BAB 5 PATAH HATI

1552 Kata
Satu minggu kemudian Zaki dibolehkan keluar dari rumah sakit, ia duduk di ranjang rumah sakit memperhatikan ibunya yang membereskan barang-barang yang dibawanya dari mension. Baju-baju ganti ia masukkan kedalam tas. Ayahnya duduk manis di sebuah kursi sambil menyesap kopi, tangannya sesekali membalik lembar demi lembar koran yang ia beli tadi pagi di tangannya. Setelah semua pakaian dimasukkan kedalam tas yang berwarna coklat kebiruan itu dan merapikan barang-barang yang ingin mereka bawa pulang kembali, seperti komik yang selalu Zaki baca, leptop ketika ingin menonton filem dan Iphone yang lelalu ia gunakan ketika berada di rumah sakit. Mereka bertiga melangkahkan kakinya keluar dari ruang inap Vip turun kelantai satu. Di sana, terlihat perawat berlalu-lalang, staf di sana sibuk melayani wali atau orang tua pasien ketika ingin membayar biaya rumah sakit. Beberapa pasien duduk di sebuah kursi yang berwarna coklat yang terbuat dari besi dan berjejer memanjang. Mereka bertiga keluar dari rumah sakit, setibanya di depan pintu utama rumah sakit pelita. Terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terbilang cukup mahal. Di samping mobil mewah tersebut terlihat  seorang bodiguard yang setia menunggu keluarga Santoso. Ia membukakan pintu untuk tuannya mempersilahkan mereka masuk kedalam mobil tersebut. Di perjalanan, mobil yang di gunakan keluarga Santoso melaju dengan santai menikmati perjalanan menuju mension mereka. Di dalam mobil, Zaki dan ibunya mengobrol santai. Ayahnya fokus menyetir dan beberapa mobil mengikutinya di belakan yang diketahui merupakan para pengawal keluarga Santoso. Setibanya di mension Santoso, Zaki melangkah memasuki kamar pribadinya, ia merasa lelah saat  di perjalanan pulang. Ia menghempaskan badannya begitu saja di ranjang pribadinya yang besar berwarna biru keunguan dan terlihat cukup mewah. Tak lama kemudia Zaki mengatup kedua matanya masuk ke alam mimpi. Saking lelahnya pemilik tubuh letih tersebut ia tertidur hingga menjelang pagi. ***** Elok rupawan sang surya membiaskan rupa di setiap pinggiran kota. Pagi ini begitu cerah, dengan kicauan burung-burung yang terbang di atas langit menambah keindahan di pagi hari yang cerah itu. Cahaya matahari mulai membiaskan cahayanya memasuki celah-celah sebuah kamar mewah yang sangat luas. Cahaya itu menerpa wajah seorang gadis cantik yang masih keenakan dengan dunia mimpinya. Merasa terganggu dengan bias cahaya matahari, ia medudukkan tubuhnya dan menggapai selimut yang berada di kakinya. Ia kembali mengurung tubuh indahnya dengan sebuah selimut yang berwarna coklat. Dinding-dinding kamar di lapisi cat berwarna coklat, semua perabotan mulai dari  lemari, meja dan hiasan dinding juga berwarna coklat. Sungguh megah kamar tersebut bagaikan sebuah kamar seorang ratu. Di luar kamar terlihat seorang pelayan mengetuk pintu, ia membawa troli dengan nempan berisi menu makan sang majikan. Entah sudah keberapa kalinya pelayan itu mengetuk, tetapi sang pemilik ruangan tak kunjung keluar. Akhirnya pelayan membawa troli makanan itu kembali kedapur membiar sang majikan tidur lebih lama. Saat pelayan melewati ruang makan seorang wanita paruh baya yang tengah serapan mengehentikan langkah pelayan. “Apakah Amanda belum bangun?” tanya wanita paruh baya itu.  “Iya, nyonya.” Wanita paruh baya itu mengangguk. “Kembalilah.” Pelayan tersebut melanjutkan pekerjaannya masuk ke dalam dapur. Wanita paruh baya itu kembali melanjutkan serapannya. Sehabis makan pelayan-pelayan segera membersihkan ruang makan. Wanita paruh baya itu melangkahkan kaki jenjangnya menaiki tangga menuju kamar anak satu-satunya. Setibanya di depan pintu kamar anaknya ia mengetuk seraya memanggil anaknya namun tak ada jawaban. Akhirnya wanita paruh baya itu meminta sang pelayan untuk mengambil kunci cadangan, tak lama kemudia pintu itu terbuka, ia memasuki kamar anaknya yang masih menurung diri di dalam selimut. Wanita itu menarik selimut berwarna coklat keemasan itu dengan malas. Hingga menciptakan suara protes dari pemilik kamar. “Mom, bisakah kau beri aku waktu untuk tidur sejenak? Aku capek sekali.” Wanita itu duduk dengan malas sambil mengucek matanya yang merah akibat kelelahan. “Ibu tahu kau sangat lelah sehabis perjalan dari Jepang ke Indonesia, hanya saja bukankah kau ingin pergi jalan-jalan bersama Dimas yang sudah lama tidak kau temui?” “Ahhhhh, iya aku hampir lupa, aku punya janji dengannya.” Wanita itu segera melihat jam dinding, dan betapa terkejutnya saat jam menunjukkan pukul 10 pagi, dengan cepat wanita itu masuk kedalam kamar mandi. Ia tak ingin terlambat dan 2 jam lagi ia harus berada di taman. Hari ini ia janjian dengan seorang lelaki bernama Dimas. Awalnya ia hanya menganggap Dimas sebagai seorang teman, tapi tak lama kemudia wanita itu mulai jatuh cinta. Sudah delapan tahun lamanya mereka tidak bertemu, karena pekerjaan orang tuanya ia harus tinggal di Jepang untuk sementara waktu sekaligus melanjutkan sekolah di Jepang, namun ibunya kembali ke Indonesia dua tahun yang lalu, sedangkan wanita itu tetap di Jepang untuk menyelesaikan studinya. Di jepang ia tinggal bersama ayahnya. Tiap bulan ayahnya pulang ke Indonesia untuk bertemu dengan ibunya.  Walaupun jarak memisahkan mereka, namun mereka tetap bisa berkomunikasi secara online. Hingga akhirnya delapan  tahun telah berlalu dan wanita itu mulai ada perasaan untuk Dimas. Hari ini mereka janjian untuk ketemu di taman tempat yang biasa mereka tempati bermain waktu kecil. Sebelum lanjut cerita, aku jelasin dulu siapa sih wanita cantik itu. Wanita itu bernama Amanda Rin, ia merupakan keturunan Jepang dan Indonesia, kini umurnya delapan belas tahun dan bulan lalu ia telah menyelesaikan sekolahnya di Jepang. Sekarang ia berencana untuk melanjutkan studinya di Universitas ternama di Indonesia. Ayahnya bernama Arta Rin sedangkan ibunya bernama Marinka. Lanjut cerita Amanda keluar dari kamar mandi dan memilih pakaian yang sederhana namun elegan jika dipakainya. Tak lupa pula ia juga memakai bedak dan lipstik seadanya. Akhirnya ia pun keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah, di mana ibu dan ayahnya menonton televisi bersama sambil memakan cemilan. “Aku pergi dulu yah! Mom and Dad!” Amanda buru-buru keluar dari rumah, mengingat jam telah menunjukkan pukul 10:30, sisa tiga puluh menit lagi. Ia harus berada di taman tepat waktu. Setibanya di taman ia kembali mengecek jam tangannya dan sekarang pukul 10:55. “Ahhh, Untunglah aku tidak terlambat.” Amanda duduk di sebuah kursi, menatap anak-anak yang tengah bermain bersama teman-temannya. Ia tersenyum mengingat kenangannya bersama Dimas saat kecil, ia dan Dimas selalu bermain di taman sehabis pulang dari sekolah saat berada di bangku SD kelas 1. Hari ini Amanda berencana untuk menyatakan perasaannya, ia ingin Dimas tahu perasaannya. Perasaan yang telah lama ia pendam, awalnya ia ingin menunggu Dimas menyatakan perasaannya sendiri tapi sampai sekarang Dimas belum mengatakan apa-apa, akhirnya Amanda memutuskan untuk menyatakan pesaannya terlebih dahulu. Tak lama kemudia akhir sosok yang ia tunggu akhirnya muncul namun senyumnya sirna saat melihat Dimas datang dengan seorang wanita cantik sambil bergandengan tangan. “Lama tidak bertemu,” ujar Amanda sambil melangkahkan kakinya mendekati Dimas bermaksud ingin memeluknya. Namun belum sempat ia memeluknya Dimas menahan tubuh Amanda, ia menatap Dimas meminta penjelasan. Akhirnya Dimas meminta Amanda untuk duduk sebentar, ada suatu hal yang ingin Dimas sampaikan. “Lama tidak berjumpa Rin, akhirnya kita bisa ketemu kembali setalah bertahun-tahun kita berpisah” Amanda hanya tersenyum menanggapi ucapan Dimas. “Perkenalkan wanita di sampinku bernama Rani, minggu depan aku dan Rani akan menikah.” “Kau ingin menikah?” Tanya Amanda memastikan dan Dimas mengangguk. Rencananya gagal, itulah yang ada dalam pikiran Amanda saat ini. Amanda berusaha mempertahankan raut wajahnya, tak ingin membuat lelaki di hadapannya cemas. Ia memaksakan senyum ceria. “Astaga, sukurlah kau telah menemukan wanita yang kau cintai, aku ikut senang mendengarnya, semoga kalian bisa hidup bahagia.” “Iya, terima kasih. Emmm, maafkan aku kami tidak bisa berlama-lama di sini soalnya kami harus melihat gaun pengantin yang telah kami pesan.” “Iya, tidak apa-apa.” “Sekali lagi, maaf yah. Aku harus pergi dulu, kapan-kapan kita ketemu lagi.” Dimas dan kekasihnya pergi meninggalkan Amanda di taman sendiri untuk melihat gaun pengantin yang telah mereka pesan tiga hari yang lalu. Amanda duduk termenung, ia tersenyum getir, kata-kata yang telah ia susun saat tiba di taman tak bisa ia ungkapkan. Hancur rasanya melihat orang yang disukainya bergandengan tangan dengan orang lain. Mengapa bukan aku? Kenapa harus orang lain sih? Amanda membatin. Tak lama kemuda butir-butir jernih jatuh di pelupuk matanya, mengalir membentuk aliran kecil. Anak-anak yang melihat menjauh melihat Amanda, orang-orang berlalu lalalng menatapnya prihatin dan berbisik-bisik membicarakannya. Tak ingin berlalu lama di taman, akhirnya ia beranjak meninggalkan taman. Ia menghapus air matanya kasar dan melukai pipinya hingga memerah, namun ia tak memperdulikannya. Ia masuk kedalam mobil dan melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi. Mobi-mobil yang ia lalui berteriak mengutuk saat ia mengemudi tak karuan, namun ia menulikan pendengarannya. Semakin lama laju mobil semakin kencang. Pikirannya kosong, kekecewaannya membuat ia patah hati. Untuk apa aku hidup kalau aku tak bisa bersamanya? Kenapa bukan aku? Kenapa orang lain? Batinnya. Tanpa ia sadari sebuah truk pengangkut barang melaju cukup kencang di depannya. “Haruskah aku mati saja?”. Ia menutup kedua matanya dengan pasrah. Genggaman tangan di kemudi semakin erat, dan kaki kirinya menginjak gas cukup kencang dan mobil Amanda melaju dengan sangat kencang. Saat keduanya semakin dekat, sekelebat bayangan dirinnya dan orang tuanya hidup bahagia membuat ia mengurunkan niatnya untuk bunuh diri. Ia memutar setir mobil ke kanan dan menabrak pembatas jalan. Dentuman keras membuat mayarakat di sekitar situ kaget. Mereka berkerumun melihat mobil yang kecelakaan. Kepala Amanda terbentur cukup keras membuat darah keluar dari pelipisnya. Saat kesadaranya mulai menghilang, sama-samar ia melihat seorang lelaki yang berusaha membuka pintu mobil. Pandangannya mengabur akibat air mata membuat ia tak dapat melihat dengan jelas lelaki yang membuka pintu mobilnya. “Hey! Kau tidak apa?” ujar lelaki itu hingga akhirnya kegelapan menyelimutinya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN