BAB 3 AMANDA RIN

2173 Kata
       Alesiya memasuki mension yang telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun. Ia melangkah pelan berusaha agar langkahnya tak terdengar. Takut seseorang memergokinya yang ternyata pulang terlambat dan mengingkari janji ibunya. Walaupun sebenarnya bukan ibu kandung, tetapi ia tetap menganggapnya sebagai ibu.       “Kau terlambat,” ucap sebuah suara yang tepat berada di belakannya membuat Alesiya hampir terpingkal ke depan saking kagetnya dan itu sukses membuat mudnya jadi buruk mengingat siapa yang ada di belakannya. Dengan malas ia berbalik ke belakan menatap tajam seorang pemuda yang ada di depannya sekarang ini. “Bukan urusanmu,” ketus Alesiya lalu berbalik bermaksud meninggalkan pemuda itu jika saja sebuah tangan menariknya membuat ia tertarik ke belakang dan hampir saja ia dan pemuda itu berpelukan jika saja ia tidak menyanggah tubuhnya dengan tangannya yang lain. Kedua mata mereka bertemu, mata coklat Daniel membuatnya terpana sejenak namun dengan cepat ia tersadar, apa yang ia pikirkan.  “Kenapa melamun? Apa kau terpesona dengan wajahku?” seru Daniel membuat Alesiya tersadar dari lamunannya dan buru-buru melepas tangannya dari d**a Daniel. “Kamu percaya diri sekali,” ujar Alesiya dan meninggalkan Daniel yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. “Bau manusia.” ***** Alesiya melangkahkan kakinya memasuki mension yang lebih dalam tanpa memperhatikan berbagai mata tengah memperhatikannya dengan tatapan lapar, hingga ia telah sampai di sebuah pintu kayu yang bertuliskan MyRoom. Alesiya membuka pintu itu dengan pelan dan betapa kagetnya ia saat menyadari sang ayah yang  duduk manis di ranjang miliknya sambil menatapnya tajam. “Ayah!” seru Alesiya kaget. Alesiya melangkahkan kakinya lebih mendekat di hadapan sang ayah dangan perasaan cemas dan takut. “Kau dari mana?” tanya ayahnya dengan nada dingin. “Itu ... aku d-dari ... hutan ayah,” ujar Alesiya terbata-bata dan hanya menundukkan kepalanya karena takut. “lihat aku! Jangan tundukkan kepalamu, Alesiya!” seru ayahnya dengan volume suara yang ditinggikan. Dengan ragu Alesiya mulai menatap ayahnya yang telah merawatnya sejak ia bayi. “Katakan yang sejujurnya apakah tadi kau bersama dengan seorang manusia?” tanya sang ayah yang sukses membuat ia makin ketakutan, ia sangat takut jika ia ketahuan bersama dengan manusia. “I-itu.” “Jawab yang jelas!” Sang ayah makin mendesaknya dan hingga akhirnya ia menghembuskan napasnya perlahan dan menatap ayahnya. “Iya, tadi aku bersama dengan manusia.” “Sudah kuduga.” “Tapi itu hanya kebetulan, yah!” seru Alesiya yang membela dirinya. “Untuk kali ini ayah memaafkanmu, tapi jika kau sampai mengulanginya lagi kau akan mendapatkan hukuman.” “Iya, Ayah,” seru Alesiya pelan. “Jangan lupa mandi, apa kau tidak tau aroma manusia itu menempel di tubuhmu dan kau bisa diserang dengan yang lainnya. Apa kau mengerti?” Ucapan itu membuat Alesiya baru menyadari kebodohannya. “Pantasan ayah tahu, ternyata karena baunya menempel,” seru Alesiya dalam hati. Alesiya menghembuskan napasnya saat sang ayah telah pergi dari kamarnya dan ia pun merobohkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamarnya dan tersenyum saat mengingat wajah pemuda yang ditemuinya tadi. “Kira-kira apa yang kau lakukan sekarang, yah.” ***** “Kira-kira apa yang kau lakukan sekarang, yah.” ujar seorang pemuda yang ada di sebuah kamar yang sangat luas yang penuh dengan barang-barang mewah. Pemuda itu menatap langit-langit kamarnya dan sesekali tersenyum. “Sepertinya kita akan sering-sering bertemu,” serunya  dan cukup didengar oleh sepasang telinga yang sedari tadi menguping di luar kamar. Tak lama kemudian kedua mata pemuda itu pun tertutup secara perlahan, membawanya ke alam mimpi indah. “Sepertinya dia sudah tidur, Sayang,” ujar seorang wanita paruh baya kepada seorang lelaki paruh baya yang sedari tapi mengintip dari celah-celah pintu kamar. Mereka adalah Mr.Roka dan Mrs.Rani orang tua Zaki. “Iya, sebaiknya kita masuk.” Mereka berdua memasuki kamar anaknya dengan mengendap-ngendap takut membangunkan sang anak yang tengah tertidur pulas. “Astaga!” pekik Mrs.Rani yang menyadari cara tidur anaknya yang acak-acakan, dengan lembut ia memperbaiki cara tidur anaknya agar lebih nyaman. Mrs.Rani duduk di samping anaknya dan merapikan poni anaknya yang menutupi matanya denga lembut ia membelai rambut anaknya menbuat sang anak semakin nyenyak dalam tidurnya sedangkan Mr.Roka hanya tersenyum menatap istri dan anaknya. “Sebaiknya kita harus mencari sesuatu sebelum ia terbangun, Sayang,” ujar lelaki paruh baya itu dan disetujui sang istri dengan anggukan kepala. Meraka pun menggeledah lamari-lamari yang ada di sana berharap ia dapat menemukan sesuatu, yang telah membuat anaknya seperti orang gila yang selalu tersenyum. Lima belas menit telah berlalu tapi benda yang ia cari belum ia dapatkan. ”Di mana sih dia taruh foto gadis itu?” kesal mereka berdua karena tak kunjung ketemu. Karena tak menemukan apa yang ia cari akhirnya mereka berdua keluar dari kamar anaknya dan menuruni tangga menuju ruang tengah. “Kira-kira Zaki taruh di mana sih foto gadis yang ia suka.” kesal ibu Zaki dan menghempaskan tubunya di sofa yang ada di ruangan itu dan disusul dengan ayah Zaki. Sejak Zaki pulang kerumah ia terus tersenyum-senyum sendiri membuat mereka keheranan dan pada saat ia bertanya pada salah satu bodyguard-nya kenapa Zaki bisa seperti itu, dan bodyguard-nya bilang jika ia melihat seorang keluar dari mobil Zaki saat di hutan tapi ia tidak tau siapa, karena ia hanya melihatnya dari samping dan ia beranggapan jika orang yang bersama Zaki itu adalah seorang gadis. Karena itulah mereka berdua ingin menyelidiki siapakah orang yang bersama dengan anaknya. Apakah anaknya telah memiliki kekasih atau belum. Itulah pertanyan-pertanyaan yang sering berputar di kepala mereka berdua. ***** Di sebuah ruangan terlihat Alesiya tengah mengendap-endap untuk keluar dari rumah yang ia tempati selama bertahun-tahun itu, sebuah senyum terukir di bibirnya saat ia telah melihat pintu masuk dan keluar dari rumahnya atau bisa disebut dengan istana karena bangunan itu begitu luas. Hanya saja, bagian luar mension itu tak terlalu terawat sehingga bagunan itu terlihat menyeramkan. Alesiya menatap pintu masuk dan keluar dari rumahnya itu dengan serius, ia depat melihat sebuah cahaya berwarna putih menyelimuti sisi-sisi pintu itu dan Alesiya tahu apa itu. Sebuah mantra di mana pintu itu tak dapat dibuka oleh orang biasa hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan sihirlah yang dapat membukanya dan Alesiya lah salah satunya. Salah satu dari beberapa orang yang dapat mempunyai kemampuan itu, Alesiya merentangkan tangan kananya ke udara menghadap ke pintu itu dan tak lama kemudian kedua matanya berubah warna menjadi merah. “Amperiam dominator caelorum at terrae.” Sebuah mantra terucap dari bibir pucatnya hingga dengan perlahan cahaya yang ada di pintu itu mulai memudar dan menghilang dan pintu itu terbuka dengan perlahan. Alesiya menurunkan tangannya dan matanya pun telah kembali seperti semula, dengan senyum yang merekah di bibirnya ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu dan melompat ke sebuah dahan pohon yang kuat lalu melompat lagi kepohon yang satu ke yang lainnya. ***** Di lain tempat seorang pemuda tampan turun dari anak tangga dengan dibalut baju kaos yang dilapisi oleh almamater dan celana hitam. Tak lupa pula dengan sebuah ransel yang ada di pundaknya membuat ia semakin terlihat tampan. Hari ini adalah hari penerimaan mahasiswa baru. Tampa kedua orang tuanya sadari ada sepasang pakaian yang ada dalam ransel Zaki. Yah! Zaki berencana untuk tak mengikuti upacara penerimaan mahasiswa baru. Ia berencana untuk ke hutan untuk bertemu dengan Alesiya. Ia melangkahkan kakinya ke ruang makan di mana kedua orang tuanya telah berada di sana dengan berbagai makana tersaji di hadapannya yang jika dilihat sungguh mengunggah selera bagi yang melihat. “Pagi, Mom! Dad!” ujarnya sambil memdudukkan dirinya di sebuah kursi yang kosong di sana dan menaruh tasnya di sebuah kursi kosong yang ada di samping kanannya. “Pagi Zaki” ujar kedua orang tuanya bersamaan. “Bagaimana apa kau siap dengan sekolah barumu?” tanya Mr.Roka yang saat ini berperan sebagai ayah. “Iya, aku sudah siap,” seru Zaki cepat dan mendapat sebuah senyuman hangat dari kedua orang tuanya. Acara serapan pagi itu pun dimulai dengan hening hanya ada dentinggan sendok dan garpu yang bertabrakan dengan piring. “Aku sudah kenyang,” seru Zaki tiba-tiba memecah keheningan yang ada di ruang makan itu. “Apa kau ingin pergi sekarang?” tanya ibunya dengan lembut. “Iya, Mom,” jawabnya dan mengambil tasnya lalu menyambar sebuah kunci yang disodorkan oleh ayahnya. “Hati-hati di jalan,” ujar ibu dan ayahnya bersamaan saat ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari rumah. “Iya, Mom! Dad!” teriaknya saat ia tiba di mobil milik nya. Ia masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankan mesin mobilnya dan tak lama kemudian mobil itu pun melaju dengan sangat kencang saat melewati pagar rumah. Di perjalanan Zaki fokus menyetir dan sebuah senyum terus terparkir di bibirnya sejak ia keluar dari rumah. “Alesiya,  aku datang?” batinnya. Tak lama kemudian mobil miliknya telah memasuki kawasan hutan rimba yang dia lalui kemarin. Saat ia telah sampai di mana ia pertama kali bertemu dengan seseorang yang terus muncul dipikirannya ia menghentikan mobilnya. Ia lalu membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah baju kaos dan celana jins berwarna hitam.Tak ingin membuang waktu ia pun membuka baju sekolahnya dan menggantinya dengan baju yang ia keluarkan dari tasnya tadi. Selesai mengganti baju ia pun keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya memasuki hutan rimba itu dengan perasaan senang berharap ia dapat bertemu lagi dengan seseorang yang ia temui kemarin di hutan itu. Tak lama kemudia ia telah sampai di sebuah danau yang sangat luas dan ia dapat melihat seseorang duduk di pinggir danau dan ia yakin orang itu adalah sesorang yang sangat ingin ia temui sedari tadi. “Alesiya,” ujarnya dan sepertinya orang itu mendengar suaranya, orang itu pun berbalik dan  Zaki hanya bisa mendesah kecewa karena orang itu bukanlah orang yang ingin ia temui. “Ada apa? Apa kau ingin bertemu dengan Alesiya?” ujar orang itu dan sukses membuat kedua mata Zaki berbinar-binar. “Iya, aku ingin bertemu dengan Alesiya, apa kau tau dia ada di mana?” tanya Zaki. “Tentu saja aku mengenal Alesiya,” ujar orang itu dan sekali lagi kedua mata Zaki berbinar-binar dibuatnya. “Apakah kau bisa membawaku bertemu dengan Alesiya?” tanya Zaki. “Tentu saja, ikut aku,” ujar pemuda itu dan melangkahkan kakinya mendahului Zaki dan sebuah seringai tercipta di bibirnya. Zaki hanya mengikuti pemuda itu dengan wajah cerahnya dari belakang dan tak menyadari jika bahaya telah menghampirinya. Lelaki itu berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan dengan pemuda yang ia temui. Zaki membuka percakapan dengan menanyakan apakan lelaki itu dan Alesiya bukan manusia. Namun, lelaki itu tak menanggapi pertanyaan Zaki dan tetap melanjutkan langkahnya yang cepat.  “Dia cepat sekali,” batin Zaki yang merasa kewalahan menyamai langkah pemuda itu. “Kita sudah sampai,” ujar pemuda itu tiba-tiba. Zaki memperhatikan sebuah bangunan yang ada di hadapannya, sebuah bangunan kuno bergaya Eropa yang sepertinya telah lama tak ditempati. Zaki mulai curiga pada lelaki di hadapannya. Ia kembali mempertanyakan keberadaan Alesiya yang sampai sekarang ia tak melihat wanita itu. Namun, pemuda itu hanya menatapnya tampa menjawab pertanyaannya.  “Ayo kita masuk.” Pemuda itu dan melangkahkan kakinya memasuki bangunan kuno itu dan disusul dengan Zaki yang ada di belakannya. Zaki menatap bangunan tua itu dengan ngeri tiba-tiba saja bulu kudungnya meremang saat ia memasuki bangunan itu, apalagi di dalam bangunan itu penuh dengan debu, kotor dan bau seperti bau bangkai. Zaki menghentikan langkahnya, ia mulai curiga pemuda di depannya telah menipunya. “Ada apa?” tanya pemuda itu. “Alesiya di mana?” tanya Zaki yang tak melihat batang hidung orang yang ingin ia temui. “Sir reversus sum ad aliquem," ujar pemuda itu dan tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya muncul di depan mereka berdua, sesosok itu duduk di sebuah kursi lalu disusul dengan beberapa lelaki muda yang berbaris memanjang di sisi kanan dan kiri lelaki paruh baya itu. Pemuda yang membawa Zaki tadi memberikan sebuah hormat kepada lelaki paruh baya itu lalu melangkahkan kakinya ikut berbaris bersama dengan lelaki yang lainnya. “Kalian siapa?” tanya Zaki takut, jujur saja seluruh tubuhnya mulai gemetar karena takut. Karena tak ada jawaban dari mereka semua membuat ia makin ketakutan apalagi dengan lelaki paruh baya itu tengah menyeringai kepadanya. Zaki melangkah mundur dengan perlahan hinga tubuhnya membentur pintu yang ada di belakannya degan tubuh gemetar ia membalikkan tubuhnya dengan memegan knop pintu itu tapi pintu itu tak dapat dibuka. “Buka pintunya!” pekik Zaki. “Aku bilang buka pintunya!” teriaknya lagi. “Tolong.” batinnya. “Kumohon siapa pun tolong selamatkan aku.” ***** Terlihat seorang gadis cantik yang memakai kacamata hitam menarik sebuah koper yang lumayan besar di bandara, gadis itu merogoh saku celananya dan mengambil sebuah handphone yang sedari tadi bergetar di saku celannya. Ia ketik tombol berwarna hijau lalu mendekatkan handphone-nya ke telinga kanannya. “Hallo?” serunya kepada seseorang yang ada di seberang sana. “Iya, mom, aku sudah ada di bandara” “Iya.” Pemuda itu mematikan handphone-nya dan menaruhnya kembali ke dalam saku celanannya. “Maaf, Nona. Apakah anda yang bernama nona Amanda?" tanya seorang lelaki paruh baya kepada wanita cantik itu. Gadis cantik itu membuka kacamata hitamnya dan menatap lelaki paruh baya itu. “Iya, saya Amanda Rin.” TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN