Bab 6 Kesalahan Fatal

1291 Kata
“Kamu tidak percaya rambut ini benar-benar ditemukan di kaleng ikan ini?” Bos muda bertanya, nada suaranya terdengar tidak senang. “Bbu.. Bukan, Pak. Saya hanya bingung, Pak.” Selena tergagap menjawab pertanyaan bosnya. Dia mengalihkan tatapannya dari benda horror di atas meja. Dia pernah mendengar cerita bagaimana beberapa orang karyawan yang menduduki posisi tinggi di perusahaan dipecat karena masalah-masalah seperti ini. "Tidak perlu bingung.” Pria itu menukas. “Saya hanya mengambil satu kaleng ikan hasil produksi kemarin siang, mencoba memeriksanya dan menemukan ini." "Tapi bagaimana bisa gumpalan rambut itu ada di dalam kaleng ikan, Pak? Semua prosedur quality control sudah diterapkan dengan ketat pada semua tahapan produksi dan semua pekerja juga sudah melewati pemeriksaan. Bahkan setiap dua jam sekali saya dan teman-teman melakukan pengawasan di area produksi, untuk memastikan semua prosedur itu tetap dijalankan." Selena mengungkapkan kebingungannya. "Saya sendiri yang mengambil kaleng ikan ini di bagian packing dan saya sendiri juga yang membukanya lalu menemukan benda menjijikkan ini. Kamu masih berpura-pura bingung? Ini semua salah kamu. Kamu tidak becus menjalankan tugas sebagai supervisior quality control. Karena itu kamu saya skors selama dua minggu." "Tapi, pak..." "Tidak ada tapi-tapian. Kalau sampai konsumen yang menemukan ini dan melaporkannya pada yang berwenang, perusahaan akan menerima sanksi yang sangat berat, malah bisa terancam ditutup. Jadi kamu harus bersyukur saya yang menemukannya. Mulai besok sampai dua minggu ke depan tidak perlu masuk kantor dan renungkan apa kelalaianmu." Bos muda berbicara sambil menatap Selena dingin. Sorot matanya yang tajam terasa menusuk. "Apakah itu berarti gaji saya akan dipotong selama dua minggu, Pak?" Selena bertanya gelisah. "Ya. Aturannya seperti itu. Kamu harus bersyukur saya tidak memberikan denda.” “Tapi, Pak, tidak bisakah saya diberi sanksi yang lain selain skors? Saya tahu saya harus bertanggung jawab, tapi saya keberatan kalau harus diskors dan penghasilan saya dipotong, karena saya sangat memerlukannya untuk biaya hidup, Pak.” Selena berusaha membuka peluang negosiasi. Dia sudah menghitung dalam hati nilai gajinya yang akan dipotong. Itu cukup besar. Dan Selena gemetar membayangkan harus kehilangan uang sebesar itu. Jumlah itu cukup untuk biaya hidup bersama putrinya dan sang pengasuh selama satu bulan penuh. “Itu hukuman yang pantas untuk kesalahan fatal yang sudah kamu lakukan. Seharusnya kamu dipecat.” Bos muda menatap Selena sekilas dengan rahang mengeras. “Oke. Pembicaraan ini sudah selesai jadi silakan pergi." Pria dingin di depannya tidak menatap Selena lagi. Selena masih ingin berbicara, tapi pria itu sudah melambaikan tangannya, memintanya pergi dengan tidak sabar. Selena berbalik dengan perasaan sedih. Dia melangkah ke arah pintu dengan wajah murung. Benar kata temannya tadi, bos muda itu memang sosok yang mengerikan. Diskors dan dipotong setengah bulan gaji bagaikan mimpi buruk bagi Selena bahkan semua karyawan di mana pun. Pria itu ternyata sama jahatnya dengan sang istri. Apakah dia sengaja melakukan ini? Selena terjebak antara perasaan sedih, kuatir, kesal dan tak berdaya. Dia bosnya. Selena bisa apa? Dia hanya bisa menerima nasib dengan pasrah. "Kalau kamu ingin tetap menerima gaji, saya punya tugas lain untuk kamu." Tangan Selena yang sudah hampir menjangkau handel pintu berhenti, menggantung di udara begitu terdengar suara di belakangnya. Dengan cepat Selena berbalik dan bertanya dengan antusias, “Tugas apa, Pak?” Dia tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya. “Menjadi ART sementara di rumah saya.” Selena tertegun sejenak, namun dia kemudian bertanya sambil menyeringai lucu. "ART? Asisten Rumah Tangga maksud bapak?" Bos muda di depannya ternyata punya selera humor juga. Selena tersenyum karena merasa bosnya bercanda. Tapi pria di depannya itu bergeming. Wajah datarnya membuat Selena serasa menabrak tembok. Senyum Selena perlahan memudar. Pria itu serius dan sepertinya dia mulai tidak senang dengan reaksi spontan Selena. Pria itu menatap Selena dingin saat berkata, "Asisten Rumah Tangga, itu tugas lain yang saya tawarkan. Kalau kamu berminat, kamu akan melakukan tugas itu selama dua minggu saja." Tak bisa menahan diri, Selena tertawa sumbang sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ide dari mana sampai bos muda ini ingin dia bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga? Alarm di kepala Selena seketika berbunyi. Selena tertegun, pikirannya menjadi cerah seketika. Fix! Ini balas dendam. Harga diri Selena tiba-tiba bangkit. Dia tidak mau manusia-manusia jahat ini mempermainkan hidupnya. Rasa bersalah yang diperlihatkan oleh pria itu kemarin ternyata palsu. Dan untung saja dia tidak mengambil uang yang diberikan olehnya. Rupanya dia hanya berpura-pura baik. Selena akhirnya berhadapan dengan wajah aslinya. Lalu sekarang pria itu akan mendorongnya ke depan istrinya untuk ditindas? Tidak! Dirinya tidak selemah itu. Memikirkan semua itu, Selena tersenyum sinis. Dia menatap pria itu tajam dan berkata, “Saya mengerti sekarang. Bapak melakukan semua ini sebagai balas dendam atas kejadian di mall beberapa hari yang lalu, kan? Maksud bapak menawarkan pekerjaan ART supaya istri bapak yang berhati kejam itu bisa menindas saya? Maaf, Pak. Saya tidak sebodoh yang bapak kira, dan saat ini juga saya menyatakan mundur dari perusahaan ini. Saya tidak sudi bekerja untuk orang-orang jahat yang tidak punya hati seperti kalian. Permisi!” Dengan kepala terangkat Selena menatap pria itu untuk terakhir kalinya sebelum berbalik. “Berhenti!” Selena baru saja akan berbalik keluar ketika mendengar teriakan bosnya. Ruangan itu memiliki sistem pendingin udara terbaik namun saat ini Selena merasa gerah. Rasa sakit hati yang dia rasakan waktu melihat putrinya disakiti kembali meremas dadanya. “Saya memang hanya bawahan, Pak. Kami orang kecil yang mungkin hanya dianggap sebagai alat permainan, karena harus menggantungkan hidup pada pengasihan orang-orang kaya seperti bapak. Tapi bapak perlu tahu, bahkan sekalipun saya sudah sangat membutuhkan uang, saya tidak akan bekerja pada manusia bengis seperti istri bapak.” “Saya tidak punya istri. Jangan terus-terusan menyebut itu di depan saya. Mengenai peristiwa di mall, sesungguhnya saya sangat malu atas kejadian itu. Dan saya minta maaf untuk itu.” “Jadi perempuan mengerikan itu…” “Dia bukan istri saya!” Tukas pria itu cepat. Ah! Jadi begitu. Kemarahan Selena menguap seketika. Tanda sadar dia menghembuskan napas panjang. Wajah suramnya pun seketika menjadi cerah. Dia tidak sempat melihat sorot lega di mata bosnya. Pria itu terlihat mengusap pelipisnya sebelum kembali berbicara, "Saya sangat membutuhkan ART saat ini, kebetulan ART saya sedang pulang kampung menjenguk orang tuanya yang sakit. Jadi bagaimana?" Bos muda menatap Selena lurus. Wajahnya kembali dingin tanpa ekspresi. "Saya tidak pernah menjadi ART sebelumnya, jadi maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya tidak punya kemampuan untuk itu." Akhirnya Selena menjawab, dia tetap menolak. Dia sama sekali tidak berminat dengan pekerjaan itu. Dia seorang karyawan pabrik yang sudah berpengalaman mengerjakan tugas di bagian QC selama tiga tahun. Dan dia tidak kaleng-kaleng, dua tahun berturut-turut dia mendapatkan penghargaan sebagai karyawan teladan. Dan sesungguhnya Selena tidak mau menjadi Asisten Rumah Tangga. Dia berharap kalau bisa dia diberikan tugas lain, apapun itu, asalkan tetap di pabrik. Tapi harapannya itu sepertinya tidak akan terwujud karena bosnya tidak menawarkan opsi lain. "Oke. Jadi kamu menolak? Berarti kamu tidak apa-apa kalau gajimu bulan ini berkurang?" Ohho.. Selena meringis. Tunggu! Kalau soal gaji yang akan dipotong, ini urusan lain lagi. Dan ini sangat serius. Selena meringis, mendadak merasa pusing. Sekarang dia sedang berusaha keras untuk menabung kembali setelah uang tabungannya sempat terkuras waktu serangan pandemi Covid-19 yang berdampak juga pada perusahaan ini. Selama hampir setahun mereka dirumahkan karena lockdown di mana-mana. Saat itu produksi memang tetap ada, tetapi sangat sedikit dan mereka waktu itu hanya dibayar harian, setelah sebelumnya membuat surat pernyataan. Keuangan morat-marit setelahnya. Karena itu sekarang dia tidak boleh kehilangan gajinya. Tapi bagaimana bisa dia menjadi ART? Sungguh Selena takut membayangkan tugas-tugas seorang ART yang nantinya akan dia hadapi. "Kalau selama dua minggu kamu dapat mengerjakan tugasmu dengan baik, saya akan memberimu bonus yang cukup besar. Pikirkanlah sebelum kamu menolaknya. Ini saya lakukan semata-mata karena masih mempertimbangkan kehidupan keluarga kamu, sekaligus sebagai permohonan maaf saya atas peristiwa waktu itu." Bos muda menatap Selena serius. Tatapannya melembut. “Bagaimana keadaan putrimu? Apakah dia baik-baik saja?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN