lututnya sakit dan bahunya patah. Malik tidak menoleh. Dia menutup pintunya. *** Hari itu Alicia tidak melihat Malik sama sekali. Dia membantu Lula di dapur bersama dengan Lake. Saudara kembar Lula yang sama-sama bekerja di kastil kuswardi. Mereka sudah lama bekerja di sana. Ada juga Marcus, tapi dia jarang bicara, dia seorang penjaga selalu membawa senapan kepamana-mana. Mata Alicia tidak henti-hetinya mengarah ke tangga, berharap seseorang dari salah satu anggota keluarga turun ke bawah. Tapi dia hanya menyaksaikan Lucia dan Marcus yang bolak-balik ke lantai atas. "Malik terluka" kata Alicia pada Lula "Dia biasa terluka" yang menimpali malah si Lake "Aku cemas sekali padanya" Semua orang bisa melihat itu dari gerak-gerik Alicia yang terus memandangi tangga. Lucia kembali turun, dia berjalan dengan langkah cepat ke lemari obat. Alicia menghampiri Lucia, tidak peduli kalau si perawan tua itu akan memarahinya, mencacinya, dia sudah terbiasa "Lucia apa Malik baik-baik saja ?" "Iya, dia hanya terluka" suaranya sangat kontras dengan kegelisahan di wajahnya "Lucia apa lukanya dalam ? Ada lagikah yang terluka ?" Alicia terus mengekor di belakang Lucia, Lucia tidak menjawabnya, dia mencari sesuatu "Apa ada yang bisa kubantu ?" "Lucia Juru Kunci datang" Lucia berhenti, dia menoleh melihat Markus. Markus sudah tidak lagi siaga dengan senapan. Dia membawa sebuah rivolver di tangan kanannya "Kalian semua keluar dulu, menyingkir dari kastil utama" perintah Markus dengan suara dalamnya. Alicia melihat Lucia, Lucia sama sekali tidak menggubrisnya "Pula bersamanya ?" tanya Lucia pada Markus "Tentu" Markus mengusir para pekerja di dapur meminta mereka meninggalkan kastil utama. Alicia tanpa tahu apa-apa melipir bersama yang lainnya ke bangunan istal. Para pekerja di kastil utama berjumlah belasan orang dan semuanya diminta untuk keluar dari kastil. Leka "Apa lukanya seirus ?" Dia menyenggol bahu Alicia "Aku tidak tahu, dia tidak mengizinkanku melihat lukanya" Alicia melihat jendela di mana kamar Malik berada. Tadinya tirai di kamar itu terbuka lalu seseorang menarik kelambunya. Seakan tahu Alicia sedang berusaha melihat ke dalam kamar Malik "Apa dia akan baik baik saja Lula ?" "Ku rasa baik-baik saja, dia anaknya Tuan Tanah, kalau cuma luka sedikit harusnya tak perlu dikhawatirkan. Siapa bapakmu akan menentukan keselamatan mu disemesta ini" Lula bertolak ke bangunan para pekerja yang berada sayap kanan kastil utama "Aku mau beristirahat saja kalau begitu" "Lula kita makan apa ?" tanya Lake pada saudarinya "Kamu saja yang ke pasar" Lake mendengus sementara saudarinya itu berjalan tanpa menoleh menuju bangunan di mana semua pekerja Tn. Hasan tinggal. Alicia dulu pernah ditawari untuk tinggal di sana tapi dia menolek karena dia harus tetap membantu adik-adik dipanti asuhan. Lantaran mendapatkan pekerjaan di kastil Tuan Tanah tidak harus membuatnya melupakan adik-adiknya. Hanya dia, Lana, Billi dan Sakinalah yang mereka miliki, tentunya kakek juga. *** Kakek Didi semakin renta, dia selalu perlu di papah Billi ketika berjalan karena tongkatnya tak lagi cukup kuat untuk tubuhnya yang terus melemah. Kakek Didi terbiasa duduk di selasar depan kamarnya yang terpisah dari semua bangunan yang ada di panti. Dia duduk memeperhatikan anak-anak panti yang bermain di halaman. Sore itu kakek meminta Alicia untuk duduk bersamanya memandangi langit yang mulai beranjak senja, suasana sore sebelum kabut datang ke desa seberang danau adalah pemandangan terbaik. Itu adalah waktu-waktu kesukaan kakek untuk duduk merenungi nasib anak asuhnya termasuk Alicia. Alicia duduk di anak tangga di teras itu. Sementar kakeknya duduk di kursi yang nyaman dan empuk. Alicia sengaja meminta kursi itu untuk kakek pada Ny. Lyan dan Nyonya langsung memesan dari kota untuk di berikan pada pamannya tercinta. "Apa kaki kakek dingin ?" Alicia bermaksud memijat kaki kakeknya Kakek Didi menggeleng "Selimut wall yang dibuatkan sakina untukku, cukup tebal" bibirnya berkedut menimbulkan gurat keriput di wajahnya. Rambut kritingnya yang dulu hitam dan lebat kini sudah hilang menyisakan sedikit sekali rambut putih yang tersisa. Kakek sudah sangat tua, "Aku meminta Lana bersurat pada seorang pria bernama Damar, aku bertemu dengannya ketika ke Kota sepuluh tahun yang lalu. Dia seseorang yang menjaga Panti Cahaya di barat Perbatasan. Dia seusia dengan Billi. Dia anak yatim piatu berhati lembut" Itu adalah hari yang bersejarah karena setelah beberapa tahun terkahir, kakek terus sakit, tubuhnya semakin kurus, dia jarang sekali bicara banyak. Alicia tahu di usianya yang sudah sesenja langit yang mereka lihat, tidak mudah buat kakek untuk berbicara panjang lebar, maka Alicia membiarkan Kakek menyelesaikan setiap kalimatnya, Alicia tidak boleh memotong atau membatah. Itulah yang selalu diperiangatkan Lana padanya. "Meski tidak bisa memiliki nama belakang, tapi kamu bisa melahirkan seorang anak yang memiliki dua penggal nama. Menikahlah Alicia, setelah Damar menanggapi surat Lana, kita harus mempersiapkan pesta pernikahanmu" Kakek Didi mengelus rambut panjang Alicia "Maafkan kakek karena kakek tidak mau menunggu, percayalah dia laki-laki yang baik, kamu bisa mengenalinya dengan bersurat padanya" Tidak perlu wajah tampan, Alicia tidak memiliki hak untuk menentukan dengan siapa dia menikah. Tidak perlu keluarga terpandang, tidak perlu seperti apa asal dia laki-laki yang baik, itu sudah cukup. "Baik kakek" Alicia menyunggingkan senyum Kakek tersenyum, menyentuh pipi merah Alicia "Terakhir kali Sakina menolak perjodohan yang kakek buat untuknya itu sungguh membekas. kakek sangat berharap salah satu dari kalian berkeluarga. Kakek sungguh-sungguh, hidup sebatang kara sepertiku tidak menyenangkan Alicia.." dipelupuk mata tuanya Alicia dapat melihat seputir air mata menggenang. Alicia menyentuh tangan keriputnya Billi duduk bergabung dengan mereka "Sudah kubilang kakek, aku berjanji akan memastikan Alicia menikah. Kakek tenang saja, tidak perlu khawatir. Aku akan mengenalkannya pada sahabat-sahabatku di pasar ternak" Kakek menarik tangannya, meletakkan tangannya di atas paha. Matanya menerawang ke langit luas "Kakek merindukan Jefri, kakek menyesal tidak melakukan banyak hal padanya" "Kakek sudah melakukan semuanya untuk Jefri" kata Billi seakan dia sudah mengenali Jefri hanya dengan suart-surat Jefri yang dia baca "Jefri memeilih mencintai di dalam doanya kek.." Kakek didi terkekeh "Dia anak keras kepala, dia selalu melakukan segalanya untul Lyan" "Dan pualam tidak menyatukan mereka" "Apakah bisa kita menentang Pualam ?" pertanyaan Alicia membuat Billi melongo "Tidak bisa" jawaban kakek Didi sungguh jelas. Mereka semua hidup di bawah lembah Milik Pualam "Selama kamu terlahir di lembah ini dan Pualam telah memberi restu kelahiranmu, kamu tetaplah anak lembah" "Anak-anak lembah" ulang Billi berbisik pada dirinya sendiri ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN