BAB 18 “MOANNE EN STJER”

1627 Kata
Hari semakin gelap saat Alesiya dan Daniel kembali ke apertemen. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam bungkam tak bersuara. Daniel memaklumi. Mungin Alesiya butuh meneangkan diri. Jadi saat ia selesai mengantar Alesiya kekamarnya ia kembali keruangannya. Memikirkan sebuah cara yang dapat membersihkan nama baik wanita itu. Lelaki itu menjentikkan jarinya saat sebuah ide terlintas dalam pirikannya. Ia tersenyum dan mengambil jaket keluar dari apertemen. Dengan kekuatannya ia melompat dari pohon satu ke pohon yang lain. Hingga ia berhenti pada sebuah pohon besar. Lelaki itu mengamati sekitarnya. Sesuai dugaannya. Masih banyak mahasiswa yang berada di kampus. Ia tersenyum menyeringai. “Froarje gesicht” sebuah mantra ia ucapkan hingga wajahnya berubah menjadi sosok lelaki yang lain, dan tak lupa sebuah sayap yang ia keluarkan dari punggungnya. Kukunya memanjang dan kedua matanya berubah menjadi merah. “Saatnya beraksi.” Batinnya. Dengan kedua sayapnya ia terbang mengelilingi kampus. Membiarkan mahasiswa yang masih ada di kampus melihatnya. Semua yang melihat mulai berkerumun ketakutan. Mencoba tak menjauh dari teman-temannya. Dengan wajah menyeramkan lelaki itu mendarat dan menatap mahasiswa satu persatu yang gemetar ketakutan. “Aku mohon jangan bunuh kami.” Seorang wanita berlutut memohon di hadapan Daniel. Tanpa lelaki itu sadari, ternyata ada seorang lelaki yang berdiri di belakannya sambil memegang pisau. Dengan memberanikan diri lelaki itu berlari kearah Daniel dan mencoba menusuknya dari belakan. Namun dengan cepat Daniel menyadarinya dan menghindar. Lelaki itu mulai ketakutan saat Daniel mendekatinya dengan wajah geram. Kedua kaki lelaki itu melemas akibat ketakutan, membuat ia terjatuh dan dengan menyeret tubuhnya ia mundur langkah demi langkah dengan mengesot di tanah yang kotor. Daniel menyeringai sambil mendekati lelaki itu. Dengan kukunya yang panjang ia kibaskan tangannya, membuat lelaki di hadapannya terluka akibat cakaran yang Daniel layangkan. Semua mahasiswa mulai histeris ketakutan. Beberapa ada yang pingsan dan ada juga yang lari terbirit-b***t. “Sepertinya ini sudah cukup untuk menakuti mereka.” Batin Daniel. Ia lebarkan sayapnya dan terbang menjauh. Meninggalkan lelaki yang terluka parah tadi dan beberapa mahasiswa yang tak sadarkan diri. ***** Alesiya bersiap-siap kekampus. Ia menguatkan tekat dan keberanian untuk mengahadapi tiap hinaan dan fitnah yang di berikan saat ia kembali kekampus. Wanita itu menatap pantulan dirinya yang ada di cermin. “Aku pasti bisa. Aku bukanlah seorang pengecut.” Ia menyemangati dirinya sendiri. Ketukan pintu kamarnya, membuayarkan lamunan.  Ia hanya menatap pintu dan melihat Daniel yang muncul dari balik pintu yang telah rapi dan lengkap dengan tas ransel di punggungnya. “Ayo berangkat.” Wanita itu tersenyum dan melangkah keluar apertemen bersama dengan Daniel. Setibanya di kampus. Tak seperti biasanya, banyak mahasiswa yang akan berteriak ricuh menatap Daniel. Namun kenapa hari ini berbeda dari biasanya? Lagi-lagi wanita itu mengambil cermin kecil yang ada dalam tasnya. Mengecek penampilannya. Apakah sudah bagus atau tidak. Sebelum turun dari mobil wanita itu bergumam kecil untuk penyemangat diri. Mereka berdua melangkah di lorong kampus menuju kelasnya. Mahasiswa yang kemarin membicarakannya kini tak ada lagi. Sepanjang perjalanan sepi tak ada mahasiswa yang berlalulalang. Akhirnya ia tiba di kelasnya. Wanita itu mengehembuskan napas kasar sebelum ia membuka pintu. Betapa kagetnya ia saat wanita itu di sambut dengan gembira oleh teman sekelasnya. Sebuah bunyi terompet sebagai penanda penyambutan dan sebuah baloho besar yang bertuliskan. “Maafkan kami, Alesiya.” Membuat wanita itu berkaca-kaca. Tak menyangka temannya akan memberikannya kejutan. Daniel yang ada di belakannya, tersenyum melihat wanita yang ia sayangi sengat bahagia. Salah satu teman kelasnya menarik Alesiya, menuntunnya menuju mejanya. Lagi-lagi wanita itu bahagia mendapati banyak kado yang bertumpuk-tumpuk di atas meja. “Ini hadiah kecil kami. Semoga kamu suka dan memaafkan kami,” Ujar salah satu temannya. “Tidak apa-apa kok, aku tak membenci kalian,” Ujar Alesiya yang di susul dengan senyuman. Satu persatu temannya mendekat, berjabak tangan bahkan ada yang memeluknya sebagai permintaan maaf. “Akhirnya masalah telah selesai,” Batin Alesiya.  “Tapi, apa yang telah terjadi? Apakah pembunuhnya telah di temukan?” “Apa yang kau pikirkan?” tanya salah satu temannya membuat lamunan wanita itu buyar. Ia menatap wanita yang ada di sampinnya dan menggelengkan kepala. “Tidak ada.” “Kau tau tadi malam, di kampus seorang monster muncul dan menyerang mahasiswa tadi malam,” Ujar yang lain. Beberapa temannya memperbaiki duduknya melingkar untuk bergosip. “Salah satu mahasiswa hampir meninggal karena monster itu. Karena berita itu kami mengetahui kesalah kami yang tak mempercayai mu. Maafkan kami, dan menurut beberapa orang yang menyaksikan mengatakan bahwa monster itu seorang laki-laki,” ujar seorang lelaki salah satu teman kelasnya. “Mungkinkah lelaki yang aku temui di taman kemarin?” batinnya. **** Jam pelajaran selesai, beberapa mahasiswa baik dari satu fakultasnya atau pun dari dari fakultas lain juga mengerumuni kelas Alesiya saat selesai pelajaran. Mereka membawa kado sebagai ucapan permintaan maaf mereka yang telah menghujat dan menghina wanita itu kemarin. Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan buat Alesiya, di mana semua temannya telah menganggapnya sebagai sahabat dan mulai ramah padanya, tak seperti awal masuk, semuanya seakan membencinya. “Wahhh, hari ini kau jadi artis di kampus,” ujar Amanda, wanita itu hanya tersenyum malu menanggapi. Mereka berempat Alesiya, Amanda Zaki dan Daniel kini berada di kantin menikmati makan. Sesekali beberapa mahasiswa menyapa Alesiya. **** Alesiya masuk kedalam ruangannya dengan wajah lesu. Ia lelah, seluru badannya seakan remuk setelah mereka berempat berjalan-jalan untuk merayakan hilangnya semua masalah yang di alami wanita itu. Dengan langkah gontai ia bejalan menuju ranjangnya. Membiarkan tubuhnya jatuh di ranjangnya yang empuk. Ia menatap langit-langit kamar, lagi-lagi ia tersenyum. Memikirkan hari ini membuat ia sangat bahagia. “Syukurlah. Semunya baik-baik saja.” Sebuah kalimat terucap dari bibinya. Tak lama kemudian wanita itu pun masuk kedalam mimpi. Tiga pulum menit kemudian wanita itu terbagun dengan keringat dingin memasahi tubuhnya. Jantungnya berpacu cukup kencang. “Samua akan baik-baik saja. Ini hanyalah sebuah mimpi buruk.” Wanita itu mengelus dadanya yang berteka kencang untuk menenangkan dirinya. Alesiya turun dari ranjang menuju lemari es. Tangan lentiknya membuka pintu itu dengan pelan. Ia mengambil sebotol darah dan melangkah ke balkon yang ada dalam kamarnya. Sambil menikmati sebotol darah, wanita itu duduk menghadap langit yang di penuhi bintang-bintang pada malam itu. Membiarkan angin dingin merasuki kulinnya yang putih. Saat mata sayunya melihat bintang jatuh dari singgahsananya. Ia mengatupkan kedua tangan dan matanya mengucapkan sebuah permohonan. “Aku mohon. Biarkanlah kami berempat tetap bersama selamanya walaupun kami memiliki satatus yang berbeda.” Tetesan air mata jatuh di pelupuk matanya. Tak bisa ia bayangkan jika apa yang di katakan lelaki yang ada taman menjadi kenyataan. Saat sebotol darah yang ada digenggamannya habis. Ia melangkah kembali ke kamar setelah terlebih dahulu menutup jendela. Ia membuang botol yang telah kosong ke tong sampah sebelum ia membaringkah tubuhnya di ranjang. Berusaha untuk tidur dalam kegelapan. Lagi-lagi tampa ia sadari beberapa helai rambutnya berubah warna putih. ***** Hari ini Alesiya dan Daniel libur. Lelaki itu bermalas-malasan keluar kamar dan lebih memilih untuk melanjutkan tidur setelah membuat sarapan di kamar sebelah. Setelah masakan selesai lelaki itu kembali kekamar dan melanjutkan tidurnya. Namun sebuah gedoran pintu membuat ia tak bisa tidur dengan damai. Seorang wanita mengedor pintunya cukup kencang. Membuat bebarapa penghuni apertemen keluar dan menegur wanita itu. Namun wanita yang bernama Alesiya itu malah bermasa bodoh dan makin mengencangkan gedorannya. Akhirnya dengan wajah kesal lelaki itu bangun dan membukakan wanita itu pintu. “Ada apa?” ujar lelaki itu di depan pintu dan sesekali menguap di hadapan Alesiya. Tampa memperdulikan lelaki itu. Alesiya menyolong masuk kekamarnya tampa permisi. “Apa yang kau lakukan?” “Lakukan sesuatu untuk rambutku. Entah mengapa rambutku selalu berubah warna putih. Jika di biarkan maka seluruh rambutuku akan memutih dalam satu bulan.” Jelas Alesiya pada Daniel. Lelaki it mencoba mengucap mantra untuk menghitamkan rambut wanita di hadapannya. Namun tak membuahkan hasil walaupun di ucapkan beberapa kali. “Cara satu-satunya yaitu dengan menyemirnya.” “Apa kau yakin? Itu akan berhasil.” “Kita coba saja.” Alesiya memakai semir rambut yang berwarna hitam setelah Daniel pergi membelinya dan lelaki itu membantunya menyemir rambut. Wanita itu menunggu beberapa menit sebelum membilas rambut panjangnya sesuai anjuran dari kotak semir yang mereka beli. Setelah cukup lama ia menunggu akhirnya wanita itu membilas rambunya di kamar mandi Daniel. Namun, lagi-lagi wanita itu berteriak histeris mendapati beberapa helai rambutnya masih berwarna putih. Air yang mengalir dari rambut Alesiya membuat pakaiannya basah tanpa ia sadari. Ia mendekati Daniel yang berusaha menghindarinya karena baju wanita itu tipis sehingga baju basanya membuat lekukan tubuhnya terlihat jelas. Dengan kesal lelaki itu mengambil handuk. Membungkus tubuh wanita itu. Ia dorong tubuh itu keluar dari kamar dan menyuruhnya untuk kembali kekamarnya tanpa memperdulikan perkataan histeris wanita tadi. Daniel menyandar pada pintu kamarnya. Meremas dadanya yang berdetak kencang. “Apa yang aku pikirkan, bodoh.” Daniel tersenyum kecut. Alesiya masuk kekamarnya dengan kesal, ia tutup pintu berbahan mahoni itu dengan bantingan keras dan melangkah menuju lemari riasnya. “Jalan satu-satunya adalah dengan mengguntingnya,” ujar wanita itu. Dengan mengela napas pelan, wanita itu mengambil gunting. Bersiap-siap untuk menggunting rambut kesayangannya. namun, setelah ia memotong rambut putihnya. Beberapa detik kemudian rambut putihnya kembali seperti semula. Ia ulangi lagi, dan hasilnya tetap sama rambutnya bergenerasi cepat sehingga walaupun berkali-kali ia potong rambut itu tetap akan kembali seperti semula. Sedangkan rambut putih yang jatuh malah berubah kembali seperti semula. Akhirnya ia menyerah. Ia melangkah keranjangnya, menjatuhkan tubuhnya begitu saja pada ranjang. “Apa yang harus aku lakukan?” batinnya sambil menatap langit-langit kamar. Ia ulurkan tangannya ke udara. Menatap tangan kurusnya yang lentik. Wanita itu kembali mengingat indahnya langit malam yang di penuhi dengan bintang-bintang. Ia tersenyum dan tanpa sadar ia mengucap sebuah mantra. “Moanne en stjer” seketika itu juga ruangannya terhiasi oleh bulan dan bintang seperti yang ia lihat tadi malam. Ia larut dalam ilusi yang ia buat sendri. Seakan ia terbang di langit yang di penuhi oleh bintang-bintang. Tak lama kemudian kegelapan menghampirinya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN