Bab 11 Bertemu Perempuan Jahat

1514 Kata
Bosnya yang berdiri sangat dekat dan kata-katanya barusan membuat Selena salah tingkah. Sikap bosnya ini benar-benar mengaburkan kesan buruk yang pernah ada tentang bosnya. “Mari tasnya saya bawa.” Ia membungkuk di samping Selena, mengambil alih tas belanjaan itu dari tangan Selena dan langsung membawanya masuk. Selena terpana dengan kata-kata bosnya. Waduh! Lama-lama dia bisa jatuh cinta kalau bosnya selalu penuh kejutan seperti ini. “Kali berikut kalau mau berbelanja minta diantar pak Saleh saja.” Pria itu berkata sambil menjinjing tas yang cukup berat itu. Selena hanya bisa mengikutinya sambil geleng-geleng kepala. Tidak mengerti dengan sikap bosnya. Dia pikir tadi dia akan dimarahi, ternyata bosnya malah turun tangan membawa tas belanjaan. Ah! Tidak apalah. Karena tas belanjaan itu memang cukup berat. Selena langsung mengikuti ke dapur. Di ambang pintu dapur dia mendengar bosnya sedang berbincang dengan seseorang. “Mulai hari ini ada Selena yang akan bertanggung jawab mengatur segala sesuatu di rumah. Nanti tolong Mbok Ima bantu-bantu, ya. Dia akan bekerja di sini sampai sampai si Yuli datang.” “Baik, Tuan.” “Selamat pagi..” Selena masuk ke dapur sambil mengucapkan salam. “Selamat pagi..” Mbok Ima yang menjawabnya. “Ini orangnya, Mbok. Nanti dituntun ya, kalau ada hal-hal yang belum Selena pahami.” Bosnya memperkenalkan Selena. “Baik, Tuan. Non jangan sungkan-sungkan untuk bertanya ya!” “Siap, Mbok!” Selena menjawab sambil mendekat dan menjabat tangan mbok Ima sambil tersenyum ramah. “Tolong siapkan sarapan. Saya mau mandi dulu.” “Baik, Tuan.” Mbok Ima menjawab sambil berjalan ke ruang makan. Selena mengikuti perempuan yang kira-kira sudah berusia enam puluhan tahun itu. “Biasanya bos sarapan apa, Mbok?” Selena bertanya sambil membuka kulkas, dia melihat isinya masih cukup banyak, tapi kebanyakan s**u kotak dan bermacam-macam cemilan. Mungkin ini stoknya si gadis remaja. “Biasanya tuan hanya makan roti ditemani secangkir kopi, Non.” “Oh.. Begitu. Ya sudah, biar saya siapkan, Mbok.” “Baik, Non. Kalau begitu mbok mau menyelesaikan cucian dulu.” “Iya, Mbok.” Sepeninggal mbok Ima, Selena menyiapkan roti dan kopi untuk sarapan bosnya. Sambil menunggu bosnya datang untuk sarapan, Selena memasukkan belanjaan ke dalam kulkas yang ada di dapur. Tepat setelah semua sudah tersusun rapi di kulkas, bosnya datang di ruang makan dan memanggil Selena. Selena bergegas ke ruang makan dan melihat bosnya sudah duduk di meja makan sambil menyeruput kopi. “Ini siapa yang buat?” Bosnya bertanya sambil masih memegang cangkir kopi dengan kedua tangannya. “Saya yang membuatnya, Pak? Ada yang kurang?” Dahi pria di depannya berkerut setelah kembali menyesap kopi di tangannya. Seketika Selena dihinggapi rasa kuatir. “Tidak. Ini manisnya sudah pas. Kamu sudah sarapan?” Bosnya menatap Selena dengan dahi berkerut. Selena menarik napas lega. “Sudah. Saya sudah sarapan di rumah, Pak.” Jawabnya pelan. “Bagus! Kamu harus punya banyak stok tenaga. Karena setelah ini ada banyak pekerjaan yang harus kamu kerjakan. Kamar saya dan kamar putri saya tolong dibereskan. Setelah itu tolong rapikan juga ruang kerja saya.” “Baik, Pak!” Selena menjawab patuh. Dia masih berdiri di seberang meja makan besar itu. Bosnya menyelesaikan sarapannya. “Tolong ambilkan tas kerja saya. Tadi saya taruh di meja bulat depan kamar.” “Baik, Pak!” Selena bergegas pergi ke tempat yang ditunjuk bosnya. Benar saja, tas kerja pria berwarna cokelat terbuat dari kulit itu tergeletak di atas meja. Dia meraih tas itu dan melangkah kembali ke ruang makan, namun Selena melihat bosnya sedang berjalan menuju pintu depan. Rupanya beliau sudah selesai sarapan. Selena segera menyusul si bos dan menyerahkan tas kerjanya yang cukup berat, mungkin berisi banyak dokumen kantor. ”Ini tasnya, Pak!” “Terima kasih. Sebentar satu jam sebelum pulang kamu beri les matematika pada putri saya.” Selena mengangguk kecil. “Iya, Pak!” “Oh ya, satu lagi, tolong siapkan makan siang yang enak. Saya akan pulang makan siang nanti.” “Menu apa yang bapak inginkan untuk makan siang, Pak?” “Terserah kamu. Saya tidak pilih-pilih makanan, tapi saya tahu bagaimana rasanya makanan enak. Jadi terserah kamu mau masak apa, yang penting enak dan tidak terlalu pedas. Lambungku tidak kuat menerima makanan yang terlalu pedas. Oke? Anggap saja ini tantangan pertama buat kamu.” Waduh! Ini namanya tantangan berat. Selena mendesah dalam hati. Tapi, dia tidak boleh mengeluh. Sudah syukur dia mendapat pekerjaan ini, jadi tidak perlu kuatir tabungannya kebobolan lagi. Untuk menjamin hidup putrinya, Selena mau bekerja keras. Setelah bosnya berangkat ke kantor, Selena memulai tugas beres-beres. Diawali dari kamar bos muda. Kamar ayah dan anak itu terletak bersebelahan. Begitu masuk, Selena melihat sebuah kamar yang sangat luas ditata apik dengan warna dinding abu-abu dengan aksen wallpaper bercorak coral warna biru pupus di area kepala tempat tidur. Furniture berupa lemari pakaian rak TV dan meja nakas semua dicat hitam. Tempat tidurnya king size, tertutup bed cover kombinasi warna putih dan abu-abu. Kesan maskulin sangat kuat terasa begitu memasuki kamar itu. Kamar itu juga memiliki jendela besar, membuat pencahayaan dari luar bisa masuk sempurna dan membuat kamar menjadi terang tanpa menyalakan lampu. Selena terkagum-kagum melihatnya. Bukan karena kamarnya yang sangat mewah dan luas atau pun penataannya yang sudah pasti hasil sentuhan tangan desainer interior profesional, tetapi kesan yang Selena dapatkan adalah bos mudanya ternyata orangnya rapi dan bersih. Begitu Selena masuk, kamar itu sudah rapi. Dia tidak melihat seprei acak-acakan atau baju yang diletakkan di sembarang tempat. Juga tidak ada abu dan puntung rokok berserakan di lantai. Mungkin bos muda tidak merokok? Selena tidak menemukan asbak di mana-mana. Juga di kamar itu tidak ada bau rokok sama sekali. Syukurlah kalau begitu, karena Selena tidak suka bau asap rokok. Jadi hanya sedikit hal yang bisa Selena lakukan dalam tugas beres-beres pertama kalinya ini. Dia hanya merapikan beberapa buku yang diletakkan secara acak oleh bosnya di beberapa tempat. Kalau dilihat ada beberapa buku tentang hukum dan topik yang berhubungan dengan profesi pengacara. Ya, wajar saja, profesi utama bosnya kan pengacara. Selena menyapu lantai dan mengepel. Sebelum itu dia memeriksa kamar mandi dan menemukan tempat itu juga rapi. Keranjang baju kotor sudah kosong, mungkin sudah diambil mbok Ima yang sudah memulai aktivitas mencucinya sejak pagi-pagi tadi. Setelah membereskan kamar bos muda, Selena lanjut membereskan kamar si nona muda. Nah, kalau kamar ini lumayan berantakan. Biasalah kamar anak remaja, apa lagi pagi-pagi sudah harus buru-buru ke sekolah. Tapi kekacauan kamar Kezya tidak terlalu ekstrim juga, hanya bed covernya yang acak-acakan dan beberapa buku yang berserakan di lantai yang berkarpet tebal. Sepertinya putri bosnya ini punya kebiasaan belajar sambil lesehan di lantai. Selena dengan cepat membereskan kamar dengan nuansa sangat cewek itu, interiornya dominan warna biru muda dan putih. Yang dipilih warna-warna pastel yang soft dan menenangkan. Sepertinya gadis muda ini penggemar film Frozen, karena ada lukisan karakter film itu yang memenuhi salah satu dinding kamar. Selena memperhatikan setiap sudut kamar itu dengan seksama. Dia mendapat inspirasi untuk kamar putrinya kelak, kalau mereka sudah punya rumah sendiri. itu rencana jangka panjang Selena. Dia tidak mau hanya mengontrak rumah terus. Putrinya butuh tempat tinggal yang lebih baik. Bagian terakhir tugas beres-beres pagi itu adalah membereskan ruang kerja bos muda yang ada di bagian pojok timur rumah. Bersebelahan dengan ruang makan. Di tempat ini Selena juga tidak melakukan banyak hal, hanya merapikan meja, rak buku dan menyapu lantai. Karena yang punya ruangan tergolong orang yang bersih dan rapi, jadi tidak terlalu merepotkan. Beres sudah, sesuai instruksi tuan muda. Selena keluar dari ruang kerja bos sambil bersenandung. Hari ini suasana hatinya sedang baik, karena semangat melaksanakan tugas baru di hari pertama, demi dan untuk segenggam berlian. Hehehe… “Siapa kamu?” Sebuah suara ketus mengejutkan Selena tepat saat dia menutup pintu di belakangnya. “Saya pembantu sementara di…” Jawaban Selena terputus begitu matanya melihat siapa pemilik suara ketus tadi. Perempuan jahat itu! Berdiri di tengah ruangan sambil bersedekap. Pandangannya penuh kebencian. Bagaimana dia bisa ada di sini? Bukankah pak Andromeda bilang perempuan itu bukan istrinya? Selena bertanya bingung dalam hati. “Kamu pembantu baru?” Perempuan itu bertanya dengan nada melecehkan. “Hanya pem…” “Mari ke sini kamu!” Tiba-tiba perempuan itu mencekal dan menarik tangan Selena dan setengah menyeretnya ke arah toilet tamu. Dia menyentak pintu toilet hingga terbuka dan mendorong Selena ke dalam. “Cuci sampai bersih!” Perintahnya sambil bersandar di ambang pintu toilet. Selena menatap perempuan itu marah. “Kamu siapa? Kenapa sok memerintah seolah kamu nyonya di rumah ini?” “Saya calon nyonya di rumah ini. Saya calon istri Andromeda. Kenapa?” Perempuan itu mendekati Selena sambil menyeringai. Selena terkejut. Jadi bukan istri, tapi calon istri? “Kamu jangan melawan perintah saya, atau hari ini juga kamu akan berakhir!” Perempuan itu kembali berbicara. Ada nafsu menyakiti di wajahnya. Selena melihat itu dengan jelas. Dia melempar sikat di tangannya dan dengan cepat mendorong perempuan itu hingga agak terhuyung ke belakang. “Kamu belum menjadi nyonya di rumah ini, jadi kamu tidak berhak menindasku!” Ujar Selena emosi. Dia melangkah keluar dari toilet, melewati perempuan itu. “Auww!” Selena menjerit, tiba-tiba merasa kulit kepalanya nyeri dan kesemutan. Perempuan itu menjambak rambutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN