Bab 3 Drama Es Krim

1397 Kata
Lima tahun kemudian….. "Heh! Anak siapa ini? Kurang ajar sekali ya!" Suara melengking tinggi itu terdengar di antara dentuman musik dan suara para pengunjung yang ramai memenuhi wahana permainan di sebuah mall sore itu. Awalnya Selena mendengarnya sayup-sayup karena dia sedang berjalan dari meja kasir, habis menukar koin untuk anaknya bermain. "Sini kamu, anak nakal!" Kembali terdengar suara melengking itu lagi. Suara itu semakin terdengar jelas. Rupanya sumber suara tadi berada di sudut yang sedang Selena tuju. Itu area dimana dia meninggalkan putrinya bersama pengasuhnya. Selena mempercepat langkahnya. Pengunjung wahana permainan itu khususnya para ibu-ibu yang mengantar putra-putri mereka bermain di area itu terlihat memusatkan perhatian mereka ke arah suara tadi. “Maaf, Bu. Dede tidak sengaja!” Terdengar suara lain, bernada rendah dan agak bergetar. Suara itu… Sepertinya Selena mengenalnya. Dia berusaha melongok ke asal suara itu, tetapi terhalang oleh mesin permainan dan pengunjung yang berjalan di depannya. Kebetulan dua orang pasangan muda dan yang cewek mengenakan high heels sangat tinggi, sehingga dengan sempurna menghalangi pandangan Selena yang sore itu mengenakan sepatu flat kesayangannya jadi hanya mampu menatap punggung si gadis. “Ini anak kurang ajar! Dia sudah mengotori gaunku yang mahal ini. Heh! Sini kamu! Rasakan ini!” Tiba-tiba terdengar jeritan, teriakan kesakitan diikuti dengan tangisan keras anak perempuan. Ya, Tuhan! Selena terhenyak. Suara itu serasa menyengat dan membekukan urat nadinya. Dengan tubuh gemetar dan d**a berdebar keras, secepat kilat dia berlari ke sumber suara itu, tak peduli tubuhnya sempat menyenggol si gadis dengan high heels tinggi itu, membuatnya sempoyongan. Mengabaikan umpatan di belakangnya, Selena terus memburu ke arah suara itu dan matanya menemukan pemandangan yang seketika membuatnya dadanya sakit. Abigail, putrinya yang baru berusia empat tahun sedang berdiri sambil menangis ketakutan di hadapan seorang perempuan. Perempuan itu membungkuk ke arah putri Selena dengan wajah garang sambil tangan perempuan itu masih menjepit lengan si gadis cilik, tidak memperdulikan teriakan dan tangisan kesakitannya. Sementara Rini, si pengasuh sedang berusaha meraih tubuh gadis cilik itu dengan wajah panik. “Maafkan dede, Bu.” “Biar tahu rasa! Anak ini sudah kurang ajar!” Perempuan itu tidak juga melepaskan jepitan jarinya di lengan gadis kecil itu. Jeritan Abigail semakin keras. "Jangan sakiti anakku!" Selena tiba di depan perempuan itu tepat ketika Rini berhasil menggendong putrinya. Sekuat tenaga Selena mendorong tubuh perempuan itu. Si perempuan yang tidak menduga sama sekali kalau akan mendapat serangan itu terhuyung ke belakang, nyaris hilang keseimbangan dan jatuh terjengkang. Untung saja tubuhnya tertahan oleh mesin permainan di belakangnya. Perempuan itu menyeimbangkan tubuhnya dan melangkah lebar mendekati Selena. Orang-orang mulai berkerumun mendengar keributan itu, tapi perempuan itu tidak peduli. “Siapa kamu?” Matanya yang memerah nyalang menatap Selena. “Aku ibunya. Cari mati kamu, berani menyakiti anakku!” Plak! Selena yang benar-benar kalap mendekati perempuan itu dan menampar pipinya sekuat tenaga. Telapak tangannya sampai terasa kebas. “Perempuan jalang! Beraninya kamu..” Perempuan itu berteriak dengan mata melotot sambil memegang pipinya yang memerah dan terasa sangat sakit. "Kamu yang jalang!” Selena balas berteriak. Dia tetap berdiri tegak di depan perempuan itu, marah dan sakit hati. Suara tangisan putri kecilnya yang saat itu sedang dalam gendongan pengasuhnya semakin membakar emosinya. Dia tidak mempedulikan kerumunan pengunjung wahana permainan yang semakin bertambah, menyaksikan keributan itu, bahkan ada yang membuat video. “Kamu bukan manusia! Teganya menyakiti anak kecil!" Selena kembali berteriak, tangannya kembali terangkat, siap melampiaskan kemarahannya. Dia terlihat seperti induk serigala yang siap bertarung untuk membela anaknya. Rupanya takut juga melihat kemarahan perempuan muda di depannya, perempuan itu melangkah mundur. "Putrimu yang kurang ajar. Lihat ini, dia mengotori gaunku." Perempuan itu memperlihatkan ujung gaunnya yang belepotan es krim. “Acara saya akhirnya terganggu karena ini.” "Kamu perempuan dewasa, bagaimana bisa memperlakukan anak kecil seperti itu? Sudah pasti anakku tidak sengaja. Dasar kamu perempuan kejam, tidak punya hati!" Selena yang masih emosi berteriak sengit. "Sudah salah bukannya minta maaf, malah marah-marah. Dasar orang-orang tidak tahu diri!" “Apa kamu bilang?” Selena kembali merangsek ke depan perempuan itu. Mendapatkan keberaniannya, perempuan itu mendekat dan mengangkat tangannya, bermaksud membalas tamparan Selena tetapi tiba-tiba seorang pria berkaca mata hitam menahan tangannya. Perempuan itu meronta, tetapi pria itu mencekal tangannya dengan kuat. "Biarkan aku memberi pelajaran pada perempuan tidak tahu diri ini. Ibu dan anak sama kurang ajarnya." “Donna! Jangan membuat malu!” Pria itu membentak. Suaranya tegas dan tidak ingin dibantah. Perempuan itu terdiam. Dia lalu hanya berdiri kaku di hadapan si pria. Oh, rupanya pria itu bersama si perempuan. Selena menatap pria itu sengit. Mungkin dia suami si perempuan yang sebelumnya entah kemana. Harusnya dia tidak membiarkan istrinya yang jahat ini berjalan sendiri. Selena menatap pasangan itu dengan benci. Kehadiran pria itu mengalihkan perhatian orang-orang. Dia seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan aura tegas yang mengintimidasi. Sepertinya bukan orang sembarangan. Pemunculannya begitu tiba-tiba. Rupanya dia bersama perempuan itu. “Kamu pulang sekarang. Saya akan membereskan kerusakan yang kamu timbulkan.” “Tapi, Andro..” Perempuan itu menatap pria itu enggan. “Pergilah, Donna! Atau saya akan memanggil petugas security mall untuk membawamu keluar? Pergilah sebelum kamu menjadi viral dan dihujat oleh netizen.” Rahang pria itu mengeras. Kelihatan dia sangat marah. Akhirnya perempuan itu pergi, setelah memelototi Selena. Selena mencibir. Dia benci sekali melihat pasangan itu. Dan sikap pria itu juga tidak mampu membuat rasa sakit hatinya hilang. Dia melihat sendiri bagaimana perempuan itu dengan kejam menyakiti putri kecilnya. Tadi dia ingin sekali dia mengacak-acak wajah perempuan itu. "Sakit, Mommy.." Suara rintihan dan isakan putrinya membuat Selena tersadar. Dia berbalik lalu mengambil alih tubuh putrinya dari gendongan pengasuh. "Mommy.. Mommy.." Abigail menyandarkan kepalanya di d4da ibunya dan kembali menangis sesenggukan. "Iya.. Cup.. Cup.. Sayang... Nanti mommy obati, ya.." Selena mengecup puncak kepala putrinya sambil mengusap punggungnya lembut. Dadanya perih melihat keadaan anaknya. Gadis kecilnya tidak pernah dikasari, Selena selalu memperlakukannya dengan lembut dan melarang pengasuhnya berbicara keras atau bernada tinggi. Abigail memiliki hati yang lembut. Air mata Selena bergulir di pipi ketika memperhatikan lengan mungil itu dan menemukan luka bekas cubitan di bagian lengan atas. Sepertinya lukanya cukup dalam hingga berdarah. Rupanya perempuan itu memiliki kuku panjang dan tajam. Dengan panik Selena mengeluarkan tissue dari tas dan mengusap perlahan lengan putrinya yang terluka, membersihkan darahnya. "Sakit, Mommy.." Abigail merintih pelan. "Iya, Sayang. Nanti mommy obati. Sabar ya.." Selena kembali menunduk, mengecup puncak kepala gadis cilik itu, menenangkannya, sambil berusaha meredakan emosinya yang membuat dadanya sesak. Untung darahnya tidak banyak, tidak keluar lagi setelah dibersihkan dengan tissue. Abigail melingkarkan tangan mungilnya di tubuh Selena erat. Selena membersit air mata di pipinya dengan punggung tangan. Untuk pertama kali putrinya diperlakukan demikian kejam. Padahal dia hanya meninggalkannya sebentar bersama Rini, pengasuhnya. "Mungkin itu perlu penanganan medis. Mari saya antar ke dokter." Sebuah suara berat mengusik Selena. Suara itu terdengar bergetar. Selena mendongak, rupanya pria itu masih di sana. Dia masih mengenakan kaca mata hitam dan penampilannya mewah. Dia berdiri di hadapan Selena dengan raut wajah dan sorot mata penuh rasa bersalah. Selena hanya menatap pria itu tanpa berbicara. Perempuan mengerikan itu sudah tidak berada di tempat itu rupanya. Tadi dia mendengar pria itu menyuruhnya pergi. "Mari, Bu. Ijinkan saya membantu." Pria itu tetap berdiri di depan Selena. "Tidak perlu. Urusi saja istri bapak yang bengis dan tidak punya hati itu." Selena menggerutu. Huh! Selena menghembuskan napas dengan keras, meredakan emosi dalam dadanya. Dia menatap pria itu kesal. Kelihatan luarnya saja yang mentereng, tapi tidak mampu mendidik istri. Selena dongkol setengah mati. “Saya akan bertanggung jawab atas kejadian ini. Mari saya antar ke dokter.” Pria itu masih ngotot rupanya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan kemarahan Selena. Selena menatap wajah pria itu kesal. “Saya sudah katakan, tidak perlu. Bapak urusi saja istri bapak. Saya rasa dia sakit, sampai tega menyakiti anak saya yang masih kecil ini.” “Karena itu, saya ingin bertanggung jawab. Dan saya minta maaf atas apa yang sudah terjadi pada putri cantik ini.” Begitu saja sebelah tangan pria itu terulur mengusap kepala putri Selena. Selena mendongak terkejut. Wajah pria itu sangat dekat dengan wajahnya. Selena berkedip. Dia seperti mengenal pria ini. “Kalau ibu keberatan saya antarkan ke rumah sakit, setidaknya terimalah ini untuk perawatan anak ibu.” Pria itu berbicara sambil membuka dompetnya dan mengeluarkan sejumlah uang lalu menaruhnya di samping Selena. “Tidak perlu, Pak…” Selena langsung menolak, tetapi pria itu sudah berbalik. Selena hanya bisa menatapnya dengan dahi berkerut. Sepertinya dia pernah melihat orang ini. Tapi di mana?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN