BAB 4 BAHAYA

2819 Kata
Alesiya keluar dari mension, ia mengitari hutan melompat dari pohon satu dengan pohon yang lain. Hingga akhirnya ia berada di luar hutan berharap Zaki ada di sana. Namun, saat di luar hutan ia tak menemukan siapa pun. Hanya ada sebuah mobil yang terparkir di luar hutan. Alesiya mengecek mobil namun ia tidak menemukan siapapun. “Mungkin ia ada di danau.” Alesiya kembali memasuki hutan, berharap Zaki ada di danau. Tetapi sesampainya ia di danau ia tak menemukan Zaki. Ia menghela napas kecewa. Ia melangkah menuju pohon besar yang di tumbuhi buah-buahan di pinggir danau, ia menyandarkan tubuhnya. Tetapi samar-samar ia mencium aroma bau darah Zaki yang mulai menghilang. “Mungkinkah Zaki dalam bahaya?” batinnya. Alesiya berlari dengan cepat mengikuti aroma darah Zaki yang mulai menghilang, hingga akhirnya ia berhenti di sebuah pohon besar. Di depannya terlihat sebuah bangunan tua. Lumut-lumut menjalar mengitari dinding-dinding luar dan dedaunan berhamburan di sekitar bangunan tua itu menandakan bahwa bangunan itu sudah tua dan tak berpenghuni lagi. “Mungkin bangunan ini milik salah satu penduduk yang pernah tinggal di sini.” Pikirnya. Alesiya menajamkan penciumannya dan benar saja aroma darah Zaki semakin tajam ada di dalam bangunan tua itu. Ia melompat turun dari pohon besar dan mendekati bangunan yang tak terawat itu. Tetapi samar-samar cahaya putih terlihat menghalanginya. Ada sebuah mantra mengelilingi bangunan itu sehingga tak seorang pun bisa masuk kedalam. Alesiya berusaha menghancurkan mantra itu dengan berbagai macam cara, mantra-mantra telah ia rapalkan tetapi cahaya putih itu tidak dapat dihancurkan. “Apa yang harus aku lakukan?” batinya merasa frustrasi. Tenaga mulai terkuras, kedua kakinya mulai lemas, tak tahu apa yang harus dilakukan. Kedua matanya mulai meneteskan air mata, ia mengepalkan telapak tangannya, kini perasaanya bercampur aduk, antar sedih, cemas dan marah. Alesiya kini tidak dapat mengontrol emosinya, tampa ia sadari kedua matanya berubah warna menjadi merah darah gelap. “Doch de doar iepen.” Tanpa ia sadari Alesiya mengeluarkan sebuah mantra dan cahaya putih itu pun menghilang menciptakan dentuman keras membuat ia terpental. Alesiya jatuh menabrak pohon, dan Alesiya pun tersadar, matanya kini kembali seperti semula. Namun ia tidak mengingat apa yang telah terjadi. “Apa yang telah aku lakukan.” ***** Saat memasuki bangunan tua itu, Alesiya melihat sebuah mantra mengikat kedua tangan Zaki kebelakan begitu pun dengan kedua kakinya, kini kesadaran Zaki hilang, ia pingsang dan duduk di sebuah kursi dengan kedua kaki dan tangan terikat. Melihat pemandangan tersebut membuat ia tersulut emosi. Ia menatap lelaki yang duduk manis di samping Zaki yang terikat. “Apa yang telah kau lakukan padanya?” tanya Alesiya marah. “Tenanglah, Sayang. Aku tak melakukan apapun, aku hanya membuatnya pingsan, nanti dia akan sadar juga,” kata lelaki itu. “Untuk apa kau membawanya kemari?” “Aku membawa manusia ini kemari supaya aku bisa bertemu denganmu,  Sayang.” “Sudah lama kita tak berjumpa, kau telah menjadi wanita cantik namun sikapmu masih belum berubah, aku kira setelah 3 tahun tidak bertemu, kamu akan merindukanku, tetapi ternyata aku salah.” “Jangan berbasah-basih lagi, cepat lepaskan dia, Leon!” kata Alesiya marah. “Kenapa? Untuk apa aku harus melepaskannya? Dia akan menjadi santapanku malam ini atau kau juga ingin sebagian? Kita bisa menyantapnya bersama malam ini, Sayang.” “Aku tidak mau, pokoknya kamu harus melepaskannya.” “Why? Ohhhh, apa kau menyukai manusia menjijikkan ini,” tanya Leon sambil menunjuk Zaki. “Dia tidak ada hubungannya dengan kita, jadi kumohon lepaskan dia.” “Tidak ada hubungannya dengan kita? Jelas-jelas manusia menjijikan ini terlibat, karena dia kau menolakku waktu itu.” “Aku menolakmu sebelum aku bertemu dengannya.” “Bohong!” “Aku tidak bohong, aku tidak pernah menyukaimu dan aku menyukai manusia itu,” ujar Alesiya marah. Yap, Sejak pertemuan pertama mereka di luar hutan Alesiya telah jatuh cinta pada pandangan pertama, ia selalu memikirkan Zaki setiap saat. Tanpa mereka berdua sadari kedua mata yang mereka bicarakan terbuka, setetes air mata jatuh di pelupuk matanya, ia mendengarnya. Yah, sangat jelas terdengar di kedua telinganya, kata-kata yang terucap oleh bibir manis Alesiya yang seharusnya ialah yang pertama kali mengatakan perasaanya. Ia mengira bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Tetapi tidak apa-apa asalkan cintanya tidak bertepuk sebelah tangan ia sangat bahagia. Zaki merasa senang sekaligus sedih, ia tahu mungkin sebentar lagi ia akan mati di tangan pemuda bernama Leon itu, Leon tidak akan membiarkannya hidup setelah apa yang di ucapkan Alesiya barusan. Tapi itu tidaklah masalah baginya cintanya terbalas merupakan suatu hal terindah baginya. “Apa kau sudah gila? dia manusia dan kalian berdua itu sangatlah berbeda" ujar Leon sinis. “Cinta tidak memandang status, walaupun ia manusia tapi hati ini tak bisa berbohong" ujar Alesiya sambil menepuk dadanya dengan tangan kiri. Leon mengepalkan kedua tangannya, bagaikan kilat Leon kini berada di depan Zaki ia mencengkram leher pemudan itu. “Arrrrhh” Zaki mengerang kesakitan saat keku tajam Leon menusuk kulitnya, tetesan darah mengalir dari lehernyanya jatuh mengotori bajunya. Alesiya yang melihat Zaki kesakitan bermaksud ingin menolong, tetapi lebih dulu ia di cegah oleh beberapa teman Leon. Seseorang memukul rahang Alesiya keras membuat ia terpental di dinding, Leon tersenyum melihat Alesiya jatuh tak berdaya,  lalu ia melepas cengkramannya. “Manis,” ujar Leon sambil menjilat jarinya yang terdapat darah Zaki. Alesiya bangkit bermaksud ingin menghajar orang yang memukulnya tadi, tapi seseorang yang lain memelintir tagannya lalu memukul tengkuknya, membuat Alesiya kembali terpental. “Hentikan.” Zaki yang melihat Alesiya kesakitan mulai memberontak, ia tak dapat melihat wanita yang dicintainya itu kesakitan. Alesiya yang saat itu mulai melemah hanya dapat menatap Zaki sendu, ia menyesal tak dapat menolong orang itu. Walaupun ia bisa menolongnya tapi ia sangat takut, ia takut Zaki akan ketakutan melihatnya dan akan membencinya apalagi kalau tak ingin bertemu dengannya lagi. “Kenapa? kenapa kau tidak ingin menunjukkan wujud aslimu?, bukankah kau dapat membebaskan manusia ini jika kau mengeluarkan kekuatanmu?” ujar Leon sinis. “Ahhh, apakah kau takut manusia ini akan ketakutan saat melihatmu berubah?” lanjutnya lagi. Leon tersenyum lalu berjalan kebelakan tubuh Zaki. Ia belai wajahnya dan mencondongkan tubunya menghirup aroma tubuh Zaki membuat ia bernafsu akan darah. Leon menjilat leher Zaki, membuat Zaki risih dan berusaha menghindari lidah Leon yang sedang menari-nari di lehernya. Leon pun mengeluarkan kedua taringnya yang runcing dan menancapkan kedua taringnya di ceruk leher Zaki, matanya tak pernah lepas untuk memandang tubuh lemas Alesiya, ia tersenyum meremekan. “Arrhhk henti.. arkk kan ahkk,” ujar Zaki lirih. Sakit, sedih dan marah itulah yang tengah ia rasakan saat ini, saat aliran darahnya di paksa untuk keluar dari tubuhnya, kedua tangannya saling bertautan berusaha untuk meredakan rasa sakit yang dirasakannya, pandangannya pun mengabur tetapi ia tetap berusaha untuk mempertahankan kesadarannya yang kini telah berada di ujung tanduk. Alesiya yang melihat orang yang dicintainya itu mulai melemah mulai mengepalkan tangannya ia sangat marah, kedua matanya pun mulai berubah warna yang dulunya berwarna hitam kecoklatan kini berubah menjadi merah darah pekat, Kuku-kunya memanjang dan kedua sayap berwarna hitam muncul dari punggungnya. Walaupun kesadarannya telah berada di ujung tanduk tapi ia masih bisa melihatnya, ia melihatnya tepat di depan matanya. Orang yang sangat dicintainya kini berubah menjadi sosok lain, sosok yang sangat mengerikan. Wajah yang yang dulunya pucat itu kini semakin pucat, matanya yang berwarna hitm kecoklatan kini berubah menjadi merah darah membuat bulu kudungnya meremang. “Ales ... siya,” ujar Zaki lirih sebelum kegelapan menyelimuti kedua matanya. Tanpa aba-aba Alesiya pun menerjang orang-orang yang ada di sana. Ia membunuhnya secara bruntal tak memperdulikan jika tubuhnya berlumuran darah akibat darah orang-orang yang telah ia bunuh. Kini yang tersisah hanya ia dan Leon. Leon yang melihat teman-temannya terbunuh melepaskan gigitannya, ia menatap Alesiya sinis. “Waww! kau sungguh hebat bisa membunuh teman-temanku. Tapi sayang, orang yang kau sayangi ini mugkin tak lama lagi ia akan mati,”  ujar Leon sinis lalu menendang kursi yang di tempati Zaki cukup keras membuat Zaki terpental membentur binding. Alesiya mengerang marah lalu mulai melangkahkan kakinya untuk menghajar Leon, tapi dengan gesit Leon dapat menghindari serangan Alesiya. Tak ingin tinggal diam ia menghajar Leon bertubi-tubi tapi Leon dapat menghidari serangannya. “Jangan menghindar terus,” ujar Alesiya dingin. “Aku hanya tidak ingin melukimu, Sayang,”  ujar Leon menggoda. Merasa diremehkan Alesiya pun menerjang tubuh Leon dan binggo! Ia dapat melukai tubuh Leon. “Sepertinya aku salah jika meremehkanmu,” ujar Leon sambil menghapus darah yang mengalir dari bibirnya akibat serangan bertubu-tubi Alesiya tadi. Tak ingin membuang waktu lama Alesiya kembali menerjang Leon, tapi dengan gesit Leon dapat menangkis serangannya. “Kalau begini caranya kita berdua bisa terluka.” Batinya, bagaimanapun juga, Leon masih menyimpan perasaan kepada wanita cantik yang ada di hadapannya, tak ingin melanjutkan pertarungannya ia berencana untuk kabur! Toh sebentar lagi manusia itu juga akan mati. Sejak pertama ia memang berniat untuk membunuh menusia yang telah membuat orang yang dicintainya berpaling. Leon menerjang Alesiya dan pada saat Alesiya lengah ia mengambil kesempatan itu untuk kabur. Leon berlari ke arah jendela. Ia menghancurkan cermin-cermin yang tak bersalah itu untuk melancarkan aksi kaburnya itu. Sedangkan wanita manis yang bersayap hitam itu hanya depat mengeram marah melihat Leon kabur. Kedua matanya beralih menatap tubuh lemah tak berdaya Zaki, secara perlahan kedua sayapnya menyusup kedalam tubuhnya begitu pun dengan kuku-kukunya yang mulai memendek. Walaupun wujudnya belum kembali seperti semula tetapi ia tetap mendekat ke arah tubuh lemah Zaki, toh! Zaki tak akan ketakutan melihatnya mengingat kedua mata pemuda itu tertutup. Alesiya melepas mantra yang mengikat kedua kaki dan tangan Zaki, lalu ia membaringkan kepala Zaki di pahanya, ia menatap pemuda itu cemas. Ia pandangi wajah pucat itu. “Kumohon sadarlah, kau tidak boleh meninggalkanku, di dunia ini hanya kau sata-satunya orang yang aku cintai.” Setetas air mata jatuh dari pelupuk matanya dan mengenai wajah Zaki. Tak ingin berlama-lama akhirnya ia pun mengangkat Zaki meninggalkan bengunan tua itu, ia melompati pohon yang satu ke pohon lainnya. Wajahnya menyiratkan kecemasan yang mendalam, dan ia makin cemas saat jantung itu mulai melemah seiring dengan napas yang tak teratur itu. Alesiya meningkatkan kecepatan larinya hingga kini ia telah berada di depan mension, tempat ia dibesarkan. Semula ia merasa ragu, ia yakin ayahnya ada di dalam sana, ayahnya menunggunya dan mungkin ia telah mengetahui apa yang telah terjadi padanya. Mungkinkah ini waktunya untuk berpisah dengan manusia itu, seorang manusia yang telah mengikat hatinya, memenjarakannnya dalam kukunan cinta, Saat memasuki mension itu mungkin itulah saat-saat di mana ia herus melepas cintanya. Marasa nyawa Zaki berada di ujung tanduk ia pun melangkah memasuki mension, ia melangkah dan terus melangkah hingga akhirnya ia berada di ruang tengah. Di mana ayahnya kini menatap tajam ke arahnya, dan jangan lupa beberapa makhluk lain sepertinya menatapnya nafsu atau dengan kata lain mereka menatap Zaki bukan dirinya. Mereka sama-sama memiliki sayap, sama-sama memiliki taring yang panjang dan sama-sama makhluk berdarah dingin, yah! Mereka adalah vampire, begitupun dengan dirinya sendiri, ia vampire dan semua yang ada di sana adalah vampire kecuali lelaki yang ada di gendongannya. “Singkirkan pikiran kotor kalian,” ujar Alesiya sinis. “Untuk apa kau membawanya kemari?” tanya seorang lelaki berbadan besar yang tak lain adalah ayahnya Alesiya. “Maafkan aku jika membuat ayah marah, tapi kumohon selamatkan dia.” Alesiya berlutut di hadapan ayahnya meminta pertolongan. “Kau sudah tau apa jawabanku kan, jadi lekas bawa manusia itu pergi dari sini atau kau ingin ia dijadikan santapan malam kita?” tanya ayah Alesiya tegas. “Aku mohon yah! selamatkan dia, aku akan melakukan apa yang kau perintahkan tapi kumohon selamatkan dia,” lirihnya, butiran-butirang bening yang sedari tadi ia tahan kini telah membasahi pipi pucatnya membuat sang ibu yang ada di sana jadi sedih. “Sayang, apa kau tidak tega melihat anak kita sedih? bagaimana pun juga ia anak kita" bujuk sang istri kepada sang suami. “Aku tidak mau, kalau aku menyelamatkan pemuda itu aku yakin ia akan selalu menemui pemuda itu lagi.” Ayah Alesiya menolak dengan tegas. “Ayolah, Sayang?” tak ingin putus asa sang istri selalu membujuk suaminya hingga terdengar  helaan napas keluar dari hidung mancung sang suami. Baiklah aku akan menyelamatkannya tapi dangan satu syarat, mulai sekarang jangan temui dia lagi,” ujar sang ayah. Alesiya tersenyum mendengar kata ayahnya walupun berpisah dengan cintanya, tetapi itu tak apa yang penting Zaki selamat dan hidup bahagia walaupu tidak bersama dengannya. “Iya, Ayah,” ujar Alesiya lirih. Lelaki yang kini tengah berperan sebagai ayah dari Alesiya menutup kedua matanya dan sebuah cahaya berwarna pink mengerubuni telapak tangan kiri sang ayah. Tak lama kemudian sebuah botol berwarna cokleat yang berisi cairan obat di tangannya. “Ambillah ramuan ini dan berikan kepada pemuda itu maka ia akan segera sadar, tapi terlebih dahulu kau bawa manusia itu keluar dari mension dan ingat setelah ia meminum ramuan itu maka pemuda itu tak akan pernah mengingatmu, mension ini, begitupun dengan hutan ini, semuanya yang berhubungan denganmu ia tak akan ingat,” ujar ayah Alesiya panjang lebar. Alesiya tersenyum kecut menaggapinya dan melangkahkan kakinya mengambil ramuan obat itu dan melangkah keluar dari mension bersama dengan tubuh tak berdaya Zaki. Ia melompat dari dahan pohon satu ke pohon lainnya hingga ia melihat sebuah benda besar yang sampai saat ini belum ia ketahui apa namannya. Alesiya membaringkan tubuh lemah Zaki di jok belakan mobinya, membiarkan pahanya di jadikan bantalan untuk Zaki. Ia menatap botol pemberian ayahnya. Sesaat ia hanya menatap botol itu dan pada saat tiga menit berlalu ia membuka botol itu dan meminumkannya secara perlahan ke bibir pucat Zaki. Lagi-lagi air matanya tak bisa ditahan, air matanya mengalir. Sekuat apapun ia menahannya tetapi cairan bening itu tetap membanjiri wajah pucatnya, cairan itu jatuh bersamaan dengan luka yang mendalam di hatinya. “Aku mencintaimu dan maafkan aku membuatmu seperti ini, maafkan aku yang tak bisa menemuimu lagi,” ujar Alesiya lirih sungguh ia tak ingin berpisah dengan lelaki itu, tapi apa boleh buat suka atau tidak, saat lelaki itu sadar mungkin ia tak akan dapat melihatnya lagi. Alesiya mencondongkan tubunya hingga kedua bibir mereka bersentuhan. Alesiya menciumnya, dan mungkin itu adalah ciuman pertama dan terakhinya. Setetes air mata jatuh di pelupuk mata Alesiya, cairan bening itu jatuh tepat di salah satu mata Zaki. “Selamat tinggal, kuharap di kemudian hari kita dapat bertemu kembali, aku mencintaimu.”  Alesiya keluar dari mobil membiarkan tubuh yang dulunya lemah tak berdaya kini mulai membaik. ***** “Bagaimana ini sayang? Anak kita hilang lagi, bagaimana jika sesuatu terjadi padanya sayang?” Mrs. Rani tak henti-hentinya ia menangis. Ia duduk di samping suaminya, ia cemas anaknya belum pulang. Sekarang jam menunjukkan pukul tiga subuh, tapi sampai sekarang belum ada kabar dari polisi atau pun orang suruhannya. Suaminya berusaha menenangkan istrinya, ia peluk erat istrinya memberikan kenyaman. Tak lama kemudian, bunyi nyaring telepon menyadarkan mereka dan  Mr. Roka meraih gangan telepon. “Maaf menganggu malam-malam begini, tuan,” ujar seseorang di seberang sana. “Tidak apa-apa, ada apa?, apa kau telah menemukan putraku,” tanya lelaki paruh baya itu. “Iya tuan, kami menemukan putra anda di sebuah hutan belantara, kami menemukannya pingsan di dalam jok belakan mobil.” “Apa?” “Sakarang kami akan membawanya kerumah sakit pelita, Tuan.” “Teima kasih, saya akan kesana,” ujar lelaki paruh baya itu mengakhiri pembicaraannya. “Ada apa sayang?” tanya sang istri. “Mereka telah menemukan Zaki dan sekarang ia ada di rumah sakit sebaiknya kita pergi kesana.” Mereka pun bergegas menuju rumah sakit pelita untuk melihat keadaan sang anak. Sesampainya di sana sang istri terus-terusan menangis melihat putra kesayangannya terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit. Mrs.Rani terus-menerus menangis hingga menjelang pagi, sedangkan sang suami tak dapat tidur akibat sang istri terus menangis, membuat lingkaran hitam menyelimuti kedua matanya. Matahari telah menampakkan wajahnya dan memancarkan sinarnya, cahaya matahari mulai mesuk melalui celah-celah jendela di sebuah kamar di rumah sakit. Terpaan sinar matahari membuat Zaki mengeliat tidak nyaman. Hingga akhirnya kedua bola matanya terbuka merasa terganggu oleh cahaya matahari. Ia mengucek kedua matanya dan beralih menatap sang ibu yang kini terus menangis, mungkin sang ibu tidak menyadari jika sang anak telah sadar. “Hisk... hisk.” “Mom!” panggil Zaki membuat sang ibu menoleh dan matanya pun berbinar-binar melihat putra satu-satunya telah sadar. “Astaga! Zaki kau telah sadar syukurlah.” Ibu Zaki beranjang memeluk tubuh lemah Zaki. “Syukurlah kau sudah sadar, ngomong-ngomong kenapa kau bisa pingsan di mobil?" “Ahhhh, aku pingsan yah?" “Iya, polisi yang menemukanmu bilang kau pingsan di dalam mobil dan saat itu kau berada di hitan belantara yang sudah bertahun-tahun tak ada seorang pun yang mengunjungi hutan itu,” ujar sang ibu panjang lebar. “Hutan? Hutan yang mana?” tanya Zaki. “Kau tidak ingat?  sudah dua kali kau ditemukan di sana, apa kau tidak ingat?” tanyanya sekali lagi. “Emmm, aku tidak ingat,” ujar Zaki pelan. “Emmm, mungkin kau harus istirahat dulu dan setelah kau ingat kau harus menceritakannya, ok!” Mrs,Rani membaringkan tubuh Zaki dan menyelimutinya dengan lembut, lalu mencium kening Zaki lalu melangkah keluar kamar inap Zaki. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN