Bab 7 Dilema Tawaran Bos

1362 Kata
Selena mengangguk. “Ya, putriku baik-baik saja. Lukanya sudah sembuh.” “Oh, syukurlah!” Bos Selena menghela napas lega. Mata dinginnya yang menatap Selena sesaat berkedip, dia mengingat sesuatu, tapi terlihat ragu-ragu dan akhirnya memutuskan untuk tidak mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Setidaknya dia sudah mendengar kabar baik setelah kejadian memalukan itu dan bersyukur gadis kecil yang cantik seperti ibunya itu tidak kenapa-napa. Melihatnya waktu itu, dia gadis yang sehat dan dirawat dengan baik oleh keluarganya. Suasana hening. Selena tetap berdiri di sana, perasaannya sudah tenang. Bos muda terlihat rileks. Kesempatan itu Selena gunakan untuk mencoba peruntungannya. "Tidak bisakah saya tetap bekerja di pabrik, Pak? Saya bersedia bekerja apa saja asal tetap di pabrik.” Tapi suasana hati bos rupanya dengan cepat kembali ke habitatnya. Jadi Selena hanya mendapat jawaban bernada dingin dan sedikit kesal dari pria itu. "Saya kira toleransi yang saya berikan sudah cukup besar untuk orang yang sudah melakukan kesalahan fatal seperti ini. Apa yang kamu lakukan akan berimbas sangat buruk pada keberlangsungan hidup perusahaan. Saya bisa saja langsung memecat kamu!" "Maaf, Pak." Selena menundukkan kepalanya. Sedikit terintimidasi oleh aura bosnya. Suasana ruangan itu kembali hening. Selena tidak berani lagi menatap mata bosnya dan tetap menunduk. Keheningan itu terasa menyiksa. Setelah beberapa menit berlalu, suara bosnya kembali terdengar. Nadanya sudah menurun, tidak setinggi tadi. “Oke! Kamu pikirkanlah dulu tawaran saya. Sebentar sebelum pulang saya tunggu jawaban kamu. Pergilah! Selesaikan semua tugasmu untuk hari ini karena mulai besok sampai dua minggu ke depan kamu tidak masuk kerja lagi." "Baik, Pak! Terima kasih." Selena menjawab dan tanpa mengangkat kepala dia segera berbalik, meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat. Setelah berada di luar ruangan bos besar yang untuk sementara ditempati bos muda, Selena menarik napas panjang berkali-kali dan menghembuskannya cepat, mencoba melegakan dadanya yang terasa sesak. Beginilah nasib punya bos temperamental. Harus kuat, setiap saat berolah raga jantung. Seperti hari ini, kejutan yang dialami sejak pagi sudah cukup lumayan, eh, ternyata Selena masih harus mendapat tambahan shock terapi. Tapi mau bagaimana lagi, dia kan bosnya, sebagai bawahan hanya bisa menuruti apa keinginan bos. Sebetulnya secara penampilan pria itu sangat menarik. Wajahnya sangat tampan, tipikal wajah keturunan aristokrat, berhidung mancung, rahang kokoh dan sepasang mata gelap yang menyorot tajam. Wajah dan potongan rambut bergelombangnya mengingatkan Selena pada aktor favoritnya Kit Harington. Hanya saja wajah bos muda terlihat lebih tirus, karena mungkin tubuhnya lebih kurus. Selena sempat terpana melihatnya tadi. Rupanya pria itu sangat familiar karena Selena sudah beberapa kali melihatnya dalam foto keluarga berukuran sangat besar yang dipajang di dinding ruang kantor bos besar. Ah! Rasanya melegakan mengetahui perempuan mengerikan itu bukan istrinya. Tidak terbayangkan kalau perempuan itu istri pak Andromeda dan sekali waktu dia mengambil alih kepemimpinan di perusahaan ini. Bisa-bisa karyawan satu perusahaan akan melakukan demo. Betapa tidak, lihat saja bagaimana sikapnya waktu gaunnya tidak sengaja kena es krim. Sama sekali tidak ada rasa belas kasih pada anak kecil. Nah! Pada anak kecil saja sudah demikian kejam, bagaimana pula kalau sudah berhadapan dengan sesama orang dewasa? Kehadiran orang-orang seperti itu hanya akan menjadi racun dalam suatu komunitas. Karena itu Selena sangat bersyukur perempuan itu bukan istri bosnya. Selena melangkah cepat kembali ke ruang kerjanya. Matahari saat itu bersinar dengan sangat terik, serasa membakar kulitnya. Selena berjalan ke kantornya dengan setengah berlari. Dia tiba di sana dengan napas agak tersengal. "Ada apa, Len? Pak Andro memarahimu lagi? Apa gara-gara kejadian tadi pagi?" Rita, teman Selena yang berulang tahun hari ini bertanya kuatir ketika melihat Selena kembali dengan napas agak tersengal. Selena menggeleng lesu. "Sama sekali tidak hubungannya dengan kejadian tadi pagi, tapi aku diskors selama dua minggu." "Hah? Tapi kenapa, Len?" Ketiga temannya terkejut dan langsung mengerubunginya. "Bos muda menemukan gumpalan rambut dalam kaleng ikan hasil produksi kemarin siang." “Bagaimana bisa?” Shinta teman Selena yang lain yang sempat mendengarkan bertanya heran. “Semua pekerja sudah memakai jala rambut dan melewati alat pendeteksi sebelum masuk lokasi kerja. Apalagi itu hasil produksi shift siang.” “Itu dia. Tapi aku melihatnya sendiri tadi.” Selena berkata lesu. “Lagipula kenapa hanya kamu yang kena, Len? Seharusnya kita semua kan yang bertanggung jawab atas kejadian itu?” “Entahlah, katanya sebagai supervisior, itu tanggung jawabku.” Rita manggung-manggut. “Oh begitu. Tapi seharusnya pak Andro tidak lantas menimpakan semua kesalahan padamu, Len. Dia sudah semena-mena kalau begitu.” “Selena, ke sini sebentar!” Suara manajer menghentikan pembicaraan teman-teman Selena yang membahas nasib Selena yang mendapat sanksi cukup berat itu. Diskors berarti juga akan dipotong gaji. Ini mimpi buruk bagi semua karyawan dan teman-temannya merasa sangat prihatin dengan nasib Selena. Selena bergegas melangkah ke ruangan atasannya itu. “Bos sudah memberikan perintah pada saya untuk memastikan pekerjaan kamu hari ini beres. Mulai besok kamu istirahat dulu di rumah dan saya harus membuat surat pemotongan gaji kamu.” Manajernya yang sudah menunggu sambil berdiri bersandar di meja kerjanya langsung berbicara begitu Selena melangkah melewati pintu. Selena hanya bisa menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. Dadanya kembali terasa sesak. “Mohon maaf ini sudah kebijakan perusahaan. Saya hanya menuruti apa perintah pimpinan. Jadi selama beberapa waktu sebelum jam kerja hari ini berakhir, kamu harus sudah menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabmu.” Pak manajer menekankan sebelum beranjak duduk di kursi dan mulai sibuk mengetik di laptopnya. “Baik, Pak. Saya permisi..” Selena berkata pelan dan dijawab dengan anggukan pak Sinyo, atasannya, yang menatapnya serba salah. Selena bergegas beranjak keluar dari ruangan yang pendingin udaranya telah diatur pada suhu terendah, membuat tubuhnya sedikit menggigil. Menambah penampilan Selena semakin terlihat mengenaskan ketika kembali ke meja kerjanya. Tidak ada pilihan lain. Selena harus menerima apa yang diputuskan oleh bos dan merelakan gajinya dipotong. Sungguh Selena tidak rela, tetapi dari pada dia dipecat, skors dan pemotongan gaji masih lebih bisa diterima. “Kamu tetap diskors, Len?” Rita bertanya prihatin. Selena mengangguk. “Begitulah. Mau bagaimana lagi? Maunya bos muda seperti itu.” “Hadeeh, susahnya punya bos tampan tapi semena-mena. Kamu yang sabar ya, Len.” Shinta menepuk-nepuk bahu Selena, memberinya penghiburan. “Tapi skorsing dua minggu plus pemotongan gaji itu terlalu kejam, Shin. Apa pak Andro itu tidak punya otak dan perasaan?” Rita yang merasa kasihan pada Selena tetap merasa tidak puas. “Apa tidak sebaiknya kita berempat menghadap bos dan meminta dia memberikan sanksi itu untuk kita berempat saja? Kan dua minggu berarti dua belas hari kerja, dibagi empat jadinya tinggal tiga hari? Lalu pemotongan gaji dibagi empat juga. Bagaimana teman-teman?” “Aku setuju. Usul Rita boleh juga.” Shinta langsung menanggapi sambil mengancungkan jempolnya. “Tidak usah teman-teman. Bos muda sudah menekankan bahwa ini adalah tanggung jawabku. Terima kasih atas dukungan dan simpati kalian. Setidaknya aku bisa lebih kuat untuk menanggung pergumulan ini karena ada kalian yang terus memberiku semangat.” “Tapi, Len. Kamu itu atasan kami bertiga, jadi kita harusnya senasib sepenanggungan.” “Tidak apa-apa, Ta. Biarlah ini jadi pengalaman berharga buat aku. Terima kasih, ya. Kalian memang sahabat-sahabatku yang terbaik.” Selena berkata sambil merangkul pundak Rita. Rita mendongak, menatap Selena terharu. Selena sebetulnya atasan mereka bertiga yang hanya memiliki jabatan sebagai staf di bagian quality control. Tapi sejak awal Selena bekerja mereka sudah langsung akrab dan sekalipun pada akhirnya dipromosi, Selena tidak memperlakukan mereka sebagaimana layaknya seorang bos. Dia tetap rendah hati dan memperlakukan mereka sebagai sahabat-sahabatnya, tidak ada jarak sama sekali. Akhirnya tanpa sadar sesekali mereka lupa kalau Selena itu bos mereka juga. “Kenapa tidak kita coba saja dulu saran Rita, Len?” “Tidak usah. Takutnya bos muda tambah marah-marah dan aku malah dipecat. Dia sudah mengancamku tadi.” “Wah, mengerikan sekali, ya?” “Pak Andromeda memang mengerikan. Bukan hanya di ruang pengadilan dia tampak menakutkan, tetapi ternyata di pabrik juga. Walaupun hanya menjadi bos sementara saja dia sudah se mengerikan itu.” Fika, teman Selena yang sejak tadi hanya diam mendengarkan pembicaraan ketiga temannya akhirnya ikut berkomentar. “Pengadilan?” Selena bertanya bingung. “Oh kamu tidak tahu? Bapak Andromeda Yoshua, bos muda kita, putra tertua kesayangan bos besar itu seorang pengacara kondang yang terkenal sangar dan mampu memenangkan beberapa kasus besar yang pernah viral di berbagai media. Helloow, Selena, kamu sembunyi di mana saja selama ini?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN