Bab 2 Dibuang

1231 Kata
Selena kembali menatap tubuhnya yang polos tanpa busana. Apa yang telah terjadi? Wajah Selena pias. Dia menatap ngeri ke seprei putih acak-acakan dengan bercak merah tergambar jelas di atasnya. Dengan panik dia beringsut dari ranjang dan berjalan menuju ke kamar mandi, mencari keberadaan seseorang. Tapi kamar mandi kosong melompong. Tidak ada orang lain di kamar itu. Dia sendirian. Tidak ada jejak apapun. Tetapi bercak darah di seprei dan area kewanitaannya yang luar biasa nyeri menjadi bukti seorang pria telah mengambil kehormatannya. Namun tidak ada tanda-tanda keberadaan pria itu. Yang tersisa dalam ingatannya hanyalah bayangan samar. Seingatnya, dia berjalan menjauh dari tempat pesta karena merasa ngantuk dan kepalanya mendadak pusing. Dia ingin ke kamarnya yang berada di lantai bawah untuk tidur, dia masuk lift, ada seorang pria bersamanya di dalam lift. Setelah itu blank. Tidak ada apa-apa lagi yang bisa dia ingat setelah itu. Apa yang terjadi, ya Tuhan? Selena terduduk di lantai kamar mandi dan menangis tanpa suara. Dia merasa takut luar biasa. Siapa yang tega berbuat ini padanya? Siapa di antara teman-temannya yang tega menjebaknya? Dia yakin ada seseorang yang telah merancangkan kejahatan ini dan membubuhkan obat tidur dalam minumannya. Selena membersit air matanya dan keluar dari kamar mandi dengan tubuh lesu. Rasa sakit ditubuhnya dia abaikan. Dia meraih gaun dan pakaian dalamnya yang teronggok di lantai dan dengan tangan gemetar berusaha memakaikan kembali ke tubuhnya. Dia tidak bisa berlama-lama di sini meratapi nasib buruknya. Dia harus menjaga pikirannya tetap jernih, agar bisa mencari keberadaan pria yang sudah menghancurkan kehormatannya. Dia akan membuat perhitungan dengan pria b***t itu. Selena mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar. Mungkin dia bisa menemukan sesuatu yang bisa memberinya petunjuk yang mengarahkannya ke b******n itu. Namun dia hanya menemukan sebuah dompet branded warna cokelat berbahan kulit, yang masih mulus dan menggembung karena isinya banyak. Selena tersenyum sinis. Apa pria itu berpikir dia meniduri wanita panggilan? b******k! Dia menyimpan dompet itu, sebagai bukti bahwa yang merenggut kehormatannya bukan makhluk halus. Siapa tahu dompet itu juga bisa membawanya pada laki-laki b******n itu untuk membalas dendam. Tapi terlebih dahulu dia akan membuat perhitungan dengan orang yang sudah membuat dirinya mengalami mimpi buruk ini. *** Dua jam sebelumnya... Pria itu terbangun oleh sesuatu yang berat, yang terasa menindih dadanya hingga dia mengalami kesulitan bernapas. Dia membuka mata, pandangannya gelap. Sepertinya pengaruh alkohol dan entah apa yang telah dibubuhkan oleh seseorang ke dalam minumannya, yang membuat kesadarannya terganggu belum sepenuhnya hilang. Tapi… Sepertinya bukan karena itu. Pria itu melirik ke samping dan melihat jelas cahaya terang di depan kamar mandi. Ya, kesadarannya sudah pulih dan matanya sudah dapat melihat jelas, hanya saja sesuatu yang berat itu menghalangi pandangannya, sehingga dia tidak bisa melihat apa-apa. Sesuatu yang menindihnya tubuh lembut seorang gadis, yang saat itu separuh tubuhnya menimpa d**a dan kepalanya bersandar tepat di wajah si pria. Posisi tidur yang sangat aneh. Tapi gadis itu masih tertidur pulas. Hembusan napas yang teratur mengenai daun telinganya. Membuat bulu roma di sekujur tubuhnya merinding, dan berlanjut dengan reaksi mengejutkan di bagian bawah tubuhnya. Oh, No! Pria itu segera bangun setelah mendorong tubuh gadis itu ke samping. Sambil masih duduk di atas ranjang, dia menoleh, menatap wajah tenang yang sama sekali tidak terganggu dengan gerakan-gerakan yang dia lakukan. Wajah gadis itu sangat cantik, namun tidak dia kenal. Pandangan pria itu turun, menelusuri tubuh sang gadis lebih ke bawah. Dia terkejut dan seketika melihat tubuhnya sendiri. Mereka sama-sama tidak berbusana. Ya, Tuhan! Apa yang sudah dia lakukan? Pria itu beringsut dan duduk di tepi ranjang dengan panik. Bagaimana pesta perayaan ulang tahun perusahaannya bisa berakhir seperti ini? Kepanikannya semakin menggunung ketika dia melihat ke atas seprei yang telah acak-acakan dan menemukan bercak darah di sana. Sekarang bukan lagi hanya panik, tetapi juga ketakutan. Dia sudah menghancurkan kehormatan seorang gadis. Dia ingat semalam dia menjauh dari pesta setelah merasakan reaksi aneh di tubuhnya. Tubuhnya terasa panas dan perlahan-lahan gairahnya naik. Makin lama tidak terbendung. Dia ingin melarikan diri ke kamar agar bisa berendam air dingin untuk meredakan gejala aneh itu. Pikirannya yang masih jernih mulai menyadari bahwa seseorang telah membubuhkan sesuatu ke dalam minumannya. Lalu gadis itu ada di sana, di dalam lift bersamanya, terlihat sangat mempesona dalam balutan gaun pesta berbahan halus yang dengan sempurna menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya. Ketika dia sedang bersusah payah untuk meredakan gairah yang terus melonjak tinggi, gadis itu lunglai dan jatuh ke arah tubuhnya. Begitulah akhirnya semuanya terjadi. Dia membopong gadis itu ke kamarnya. Dan dia pun menuntaskan gairah yang membuat dirinya sangat tersiksa. Dia sudah menghancurkan masa depan seorang gadis baik-baik. Pria itu mengusap wajahnya yang tiba-tiba berkeringat, padahal suhu pendingin ruangan berada dalam suhu terendah. Dia yakin gadis itu berasal dari keluarga baik-baik yang mampu membentenginya dengan pendidikan moral dan agama yang terbaik. Ya. Gadis itu sudah terlihat dewasa, bukan remaja lagi, tetapi masih berada dalam kondisi utuh. Masih perawan. Bagaimana jika dia berasal dari keluarga terpandang? Bagaimana jika keluarganya menuntutnya secara hukum? Bagaimana dengan kehidupan pribadinya, kesuksesannya yang sudah dia perjuangkan dengan sekuat tenaga? Kegelapan berputa-putar di kepalanya. Ketakutan merambati tulang belakangnya, membuat seluruh tubuhnya menjadi kaku dan sulit digerakkan. Tidak! Dia tidak bisa membiarkan kesialan ini menghancurkan kehidupannya. Pria itu segera memungut pakaiannya dan mengenakannya dengan cepat. Yang terpikirkan adalah dia harus secepatnya pergi dari tempat itu sebelum gadis itu terbangun dan mengenalinya. Dia tidak perlu mempertaruhkan hidupnya yang luar biasa untuk kesalahan bodoh ini. Lagi pula dia hanya korban. Ada orang yang sengaja menjebaknya. Dia akan mencari tahu siapa yang telah menjebaknya. Untuk menebus kesalahannya, pria itu meletakkan dompetnya di meja nakas, setelah terlebih dahulu mengambil semua kartu yang terselip di sana dan hanya menyisakan uang. Hari masih gelap ketika pria itu meninggalkan hotel dengan langkah cepat. Selena dan pria itu sama-sama tidak mengetahui bagaimana malam itu dua orang perempuan kebingungan mencari mereka di hotel itu. Yang seorang adalah sekretaris sebuah firma hukum besar yang sedang menyelenggarakan pesta di hotel itu dan seorang lagi gadis muda yang sedang merayakan kelulusan. Si sekretaris yang terobsesi membubuhkan obat perangsang agar dirinya bisa tidur dengan pria itu. Sementara si gadis muda yang penuh rasa iri dan ambisi ingin menjebak sahabatnya dengan obat tidur, sehingga bisa digauli beberapa teman prianya dan dia akan membuat video yang akan dia gunakan untuk menghancurkan reputasi gadis itu. Tapi mereka gagal menuntaskan rencana yang telah mereka buat karena orang-orang itu tahu-tahu menghilang. Tidak ada seorang pun dari kedua orang itu yang tahu apa yang telah terjadi malam itu. *** "Jadi siapa ayah anak itu, Selena? Siapa?" Suara teriakan ayahnya menyentakkan Selena kembali ke kenyataan yang tengah dia hadapi. Siapa? Dia tidak tahu. Yang dia miliki sebagai bukti kehadiran pria yang merenggut kehormatannya hanyalah sebuah dompet. Sekarang akibat perbuatan pemilik dompet itu dia mengandung seorang bayi. Lalu di mana dia bisa menemukan pria itu? Semua gelap, tidak ada bayangan apa-apa. "Kamu mau bungkam sampai kapan? Bagaimana pun laki-laki itu harus bertanggung jawab." Ayahnya mondar-mandir di hadapan Selena, mulai frustrasi. Namun Selena tetap diam. Tidak ada yang bisa dia katakan. Karena memang dia tidak tahu. "Janin itu harus digugurkan." Kata ayahnya kemudian, merasa lelah. "Itu jalan terbaik untuk menyelamatkan nama baik keluarga." "Jangan, Pa! Aku tidak mau." Selena seketika mengangkat kepalanya, suaranya bergetar. "Lalu mau kamu apa?" Sang ayah menatap Selena dengan kemarahan yang kembali tersulut. "Aku akan membesarkkan anak ini." Suara gadis itu penuh tekad. Besoknya, dengan pesawat Selena pergi jauh dari kota Manado. Keluarganya membuangnya ke tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengenalinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN