Bab 5 Diskors

1183 Kata
Tapi ini tidak benar. Selena yang merasa perlu membela diri mendongak, menatap bosnya dengan berani. Separuh wajah sang bos tertutup masker dan mengenakan kaca mata, namun terlihat jelas kemarahan di wajah pria itu. Selena tidak takut, dia maju mendekati pria itu. “Kami hanya membuat perayaan sederhana ulang tahun teman kami, Pak. Ini pun sengaja kami lakukan sebelum mulai jam kerja. Apa itu salah?” Sesaat pria itu berkedip. Ada keterkejutan di sepasang mata di balik kaca mata itu. Tapi si bos muda mengalihkan pandangannya ke rekan-rekan Selena. "Ruangan ini harusnya selalu dalam kondisi tenang agar kalian bisa bekerja dengan baik. Quality control adalah bagian yang sangat penting dari perusahaan. Kesalahan sekecil apapun bisa nyebabkan masalah besar bagi perusahaan. Ini kalian malah bertingkah seperti bocah-bocah i***t!" Di saat mereka sedang dimarahi bos muda, manajer mereka datang. Pria itu langsung membungkuk meminta maaf melihat si bos masih marah-marah. “Maafkan anak buah saya, Pak.” "Saya tidak mau hal seperti ini terjadi lagi! Jika kalian mengulanginya, saya tidak akan segan-segan memecat kalian. Kalau kalian senang dengan keributan-keributan seperti tadi, kalian tidak cocok bekerja di sini. Seharusnya kalian bekerja saja di diskotik." Pria itu kembali berbicara dengan nada dingin dan lalu berjalan keluar. Hah! Selena menghembuskan napas berat. Itulah kejadian tadi pagi, membuat d**a Selena sampai saat ini masih terasa sesak. Belum lagi hatinya tenang, dia sudah dipanggil lagi oleh bos menyebalkan itu. Ada masalah apalagi hingga dia dipanggil menghadap ke bos muda yang mengerikan itu? Selena melangkah menyusuri koridor menuju tangga ke lantai satu dengan langkah lesu. Semangat yang selalu menyala-nyala setiap kali dia datang bekerja tiba-tiba redup. Dasar bos kurang kerjaan. Selena gemas sekali dibuatnya. Bisa dibilang kemarahan si bos menjadi hal yang aneh, toh jam kerja pun belum dimulai, mereka hanya mengambil waktu sebentar sebelum tenggelam dalam kesibukan kerja yang menuntut pikiran yang benar-benar fokus dan teliti. Dan hal perti ini tidak terjadi setiap hari. Lagipula, apa yang mereka lakukan tidak mengganggu bagian lain. Ruangan bagian quality control berada dalam satu bangunan area produksi. Bedanya area produksi ada di lantai satu dan ruang kerja bagian quality control ada di lantai dua, bersebelahan dengan laboratorium. Ruangan mereka dibuat kedap suara, jadi tidak terganggu dengan suara bising mesin-mesin produksi yang sedang sibuk beroperasi. Demikian juga suara dari dalam ruangan itu tidak akan terdengar keluar. Intinya, Selena masih tidak rela menerima sikap bosnya tadi pagi. Si bos terlalu mengada-ada. Selain hal itu benar-benar tidak mengganggu, toh mereka juga melakukannya di sebelum jam kantor. Suara bising dari ruang produksi menyapa gendang telinga Selena begitu dia melewati pintu lalu menuruni tangga. Untuk bisa sampai di ruang kantor bos, dia harus berjalan sejauh hampir 200 meter, karena gedung kantor ada di area depan dan gedung pabrik pengolahan ada di bagian belakang areal perusahaan yang sangat luas itu. Cukup melelahkan. Untung saja matahari tidak terlalu terik karena ditutupi awan mendung, sehingga sinarnya yang mengenai kulit Selena tidak terasa panas. Selena melangkah melewati area peti kemas yang saat itu sedang kosong karena tiga hari yang lalu mereka baru saja melakukan pengiriman ke Jepang. Dengan melewati area itu, Selena bisa memperpendek rute yang harus dia lewati untuk bisa sampai ke gedung kantor. “Mau kemana, Len?” Seseorang menegur Selena. Selena menoleh, dan melihat senyum lelah seorang rekannya, pria yang juga merupakan supervisior di bagian receiving. “Aku dipanggil bos muda.” “Oh! Aku juga baru saja bertemu beliau. Orangnya mengerikan, Len. Hati-hati kalau begitu. Semoga kamu beruntung.” Kata rekan Selena sebelum melanjutkan langkahnya dengan cepat. Seburuk itukah? Selena mengerucutkan bibirnya dengan perasaan tidak senang. Tadi pagi dia sudah berhadapan dengan orangnya yang menurut penilaiannya sangat temperamental. Jadi sebetulnya temannya tidak mengada-ada, bos muda memang cukup mengerikan. Tiba di gedung kantor, bangunan besar tiga lantai, Selena menarik napas panjang. Ruang kantor bos mereka ada di lantai paling atas. Selena memilih naik lift dari pada naik tangga. Moodnya sedang tidak bagus, jadi dia malas untuk naik tangga seperti biasanya. “Saya disuruh menghadap sama bos muda.” Selena berbicara pada petugas resepsionis sebelum masuk ke dalam lift yang segera membawanya ke lantai tiga gedung itu. Lantai tiga adalah area kantor yang khusus ditempati oleh para pimpinan level atas. Ruang kantor bos besar hampir memenuhi separuh dari keseluruhan luas lantai tiga dan memiliki pintu lebar kokoh dari kayu jati. Selena segera mengetuk begitu dia sampai di depan pintu bercat hitam manggis tersebut dan memutar gagang pintu perlahan. “Selamat siang, Pak. Saya Selena, supervisior bagian quality control. Kata pak manajer, saya disuruh menghadap.” Selena berkata sambil berdiri di tengah ruangan luas itu. Dilihatnya sosok mengerikan itu sedang sibuk menggerak-gerakkan jarinya di layar handphonenya. Pria itu sama sekali tidak menanggapi Selena. Kepalanya tetap tertunduk. Selena tetap berdiri di tempatnya, menunggu. Beberapa menit berlalu, bosnya masih sibuk dengan handphonenya. “Maaf, Pak…” Pria itu tiba-tiba mengangkat wajahnya. Matanya menyorot dingin dan tajam. Selena tercekat. Tanpa mengenakan masker, wajah pria itu terpampang jelas. Dia pria di mall beberapa waktu lalu. Jadi suami perempuan mengerikan itu bos mudanya? Ya, Tuhan! Selena mengusap keningnya, hatinya mendadak resah. Jadi dia sudah bertengkar dan menampar istri bosnya sendiri? “Kamu…” Pria itu kembali menundukkan kepalanya, tidak memperhatikan perubahan ekspresi Selena. Dia terlihat sibuk mencari sesuatu di antara beberapa dokumen di atas meja. Dan sikapnya acuh tak acuh, seolah mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Selena berusaha bersikap tenang dan kembali mengucapkan kata-kata yang sudah dia ucapkan tadi. “Saya Selena, Pak. Supervisior bagian…” “Saya tahu!” Pria itu menukas cepat, memotong kata-kata Selena sambil mengibaskan tangannya. Sepasang matanya yang sedingin es kembali menghujam Selena. “Kamu diskors selama dua minggu!” Kata-kata pria itu seperti bom yang dijatuhkan di depan Selena. “Ap.. Apa?” Selena luar biasa terkejut. Seketika matanya yang sedang menatap gelisah ke arah pria itu membelalak, wajahnya pias. “Diskors? Maksudnya apa, Pak?” Suara Selena bergetar saat bertanya. Apa pria ini sedang membalas dendam atas apa yang Selena lakukan pada istrinya? Mungkinkah sikap bosnya ini sejak tadi pagi adalah rangkaian tindakan balas dendamnya? Kalau begitu dirinya sekarang dalam maslah besar. Selena menatap bosnya dengan sorot mata gelisah. “Kamu tidak mengerti arti kata diskors?” Pria itu bertanya setelah cukup lama menatap Selena tajam. Dahi pria itu berkerut. "Bu.. Bukan begitu.” Selena tergagap. “Maksudnya, alasan saya diskors apa, Pak? Salah saya apa?" Bos muda menatap Selena dingin. Dia lalu mengambil kaleng ikan yang sudah terbuka dan diletakkan di atas piring ceper. "Coba kamu periksa ada apa di situ?" Bos muda berbicara lagi. Suaranya terdengar kesal. Selena mendekat dan melihat apa yang diperlihatkan oleh bos muda. Ada gumpalan rambut bercampur dengan daging ikan di bagian paling atas. "R.. rrambut, Pak?" Selena menatap pria itu kaget. Seketika rasa dingin merambat di tulang belakangnya. Selena memandang ngeri kaleng ikan di depannya. Seumur-umur bertugas sebagai supervisior Quality Control, baru kali ini dia diperhadapkan dengan masalah seperti ini. Dibanding dengan masalah yang dia hadapi sekarang, masalahnya dengan istri bos muda yang tadinya sudah membuatnya ketakutan hanyalah butiran debu. Ya, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan. Selena menjerit tak berdaya di dalam hatinya. Ruangan itu hening. Leher Selena seperti tercekik oleh rasa takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN