Bab 9 Apakah Kamu Orang yang Jujur?

1074 Kata
“Rumah saya tidak terlalu jauh dari pabrik dan alamatnya gampang diingat.” Ucap bos muda sambil memutar kemudi perlahan. Pria itu terlihat santai. "Iya, pak." Selena menjawab pendek. Tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Maaf, Pak. Saya ijin menelpon pengasuh anak saya sebentar." "Oke, silakan." Selena segera mengeluarkan ponsel dari tas selempangnya dan menggeser layar, mencari nomor pengasuh putrinya. Dia lalu melakukan panggilan yang langsung tersambung dengan cepat. “Selamat sore, Bu!” Terdengar suara Rini, pengasuh Abigail, putrinya. "Selamat sore. Rin, Abi sedang apa?" “Ini baru bangun tidur, Bu.” "Oh. Nanti tolong mandikan Abi lalu buatkan s**u ya, Rin. Saya pulangnya agak terlambat, masih ada urusan." “Iya, baik, Bu.” "Terima kasih, Rin." Selena mematikan ponselnya dan dimasukkan kembali ke dalam tas. Tak lama berkendara, mobil terasa melambat dan kemudian membelok perlahan memasuki pintu gerbang sebuah rumah megah. Rumah itu hanya terdiri dari satu lantai namun sepertinya cukup besar. Fasadnya menampilkan desain rumah minimalis modern yang banyak ditemukan di kota-kota besar. Selena takjub melihat arsitektur rumah itu. "Ayo turun. Kamu bisa mengingat alamat rumah ini, kan?" Suara si bos membuat Selena mengalihkan perhatian Selena. "Bisa, Pak." Selena menjawab cepat sebelum membuka pintu mobil dan menjejakkan kakinya di luar. Rumah itu berada di lingkungan yang belum padat permukiman. Lingkungan sekelilingnya memiliki suasana yang masih asri. "Mari, saya akan jelaskan tugas-tugas kamu." Pria itu melangkah menuju pintu depan rumah yang memiliki teras luas. Pintu depan rumah tiba-tiba terbuka dan seorang pria tua, rambutnya sebagian besar sudah memutih menyambut mereka di depan pintu. “Selamat sore, Tuan.” Pria itu menyapa sambil mengangguk hormat dan mengambil tas kerja dalam jinjingan bosnya. “Selamat sore, pak Saleh. Tolong segera jemput Kezya, ini dia barusan kirim WA sudah minta dijemput.” “Baik, Tuan.” Pria itu menjawab sambil membungkuk lalu berjalan mendahului membawa tas kerja sang bos. Selena mengikuti bosnya memasuki rumah besar itu sambil tersenyum dan mengangguk pada pria tua itu. Melewati pintu depan, ada foyer yang cukup luas yang dilengkapi beberapa perabotan yang berfungsi ganda sebagai tempat penyimpanan. Dindingnya yang dicat warna toska memberi kesan hangat. Suasana rumah terasa semakin nyaman saat masuk lebih dalam. Rumah itu selain luas juga dilengkapi perabotan-perabotan mewah. Namun rumah itu begitu sepi. Selena menatap punggung bosnya yang sedang berjalan di depan. Suasana rumah ini terlalu sepi dan tidak ada barang-barang yang berantakan seperti biasanya rumah keluarga yang memiliki anak kecil. Apakah bos belum pernah berkeluarga? “Di rumah ini saya tinggal bersama putri saya. Namanya Kezya, dia sudah berusia remaja. Ada seorang supir, bapak yang tadi membukakan pintu, bersama istrinya. Dan ada seorang ART yang sudah sempat saya ceritakan tadi. Mereka yang selama ini menemani putri saya.” Bos muda Selena berkata seolah bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan. “Lalu tugas saya apa saja, Pak?” “Silakan duduk dulu.” Pria itu mempersilahkan Selena duduk di sofa ruang keluarga yang sangat luas yang dilengkapi televisi layar datar yang besar. Bos Selena mulai menjelaskan setelah Selena duduk dan dia sendiri duduk di sofa panjang di depannya. “Tugas kamu mengatur segala sesuatu di rumah ini, mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari, mengatur rumah agar tetap bersih dan nyaman, memasak, dan menyiapkan semua keperluan putri saya.” Selena merasakan ketegangan mendengar penjelasan bosnya. Pekerjaannya banyak sekali, tapi dia yakin dia mampu melakukannya. Toh itu semua pekerjaan yang sudah dia lakukan sehari-hari bahkan sejak dia masih sekolah dulu. “Untuk pekerjaan mencuci dan menyetrika itu sudah tugasnya mbok Ima, istrinya pak Saleh. Untuk mengurus taman dan halaman rumah, itu sudah menjadi tugas pak Sale. Nanti kamu bisa bertanya pada mbok Ima untuk hal-hal yang belum kamu mengerti. Kamu juga bisa meminta bantuan mereka untuk melakukan beberapa pekerjaan lain.” “Siap, Pak!” Selena menjawab cepat. Sedikit lega kerena ternyata dia tidak bekerja sendiri, ada mbok Ima dan pak Saleh yang bisa diminta bantuannya. Suami istri itu pasti sudah sangat menguasai pekerjaan dan seluk beluk rumah ini. “Oh ya, satu lagi, saya ingin kamu memberi les tambahan pelajaran matematika pada putri saya. Kamu bisa kan mengajar matematika pada anak SMP kelas dua?” Selena terdiam sejenak. Memberi les tambahan? Pelajaran matematika pula? Kalau untuk tugas ini Selena sama sekali belum memiliki pengalaman apa-apa, dan dia juga bukan orang yang memiliki kesabaran ekstra untuk mengajar anak-anak. Tapi… “Kamu bisa kan?” Bosnya mengulang pertanyaannya, memotong pikiran Selena.. Setelah berpikir sejenak, Selena akhirnya menjawab, “Saya usahakan, Pak.” Dia tidak mau kehilangan gaji setengah bulan, jadi dia akan berusaha melakukan semua pekerjaan yang sudah bosnya perintahkan. “Oke. Saya harap kamu bisa melakukan tugasmu dengan baik. Jam kerjamu dari jam delapan pagi sampai jam empat sore. Hari Sabtu, seperti juga di pabrik, kamu cukup bekerja setengah hari, sampai jam dua belas siang saja. Mulai besok setiap jam delapan pagi kamu sudah harus masuk kerja.” “Baik, Pak!” Selena mengangguk. Bos muda tampan di depannya menatap Selena dengan pandangan menilai. Beberapa saat kemudian dia bertanya. Pertanyaannya membuat Selena terkejut. “Apakah kamu orang yang jujur?” “Ya! Saya orang yang jujur, Pak.” Tanpa ragu-ragu Selena menjawab sambil balas menatap bosnya tanpa berkedip. Sekalipun tatapan mengintimidasi bosnya membuat hatinya sedikit bergetar, tapi Selena mengeraskan hatinya untuk tidak mengalihkan pandangannya. Pertanyaan bosnya menurut Selena cukup aneh, dan dia menunggu dengan penasaran apa yang akan dikatakan bosnya setelah itu. “Oke. Saya berharap kamu benar-benar jujur.” Bosnya terlihat mengambil sesuatu dari dompetnya. “Pegang kartu ATM ini untuk membeli semua kebutuhan dan kamu wajib membuat laporan setiap akhir minggu.” “Baik, Pak!” Selena tidak berniat membantah dan menerima kartu yang diberikan bosnya lalu diselipkan ke dalam dompetnya. Dia akan membuat pembukuan khusus untuk setiap rupiah yang akan dia belanjakan kelak. Sehingga dia tidak akan kecolongan dan justru mendapat sanksi yang lebih berat kerena dinilai tidak jujur dan tidak mampu bekerja. “Kamu wajib memasak menu makan siang yang enak setiap hari karena saya akan selalu pulang makan siang di rumah.” “Baik, Pak.” “Oke. Saya kira semuanya sudah jelas. Ayo saya antar kamu pulang kembali ke pabrik.” Dengan cepat pria itu berdiri dan melangkah keluar. Selena buru-buru menyusulnya. Belum lagi sampai di pintu utama, dia mendengar suara ceria kekanak-kanakan di luar, lalu sosok seorang anak perempuan bertubuh bongsor melesat masuk, nyaris menabraknya. Untung Selena sigap menghindar dengan menggeser tubuhnya ke samping. “Kamu siapa?” Remaja tanggung itu berhenti lalu berbalik dan bertanya dengan pandangan ingin tahu. “Saya..”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN