Bab 10 Itu Terlalu Berat Buat Kamu

1057 Kata
“Ini tante Selena. Dia yang akan bantu-bantu di rumah kita mulai besok. Tante Selena juga akan mengajarimu matematika, biar Kezya tambah pintar matematika.” Sebuah suara dalam yang menjawabnya. Selena tertegun, rupanya bosnya kembali masuk dan menjawab pertanyaan putrinya. ‘Dia tahu namaku dan aku dipanggil tante.’ Selena berkata dalam hati, merasa geli sekaligus terkejut. Sejak tadi bosnya hanya memanggilnya ‘kamu’ dan Selena mengira dia tidak tahu namanya. Tapi pria itu justru memperkenalkan Selena pada putrinya. “Selena, ini Kezya, putriku. Dia baru pulang latihan karate.” Semakin mengejutkan, bosnya menatap Selena dan memperkenalkan putrinya. Suaranya terdengar hangat dan lembut. Selena hanya bisa mengangguk dan tersenyum pada gadis remaja yang sedang menatapnya tajam itu. “Dia bukan calon mama tiriku kan, Pa?” Seketika wajah Selena memerah. Pertanyaan remaja tanggung ini membuatnya merasa salah tingkah dan malu. Seketika wajah Selena memerah. Pertanyaan remaja tanggung ini membuatnya merasa canggung. Apakah setiap anak remaja selalu seperti ini? "Jangan aneh-aneh begitu pertanyaannya, Key. Sana mandi, kamu sudah kucel dan bau!" Bos Selena mendorong putrinya sambil sebelah tangannya menutupi hidungnya yang mengernyit. "Ah! Papa jangan pacaran sama tante ini, ya? Awas!" "Kezya!" Pria itu menatap putrinya tajam sambil menggelengkan kepalanya. Anak remaja itu merengut kesal lalu menatap Selena dengan mata menyala. “Jangan menggoda papaku!” Katanya sebelum meninggalkan mereka. Selena terpaku, dia sangat terkejut. Lidahnya menjadi kelu melihat perilaku putri bos muda yang dengan terang-terangan menunjukkan sikap permusuhan. Apa yang salah? Apakah dirinya terlihat seperti perempuan penggoda? "Jangan dimasukkan di hati. Putri saya selalu begitu setiap kali melihat saya bersama perempuan." Bos Selena berkata sambil tersenyum sekilas, sedikit merasa bersalah karena sikap putrinya. “Iya, Pak. Begitulah anak-anak.” Selena balas tersenyum, lalu mengikuti pria itu yang sudah berjalan lebih dulu keluar dan naik ke mobilnya. Ada tanda tanya besar muncul di kepala Selena tentang kehidupan keluarga bosnya, tapi dia segan untuk bertanya. Takut dinilai lancang dan tidak tahu diri. Dia kan hanya pekerja di perusahaan milik keluarga pria itu, yang hanya karena akan menjadi Asisten Rumah Tangga sementara, maka bisa menginjak rumah megah ini. Jadi dia memilih untuk menyimpan tanya itu dalam hatinya. Tapi dia sungguh penasaran, terlebih dengan sikap putri bosnya barusan yang membuatnya sedikit syok. Tadi dia melihat-lihat beberapa foto yang terpajang di dinding rumah, tidak ada foto pernikahan. Yang ada hanya foto pria itu bersama orang tua dan kedua adiknya dalam bingkai yang sangat besar. Selena mengenali, karena foto yang sama dipajang juga di dinding kantor bos besar. Lalu ada beberapa foto putri sang bos dalam berbagai pose, merekam perkembangan usianya. Sepertinya foto-foto itu sengaja dibuat di studio fotografer kelas bintang, melihat sentuhan akhirnya yang memukau. Namun dari sekian banyak foto yang dipajang, tidak ada foto keluarga bos mudanya sama sekali. Ada apa? Pikiran selena penuh tanda tanya. "Saya berharap kamu bisa memahami putri saya dan bisa menjadi temannya." Tiba-tiba bosnya yang sejak tadi hanya diam sambil mengemudi berbicara, mengusik keterdiaman Selena yang sejak mobil meluncur dari halaman rumah bosnya hanya duduk diam sambil menatap keluar jendela. “Kezya sudah kehilangan kasih sayang mamanya saat usianya lima tahun. Sejak kecil dia sangat dekat dan begitu tergantung pada saya. Dia putri saya satu-satunya. Saya mencurahkan seluruh cinta saya padanya dan memanjakannya secara berlebihan, sehingga dia menjadi sangat ketakutan jika melihat saya dekat dengan perempuan. Dia selalu berpikir saya tidak akan sayang lagi padanya jika sudah menemukan pengganti mamanya.” "Oh… Baik, Pak. Saya akan berusaha." Selena menjawab. Dia agak terkejut bosnya mau berbicara terbuka seperti itu dengannya. Selena diam-diam menatap pria itu dari samping. Sosok yang saat ini sedang mengemudi dengan tenang itu terlihat sangat berbeda dengan sorot mengerikan yang Selena dan teman-temannya temui tadi pagi. Wajah dingin yang sampai beberapa waktu lalu masih diperlihatkan pria itu saat ini sudah lenyap sama sekali. Selena mengerucutkan bibirnya, dia teringat seorang temannya di pabrik yang sangat mengagumi bos mereka ini. Ternyata pria ini memang tampan, sekalipun sikap dingin dan diamnya begitu mengintimidasi dan selena masih mengingat jelas bagaimana dia telah dibuat ketakutan tadi siang, saat pria itu memberitahukan kesalahannya sekaligus memberikan sanksi skorsing dan pemotongan gaji. Tapi sosok di sampingnya ini benar-benar berbeda. Selena kembali menatap pria itu diam-diam, mengamati profil wajah tampannya dari samping yang terlihat sangat menawan. Sayangnya Selena bukan tipe perempuan yang gampang jatuh cinta pada penampilan seorang pria. Dia adalah perempuan yang sudah melewati banyak badai, yang tidak akan mudah terseret romansa sesaat. “Ada yang salah dengan wajah saya?” Pria itu tiba-tiba berbicara dan menoleh. Mata mereka bertemu. “Ti.. Tidak, Pak!” Selena yang tertangkap basah buru-buru memalingkan wajahnya yang memerah. Selena tidak sempat melihat senyum lebar yang menghiasi wajah bosnya. *** Besoknya Selena bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan pagi dan segala keperluan Abigail. Putrinya sudah bersekolah, Taman Kanak-Kanak nol kecil. Selena terbiasa menyiapkan sendiri sarapan untuk putrinya dan dia juga yang menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan putrinya setiap hari. Ini adalah aktivitas rutinnya setiap subuh hingga pagi. Dia dan Rini, sang pengasuh, sudah berbagi tugas. Setiap pagi Rini mencuci atau nyetrika sementara Selena sibuk di dapur. Setelah itu seperti biasanya, jam setengah delapan pagi Selena akan mengantar putrinya dan pengasuhnya ke sekolah terlebih dahulu lalu dia lanjut berangkat ke pabrik. Kali ini Selena akan berangkat ke rumah bosnya. Dia berencana untuk mampir berbelanja bahan makanan dan keperluan dapur di swalayan yang berada di jalan yang dia lewati. Selena berpikir untuk mampir karena dia ingin praktis, tidak perlu bolak-balik lagi. Sekalipun belanjaan yang cukup banyak itu merepotkan juga karena lumayan berat. Jam delapan lebih sepuluh menit Selena tiba di rumah bosnya. “Kamu terlambat! Padahal ini baru hari pertama masuk kerja.” Sebuah suara terdengar begitu Selena memarkir sepeda motornya. Selena mendongak ke asal suara itu. Pria itu berdiri di teras sambil bersedekap. Sepasang mata kelamnya menatap Selena tajam. Pria itu sepertinya baru habis berolah raga, karena dia masih mengenakan sepatu kets dan baju kausnya basah oleh keringat. “Maaf, Pak, saya tadi mampir dulu di swalayan membeli beberapa bahan makanan dan keperluan dapur. Sekalian lewat, Pak, biar tidak bolak-balik lagi.” Selena memberitahu lalu meraih tas kresek lumayan besar berisi belanjaan dari atas sepeda motor. “Mari saya bantu bawakan.” Selena terkejut bosnya tiba-tiba sudah berada di sampingnya. “Tidak usah, Pak. Biar saya saja,” Selena menolak halus, tidak enak seorang bos membawakan tas belanjaan. “Itu terlalu berat buat kamu.” Pria itu tetap bersikeras.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN