BAB 7 MANTRA

1905 Kata
Kini Alesiya menghadap sang ayah, ia ingin meminta ayahnya untuk memberikannya mantra yang dapat menghilangkan perasaan cinta. Raut wajah ayahnya menyirakan ketidak percayaannya. Bisa-bisanya Alesiya meminta hal aneh seperti itu. Sang ayah tak memperdulikan Alesiya dan meninggalkannya. Sang ibu yang sedari tadi melihat kejadian tersebut hanya dapat terdiam. Sang ibu menghampiri anaknya, ia peluk tubuh kurus itu dengan lembut dan mengusap punggunya pelan, membiarkan Alesiya meluapkan kesedihannya. “Aku sudah tidak tahan lagi, maa.” “Aku ingin melupakannya, tapi aku tidak bisa.” “Hatiku sakit tak bisa menemuinya.” “Jadi kumohon, bujuk ayah untuk memberiku mantra yang dapat menghilangkan perasaan ini,” raung Alesiya sejadi-jadinya di pelukan sang ibu setelah meluapkan unek-uneknya. Tiga puluh menit telah berlalu, dan Alesiya kini berada di ruangannya bersama sang ibu yang setia menemaninya. Ibunya membaringkan Alesiya, setelah tangis Alesiya mulai mereda, dan saat Alesiya tertidur pulas akhirnya sang ibu menemui suaminya. “Bisakah kau memberikannya matra kepada Alesiya? Kau tahu sendirikan Alesiya merasa tersiksa, ia jarang minum darah dan aku takut dia sakit.” Bujuk sang ibu. “Aku tidak bisa.” “Kenapa?” “Pokoknya aku tidak bisa.” “Tapi kenapa? Kau ingin melihat anak kita tersiksa setiap hari?” “Bukannya begitu, aku pun tak ingin melihat Alesiya sedih hanya saja aku tidak bisa memberikan mantra itu.” “Memangnya kenapa dengan mantra itu? Bukankah hanya untuk menghilangkan rasa cinta?” “Kau salah, Sayang. Memang mantra ini dapat menghilangkan perasaan cinta tetapi memiliki efek yang dapat mematikan.” “Apa efeknya?” “Mantra ini tidak menghilangkan perasaan cinta seutuhnya hanya mencegahnya supaya perasaan cinta tidak muncul, jika mantra ini tidak bisa menahannya lagi maka akan berakibat fatal. Alesiya bisa mati, semakin besar cintanya maka organ dalam tubuhnya terkikis, dan yang lebih parahnya lagi mantra ini tidak dapat dihilangkan” Mendengar hal itu membuat sang ibu lemas. “Itu tidak masalah ayah,” kata Alesiya tiba-tiba, sebenarnya dari tadi ia hanya pura-pura tidur, saat ibunya masuk ke ruangan ayahnya, diam-diam Alesiya mengikuti dan mendengar pembicaraan mereka. “Pokoknya ayah tidak mengijinkan, kapanpun kau bisa mati gara-mantra itu.” “Aku akan baik-baik saja, lagian aku juga tidak tahu dimana ia sekarang, kami tidak mungkin akan bertemu kembali,” ujar Alesiya. Akhirnya sang ayah menyerah, ia membawa Alesiya ke sebuah ruang bawah tanah yang ada di mension itu, yang selama ini Alesiya tidak tahu. Setibanya mereka, Alesiya melihat sebuah pola aneh yang sering digunakan oleh para penyihir. Ayahnya mengambil sebuah pisau, ia mengikis tangannya sendiri hingga darah merembas jatuh kelantai dan mengikuti arah pola-pola yang ada di lantai, walau berapa kalipun sang ayah melukai tangannya, tangan itu pasti kembali seperti semula karena mereka seorang Vampire. Sang ayah menyuruh Alesiya melakukan hal yang sama dan menyodorkan pisau yang diguankannya tadi. Alesiya mengores tangannya dan darahnya merambas jatuh mengikuti arah pola. Pola-pola itu mulai memancarkan cahaya. “Duduklah di tengah pola itu.” Alesiya masuk kedalam pola-pola aneh yang bercahaya itu, dan duduk di tengah pola. Sang ayah mulai membacakan mantra. “O princeps caelum et terram. Alesiya filius rogavi ut auferrem de medio ejus dilectione.” Pola-pola itu semakin terang mengeluarkan cahaya saat sang ayah membacakan mantra berulang-ulang. Darah segar yang mengikuti pola-pola aneh itu seakan menyusut masuk kedalam tubuh Alesiya. Alesiya mengepalkan tangannya saat darah-darah itu masuk ke tubuhnya melalui urat nadi menuju jantung dan hatinya, ia merasa sangat kesakitan. Darah itu seakan melilit jantung yang kini berdetak kencang. Ia meringis dan napas terengah-engah di sertai dengan air mata yang mengalir. Kini kedua matanya tak menentu, kadang berubah berwarna merah darah lalu kembali lagi seperti semula. Asap-asap hitam tiba-tiba muncul mengelilingi Alesiya saat itu juga, ikut menyusut masuk kedalam tubuh Alesiya bersamaan dengan darah yang ikut terhisap masuk ke tubuh Alesiya. Hingga akhirnya sebuah simbol berpola bintang muncul di telapak tangan kirinya. Di luar mension hujan deras menguyur bumi, angin kencang merobohkan beberapa pohon besar di sertai dengan petir yang menyambar di mana-mana saat mantra terucap. Cahaya bulan purnama seakan menyaksikan Alesiya yang kini menyalahi takdir tuhan. Saat mantra berhenti diucapkan oleh sang ayah, Alesiya pun roboh, pandangannya mengabur hingga akhirnya kegelapan menjemput. Cahaya yang terpancar dari pola-pola aneh itu ikut menghilang dan hujan deras yang disertai oleh petir juga ikut menghilang saat itu juga. Sang ayah menghapiri Alesiya yang kini terbaring tak berdaya, ia angkat anaknya membawanya menuju kamar. Tibanya ia di kamar sang anak, ia menemukan sang istri yang sedari tadi menunggu proses ritual mereka berdua selesai dengan cemas. “Dia tidak apa-apa,” kata sang ayah saat melihat kekhawatiran di mata istrinya sambil  membaringkan Alesiya dengan pelan dan menyelimutinya. ***** Satu tahun telah berlalu, kini Alesiya menjadi wanita yang lebih dewasa. Sikapnya pun ikut berubah setelah proses penghilang perasaan cinta dilakukan. Tiap malam ia dan sekawannya keluar untuk mencari binatang buas di hutan untuk dijadikan makan malam. Walaupun mereka adalah gerombolan vampire, namun mereka tidak menghisap darah manusia. Mereka hanya memangsa binatang buas yang ada di hutan. Tidak seperti vampire biasa, mereka memangsa manusia saat mereka lapar. Itulah yang membedakan antara vampire bangsawan dengan vampire biasa. Alesiya dan sekawanannya kembali ke mension dengan membawa buruannya, di mension mereka di sambut oleh vampire-vampire muda yang masih belum di perbolehkan keluar mension untuk berburu sendiri, karena ditakutkan mereka tak akan bisa mengontrol dirinya dan melukai manusia di luar sana, oleh sebab itu vampire yang sudah dewasa dan dapat mengendalikan dirinya bertugas untuk berburu di luar dan membawa hasil burannya ke mension. “Wahhh, Kak Alesiya membawa makanan banyak sekali.” Seorang anak kecil menghampiri Alesiya dengan wajah kagum. Alesiya hanya menatap anak itu dingin lalu beranjak menuju ruangannya. Seorang lelaki yang menyaksikan hal tersebut hanya dapat tersenyum kecut, kini sahabat baiknya sangat berubah setelah sebuah ritual dilakukan satu tahun yang lalu. ***** Di tempat yang lain, seorang lelaki dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai berwarna hitam kemerahan kini berada di sebuah taman bermain. Mereka menikmati berbagai macam wahana yang ada di taman. Mereka adalah Zaki dan Amanda. Satu tahun setelah kecelakaanyang menimpa Amanda, membuat Zaki dan wanita itu semakin dekat. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama sepulang dari kuliah. Kedekatan mereka membuat orang iri, banyak yang mengira bahwa mereka sepasang kekasih, padahal mereka berdua hanyalah teman dekat. Amanda telah melupakan Dimas lelaki yang dulunya ia cintai, kini ia dapat menempuh kehidupan yang baru. Setelah puas menikmati wahana, mereka memutuskan untuk mencari kafe atau warung makan yang dekat dari taman hiburan untuk mengisi perut mereka yang menjerit minta di isi. “Bagaimana dengan kuliahmu, apakah baik-baik saja?” tanya Zaki. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan,” kata Amanda tidak memperdulikan pertanyaan Zaki tadi. “Ada apa?” “Itu sebenarnya ..-.” kalimat Amanda terpotong saat  dering ponsel Zaki berbunyi. “Tunggu sebentar.” Zaki mengangat ponselnya dan yang menelpon adalah ibunya meminta mereka berdua untuk segera kembali ke rumah. “Apa yang ingin kau katakan tadi?” tanya Zaki saat selesai berbicara dengan ibunya di ponsel. “Tidak jadi, tidak penting juga,” kata Amanda dan di balas dengan anggukan oleh Zaki. Sehabis makan mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. ***** Alesiya dan temannya Daniel, Zara, Suci, Rangga, dan Yura menemui sang ayah. Setibanya di hadapan sang ayah, mereka membungkuk memberi hormat. “Ada apa ayah memanggil kami?” tanya Alesiya. “Kini kalian telah beranjak dewasa dan mampu mencari mangsa sendiri, sesuai aturan yang ada sejak turun temurun, inilah saatnya kalian mencoba untuk hidup di luar sana berbaur dengan manusia.” Mereka medengar dengan serius. “Ada beberapa aturan yang harus kalian patuhi selama berada di luar sana.” “Pertama, kalian tidak boleh melukai manusia. Kedua, kalian tidak boleh menunjukkan kekuatan kalian di hadapan manusia. Ketiga, bertingkahlah seperti manusia biasa. Yang terakhir, kalian tidak boleh jatuh cinta dengan manusia.” “Baik, kami mengerti.”  Alesiya dan yang lainnya memberi hormat lalu kembali ke kamar masing-masing untuk membereskan barang-barang mereka. Saat Alesiya menyiapkan barang-barangnya tiba-tiba sang ayah menghampirinya.  “Ada sesuatu yang ingin ayah katakan.” “Ada apa, yah?” “Sebenarnya kamu berbeda dengan yang lain, kekuatanmu sangat besar di bandingkan yang lain, ayah takut kau tidak bisa mengendalikannya saat di luar sana, karena itu ayah berencana untuk menyegel separuh kekuatan yang ada dalam dirimu.” Alesiya mengangguk menyetujui. Sang ayah memegang telapak tangan kiri Alesiya yang terdapat pola bintang, telapak tangan Alesiya bercahaya dikala sang ayah merapalkan mantra. “Algrata fagedo zahorle fros.” Selesai merapal mantra, cahaya di telapak tangan Alesiya menghilang. “Mantra ini akan membuatmu terlihat seperti manusia biasa. Kau tidak bisa mengeluarkan mantra apapun dan jika nanti kamu tidak tahan hidup di luar, maka pulanglah. Ayah akan selalu menyambutmu di mension.” Sang ayah memeluk Alesiya erat. “Iya, Ayah,” kata Alesiya. Setelah memberaskan barang-barangnya Alesiya keluar dari mension di temani oleh ibu dan ayah angkatnya, di depan pintu teman-temannya tengah menunggunya. “Ambillah, ini akan membantu kalian saat berada di luar sana.” Penguasa vampire itu memberikan sebuah kanton kepada Alesiya dan yang lainnya. “Di dalam kantong ini, terdapat KTP dan kartu ATM, jika seseorang bertanya mengenai identitas kalian maka tunjukkanlah KTP ini, kalau kalian ingin membeli rumah atau makanan maka gunakanlah ATM, di dalam ATM terdapat sejumlah uang yang tak terlalu banyak namun dapat membantu kalian untuk bertahan hidup di luar jadi gunakanlah sebaik-baiknya dan sehemat mungkin. Beberapa berkas juga telah disiapkan sehingga kalian bisa kuliah seperti manusia yang lain. Kalian telah aku daftarkan di fakultas yang berbeda-beda, hanya Alesiya dan Daniel aku daftarkan di tempat yang sama.” penguasa vampire menjelaskan panjang lebar, semuanya mengangguk mengerti. Satu persatu menghilang menuju ketempat masing-masing yang telah disiapkan. Alesiya masih ada di mension bersama Daniel. Tiba-tiba saja ia tak ingin pergi meninggalkan orang tuanya. “Kami menyayangimu,” ujar sang ibu sambil memeluk Alesiya. “Aku akan merindukan kalian,” lirih Alesiya di pelukan ibunya. “Jika kau merindukan kami, kau bisa mengunjungi kami.” Alesiya mengangguk dan melepas pelukan sang ibu. “Ayo kita pergi,” ujar Daniel di sampingnya. “Jaga diri kalian,” ujar Alesiya lalu menghilang bersama sahabatnya Daniel. Daniel melompat dari pohon satu ke pohon yang lain sambil mengendong Alesiya yang kini tak memiliki kekuatan apapun. Ia terus melompat menuju arah keluar dari hutan lebat itu. Tak lama kemudian mereka pun tiba di kota Jakarta. Mereka tak lagi melompat, mereka berjalan beriringan dengan manusia yang lain. Di luar sana banyak hal baru yang tak pernah mereka lihat. Bagunan-bangunan tinggi membuat mereka terkagum-kagum. Lelaki itu menatap punggung Alesiya yang melangkah cepat dengan wajah polosnya. Kini wanita itu telah kembali seperti semula. Ia tak lagi bersikap dingin seperti satu tahun yang lalu. Setelah ritual penghilang rasa cinta dilakukan wanita itu bersikap dingin dan cuek. Tapi, syukurlah. Wanita itu kini mulai membuka diri dan kembali seperti dulu lagi. Langkah mereka terhenti saat menyadari semua mata tertuju pada mereka berdua. “Mengapa mereka menatap kita?” tanya Alesiya. “Aku juga tidak tahu,” kata Daniel. Tiba-tiba seseorang mengeluarkan ponsel dan memotret mereka berdua. Cahaya flash ponsel itu membuat Alesiya takut, Daniel berusaha menutupi tubuh ketakutan Alesiya memcegah orang untuk mengambil fotonya. Beberapa polisi muncul di hadapan Alesiya dan Daniel. “Kalian di tahan, seseorang melaporkan kalian, bahwa kalian adalah teroris, jadi kalian berdua harus ikut saya kekantor polisi untuk ditindak lanjuti,” kata polisi itu sambil memborgol kedua tangan mereka. Alesiya dan Daniel mematung, bingung apa yang harus mereka lakukan. Pada akhirnya mereka berdua hanya menurut dan masuk kedalam mobil polisi dengan pasrah. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN