BAB 6 PATAH HATI 2

1719 Kata
Awan putih di langit yang biru ke putihan menyambut pagi hari yang cerah dengan matahari memancarkan sinarnya ke bumi. Burung-burung saling bersahutan seakan saling bercengkrama dan bercanda gurau.  Kupu-kupu terbang mengelilingi bunga-bunga seakan saling berdansa dengan kupu-kupu yang lain untuk menyambut pagi yang cerah. Di sebuah mension terlihat seorang lelaki tampan keluar dengan mengenakan pakaian biasa dan celana jins. Ia memasuki mobil mewahnya yang berwarna hitam yang terlihat mahal. Ia mengendarai mobilnya dengan pelan menikmati perjalanannya. Lelaki tampan itu yang bernama Ryuzaki memperhatikan kios-kios makanan yang ada di pinggir jalan. Tak lama kemudian sebuah mobil melaju cukup kencang dari arah berlawanan, Zaki membunyikan klakson supaya pengemudi tersebut memelankan laju mobilnya namun tak di perdulikannya, akhirnya Zaki menghindar tetapi saat mobil mereka berdampingan kaca spion mobil tersebut menggores mobil Zaki. Terdengar suara syaring saat kedua mobil tersebut bergesekan akhirnya Zaki menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Zaki keluar dari mobil mengecek keadaan mobil kesayangannya, ia pun mengerutu dan mengumpat menyadari mobilnya tergores. Ia kembali masuk kedalam mobil dan memutar arah mengejar mobil yang menggores mobil kesayangannya. Tak lama kemudia Zaki melihat mobil tersebut dan mengejar, namun entah mengapa benda segi empat itu melaju semakin kencang dan akhirnya mobil tersebut menabrak pembatas jalan. Dengan cepat Zaki mengerem mobilnya mendadak dan keluar dari mobilnya untuk menyelamatkan sang pemilik mobil yang kecelakaan. Zaki mendekati benda bersegi empat itu kini mengeluarkan asap tebal dan percikan api terlihat di bagian melakan mobil. Zaki berusaha membuka mobil namun terkunci dari dalam. Akhirnya ia mengambil sebuah batu dan memecahkan kaca pintu tersebut. Saat pintu mobil terbuka, Zaki merasa kaget, ia mengira pemilik mobil adalah seorang lelaki namun ternyata seorang wanita yang cantik. “Hey! Apa kau tidak apa-apa?” ujar Zaki. Ia mengangkat tubuh lemah itu dengan hati-hati, mengeluarkannya dari mobil dan membaringkannya di rumput jauh dari mobil. Tak lama kemudian mobil itu meledak, untungnya Zaki dan wanita tersebut telah menjauh, kalau tidak mereka berdua pasti ikut meledak. Zaki mengangkat tubuh wanita itu yang bernama Amanda dengan hati-hati menuju mobilnya dan membawanya ke rumah sakit milik ibunya yang kebetulan dekat dari tempat kecelakaan. Setibanya di rumah sakit, Zaki meminta perawat dan dokter untuk menangani Amanda secepatnya. Tak lama kemudian dokter keluar dan mengatakan Amanda baik-baik saja dan tidak mengalami hal serius. Hanya saja untuk sekarang ini ia belum sadar. Zaki masuk keruang rawat Amanda, menatap wajah manisnya yang belum sadarkan diri. Di pergelangan tangan pucatnya tertancap selang infus yang berisi cairan bening. Satu jam telah berlalu, namun wanita itu belum sadar. Kedua matanya mulai berat, akhirnya ia memutuskan untuk tidur sejenak. Ia menayandarkan kepalanya di bawah kedua tangannya di sampin Amanda,  kemudian ia tiba di alam mimpi. Tak lam kemudian, kedua kelopak mata wanita itu terbuka, wajah pertama yang ia lihat adalah wajah seseorang yang sangat tampan menurutnya yaitu Zaki yang kini tengan tertidur pulas. Ia alihkan pandangannya menyesuri tiap ruangan, ruangan yang bercat putih, dengan sebuah meja berwaran putih ada di samping ranjang, hingga ia beralih menatap tangan pucatnya yang tertancap sebuah jarum runcing yang tersambung oleh selan infus. Amanda kembali menatap Zaki yang tertidur pulas, ia hanya tersenyum getir, seharusnya lelaki itu tak perlu menolongnya. Toh, Dimas juga tidak mencintainya. Tak lama kemudian Zaki bangun saat menyadari ada pergerakan dari wanita yang ada didekatnya. Kedua mata mereka bertemu, namun Amanda hanya menatap Zaki dingin. “Apa kau tidak apa-apa?” yang ditanya hanya memalingkan wajah, tak ingin menjawab dan kembali memejamkan mata. Zaki menghembuskan nafasnya pelan. “Mungkin aku harus meninggalkannya sejenak.” Pikir Zaki dan meninggalkan Amanda sendiri di ruangan itu. Tiga hari telah berlalu, Zaki selalu menyempatkan diri mengunjungi Amanda setelah pulang dari kuliah, kini Zaki menempuh pendidikannya di sebuah Universitas ternama di Indonesia. Sampai saat ini Amanda belum ingin berbicara kepada Zaki, karena saat ia menatap Zaki maka ia akan teringat Dimas. Saat memasuki ruangan Amanda, hanya ada seorang wanita paruh baya yang kini mengupas apel untuk Amanda, dia adalah ibunya Amanda. “Ehhh, nak Zaki.” Menyadari Zaki masuk ibu Amanda mempersilahkan Zaki untuk duduk di sebuah kursi. Zaki menaruh bunga yang ia bawa untuk Amanda di meja yang tak jauh dari ranjang Amanda, sehingga wanita cantik itu dapat mencium aroma harum dari bunga tersebut. “Biar aku saja tante.” Zaki mencoba mengambil apel yang belum selesai ibu Amanda kupas. “Kalau begitu, tante keluar dulu yah.” Ibu Amanda memberikan apel dan pisau untuk Zaki dan melangkah keluar membiarkan mereka berdua dalam ruangan itu. Sebetulnya ibu Amanda berharap Zaki dan Amanda dapat bersama, mengingat ayah Zaki merupakan sahabatnya saat ia masih kecil, karena itu ibu Amanda sangat menyukai Zaki. Zaki mengupas apel yang diberikan oleh ibunya Amanda, setelah itu memotongnya menjadi enam bagian. Ia mengambil garpu di atas meja dan ingin menyuapi Amanda namun wanita itu hanya memalingkan wajah dan kembali membaringkan tubuhnya. Ia masih tidak ingin berbicara dengan Zaki. Lelaki itu kesal, seharusnya wanita itu berterima kasih padanya. Seandainya bukan karena ayahnya ia tak akan ingin mengunjungi wanita yang ada di depannya. Ayah Zaki berpesan untuk selalu menemui Amanda jika Zaki pulang dari kuliah. Akhirnya, di sinilah ia, menatap wanita yang tak tahu terima kasih pikirnya. “Kalau tak mau makan ya sudah.” Zaki menaruh apel yang ia kupas di sebuah piring atas meja. “Bukankah seharusnya kau berterima kasih padaku?” “Tak seharusnya kau memperlakukanku seperti ini.” “Jika bukan karena ayahku, aku juga tak ingin melihatmu.” Zaki menyampaikan unek-uneknya yang telah lama ingin ia sampaikan, akhirnya wanita itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menyaksikan hal itu membuat Zaki merasa tidak enak. Ia menggaruk kepala belakannya yang tidak gatal karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan melihat Amanda meneteskan air mata. Haruskah ia memeluknya? Batin Zaki. Akhirnya Zaki memeluk wanita itu, membiarkan wanita itu menangis dipelukannya sejadi-jadinya. Saat tangisan itu mulai mereda Amanda mulai menceritakan apa yang terjadi, mulai dari orang yang dicintainya akan menikahi orang lain hingga keinginannya untuk bunuh diri. Zaki mendengarkannya dengan serius, mebiarkan wanita itu meluapkan semua unek-uneknya. Satu tahun telah berlalu sejak kejadian itu, Zaki dan Amanda semakin dekat ditambah Amanda masuk ke kampus yang ditempati Zaki. Walaupun satu kampus tetapi mereka memilih jurusan yang berbeda, Zaki berada di jurusan bisnis sedangkan Amanda mengambil jurusan pendidikan bhs.inggris. Amanda merupakan mahasiswa baru, tidak seperti Zaki yang kini semester empat . Mereka berdua hanya bisa bertemu saat tidak memiliki jam pelajaran. ***** Di tempat lain, sebuah danau dengan air terlihat biru dan tenang, tanpa ombak. Di atas air danau yang luas itu beberapa elang terbang rendah bersama sekawannya. Burung-burung elang seakan berpesta pora sambil menari di atas air. Elang itu bersiap memangsa ikan-ikan yang lengah di air. Di tepi danau yang biru itu, terlihat seorang wanita cantik duduk di rerumputan yang hijau, ia berteduh di bawah pohon besar yang penuh dengan buah-buah. Wanita cantik itu hanya menatap danau hampa, hening, itulah yang terpancar dari suasana yang ada di sana. Gairah kehidupannya seakan lenyap bersama kepergian seorang lelaki yang ia cintai. Sudah beberapa bulan ia tak keluar dari hutan, ia hanya berdiam diri di mension atau di danau tempat pertemuannya dengan sosok yang ia cintai. Ia ingin keluar mencari sosok tersebut, namun ia juga tak bisa melanggar janjinya dengan sang ayah.  Demi menyelamatkan lelaki tersebut ia rela meninggalkannya asalkan lelaki itu selamat dan dapat menikmati kehidupannya yang baru. Tak lama kemudia seorang lelaki berjubah hitam sambil membawa sekor kelinci berwarna putih datang menghampirinya, ia duduk di samping wanita cantik tersebut. Ia menyodorkan kelinci itu di hadapan Alesiya. “Minumlah, sudah lama kau tak minum.” “Aku tidak mau.” “Bagaimanapun juga kau harus bertahan hidup, jangan hanya gara-gara manusia kau merelakan hidupmu.” Wanita itu yang di ketahui bernama Alesiya tak menjawab, ia menatap kecut lelaki yang ada di sampingnya. “Masih banyak kok, lelaki yang tidak kalah tampannya dari manusia yang kau sukai.” Lanjut lelaki itu. “Kamu pasti bisa melupakannya, bisa jadi lelaki itu kini memiliki sesorang yang ia cintai.” Kata-kata itu bagaikan pisau tajam yang menancap di hati Alesiya. Lelaki itu menunduk, ia menatap wanita yang ada di sampingnya kini bersimbah air mata. Ia melepas kelinci yang ia tangkap dan menarik Alesiya dalam pelukannya, ia merasakan darahnya berdesir melihat wanita di sampingnya terpuruk. Lelaki itu yang merupakan sahabat Alesiya yang bernama Daniel, berusaha menenangkan wanita rapuh itu dengan pelukan hangatnya. Kesal bercampur amarah, itulah yang dirasakan Daniel sekarang. Seharusnya waktu itu ia mencegah Alesiya bertemu dengan manusia hina itu, seharusnya ia bisa menjaga Alesiya tetap di mension sehingga ia tak bertemu dengan manusia itu. Namun semua telah terjadi, yang bisa ia lakukan membuat Alesiya melupakan manusia biasa yang bernama Zaki. “Aku lapar.” Tiba-tiba Alesiya berucap, mendengar hal itu membuat Daniel tertawa begitupun dengan Alesiya. “Tunggu sebentar, aku tangkap kelinci itu kembali.” Daniel meninggalkan Alesiya sendiri untuk menangkap kelinci putih yang ia lepaskan tadi. Tak lama kemudia ia kembali membawa kelinci tersebut. Dengan cepat Alesiya mengambil kelinci itu dan menancapkan kedua taringanya di kulit kelinci dan darah segar pun mengalir di tenggorokannya. Tetesan darah kelinci itu mengalir mengotori pakaian Alesiya, namun ia tak memperdulikannya, yang di pikirannya hanyalah supaya tenggorokannya tidak kering. Sejak ia memutuskan untuk tidak menemui Zaki, Alesiya mogok makan. Karena itu ia merasa lemas dan membuat keluarganya cemas. Perkataan Daniel membuat ia sadar, tak seharusnya ia berlarut-larut memikirkan orang yang mungkin kini bahagia dengan orang lain. Walaupun berat, tetapi ia harus bisa. Cinta tak harus memiliki, biarlah cintanya ia pendam sendiri. Mengapa mencintai seseorang menyakitkan? Mengapa harus ada yang namanya cinta? Untuk apa ia memiliki rasa cinta jika ujungnya tak bisa bersama? Seandainya rasa suka dan cinta tak ada apakah hudup bisa lebih damai? Batin Alesiya yang masih meminum darah kelinci, tetesan air mata ikut mengalir. Jika rasa suka dan cinta tidak ada bisakah ia melupakan Zaki? Pirirnya. Alesiya melempar kelinci yang telah ia hisap habis daranya begitu saja, ia menatap Daniel sahabatnya dalam dan berkata. “Apakah ada mantra untuk menghilangkan rasa suka? Aku harus melupakan Zaki, karena itu rasa suka dan cinta yang ada dalam diriku harus dihilangkan.” “Apakau yakin ingin menghilangkan rasa suka dan cintamu? Mungkin ayahmu bisa melakukannya, tetapi saat perasaanmu dihilangkan maka selamanya kau tidak akan bisa mencintai seseorang, dan tidak ada mantra untuk mengembalikan perasaan.” “Tidak apa-apa, biarlah Zaki menjadi cinta pertamaku dan cinta terakhir.” “Aku harus bisa melupakannya,” kata wanita itu lirih. –Alesiya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN