BAB 17 AKU MENGINGINKANMU, ALESIYA

1794 Kata
Jam menunjukkan pukul sembilan malam saat Alesiya mulai sadar dari tidur panjangnya. Arama makananlah yang menjadi penyapa saat ia terbangun. Ia alihkan pandangannya pada sosok pria yang tengah asyik memasak di dapur. Bunyi piring-piring yang bertubrukan dengan piring lain saat lelaki itu kerepotan memasak sambil menata makan yang banyak membuat Alesiya menatapnya sendu. “Terima kasih Daniel.” Batinnya. “Kau sudah bangun?” Daniel mendekatinya saat melihat Alesiya mencoba untuk duduk. Lelaki itu berlari kecil dan membantu wanita itu. “Aku bisa sendiri.” Wanita itu tersenyum padanya. Mencoba memberitahukan lelaki itu bahwa ia baik-baik saja. Lelaki itu memegang wanita itu menuju ruang makan. Menuntunnya dengan sangat hati-hati takut Alesiya terjatuh. Saat makan malam, hanya sedikit nasi yang masuk ketubuhnya. Ia tak berselera makan. Kejadian tadi pagi masih terbayang di memorinya. “Makalah banyak. Ini demi kebaikanmu.” Ujar Daniel namun wanita itu hanya menggelengkan kepala lemah. “Aku sudah kenyang.” Wanita itu kembali ke ranjangnya meninggalkan Daniel yang membereskan piring-piring kotor. Saat melewati lemari yang terdapat cermin, ia menyadari bahwa terjadi perubahan pada rambutnya. Ia mendekat ke cermin dan betul beberapa helai rambutnya memutih. “Apa yang terjadi denganku?” pekinya seketika. Mendengar teriakan Alesiya Daniel menghentikan aktifitasnya berlari kecil ke arah Alesiya. “Ada apa?” “Rambutku. Apa yang terjadi dengan rambutku?” ujar wanita itu sambil menunjukkan helai rambutnya yang memutih ke hadapan Daniel. “Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja saat pulang dari mall rambutmu sudah memutih.” “Bagaimana aku kekampus jika rambutku memutih seperti uban. Semua orang akan menertawaiku.” Ujar Alesiya sedih. “Kau ... Kau masih ingin kuliah?” tanya Daniel memastikan dan wanita itu mengangguk. “Aku tidak bisa lari. Jika aku tidak kekampus, maka berita buruk tentangku akan terus berlanjut. Aku harus membersihkan namaku.” Ujar Alesiya. “Baiklah. Istirahatlah, besok akan baik-baik saja.” Kata Daniel. “Aku kembali keruanganku, yah! Istirahatlah.”  Lanjutnya dan melangkah keluar dari ruangan wanita itu. Saat Daniel mengilang di balik pintu, wanita itu memperbaiki posisi tidurnya. Ia menyandar pada sebuah bantal, membuat tubuhnya senyaman mungkin. ia menatap langit-langit kamar sambil mengingat kembali apa yang telah terjadi seharian ini. Mulai dari fitnah teman-temannya, suara-suara aneh yang ia dengar tadi siang hingga helai rambutnya yang berubah warna. Sebenarnya apa yang telah terjadi. “Syukurlah suara-suara itu tak terdengar lagi.” Batinnya. Lelah dengan fikirannya yang penuh.  Memikirkan hal aneh yang terjadi padanya, akhrinya wanita itu memperbaiki posis dan berbaring membiarkan dewi-dewi mimpi meculiknya. **** “Temui aku di taman bermain dekat Mall jam 08:00” Saat Alesiya bersiap-siap berangkat ke kampus. Sebuah pesan dari Zaki membuat ia mengurunkan niatnya. Sebelum berangkat menuju tempat perjanjian. Ia memasuki ruangan Daniel yang ada di sebelah kamarnya. Memberitahukan bahwa wanita itu tak jadi ke kampus dan memiliki janji dengan Zaki. Akhrinya lelaki itu berangkat ke kampus seorang diri. Kini Alesiya duduk di sebuah bangku halaman taman bermain sambil menikmati segelas capucino di tangannya. Ia menunggu Zaki yang entah mengapa belum menampakkan dirinya. Wanita itu mulai memanyunkan bibirnya kesal. Lelaki yang ia tunggu belum datang. Akhirnya, untuk menghilangkan bosan wanita itu menyusuri taman yang masih sepi pengunjung. Sambil berjalan wanita itu mengutak atik ponselnya hingga tak menyadari seseorang berjalan kerahanya dan menabranya. Ponsel dalam genggamannya terjatuh hingga layarnya pecah. Lelaki itu menghilang saat Alesiya berbalik ingin meminta pertanggung jawaban. Ia terduduk mengambil ponselnya dan bernapas kecewa sambil meratapi ponselnya yang kini tak bernyawa. Kekecewaannya teralihkan saat sebuah tanngan menup kedua matanya. Ia berusaha melepas tangan tersebut, namun tangan itu sangat kuat. Akhirnya wanita itu menyerah dan bertanya siapa dia. “Tebak siapa aku?” ujar sang pemilik tangan. “Zaki?” tanya Alesiya memastikan. Lelaki itu melepas tangannya, membalik tubuh Alesiya membuat wanita itu berhadapan dengannya. Wanita itu tersenyum, dugaannya benar. “Kau lama sekali.” “Maaf kan aku, tadi macet di jalan.” Mohon Zaki dan wanita itu mengangguk. Kini mereka menikmati tiap-tiap wahana permainan mulai dari Roller coaster, komedi putar, bumper car, dan sky swinger. Taman bermain telah ramai oleh pengunjung. Baik laki-laki maupun perempuan. Anak muda maupun orangtua. Alesiya merasa sangat bahagia menikmati tiap permainan yang mereka mainkan. Melupakan semua masalah yang ia alami. Semua wahana telah mereka coba, sekarang hanya sisa satu wahana yang belum mereka coba yaitu bianglala. Wanita itu menarik lengan Zaki menaiki bianglala. Mereka berdua kini duduk di salah satu kursi bianglala menikmati pemendangan kota dari ketinggian. “Terima kasih, aku sangat senang.” Ujar Alesiya tulus pada lelaki di hadapannya. Lelaki itu tersenyum. “Tidak apa-apa, aku juga senang melihatmu bahagia.” Lelaki itu membelai rambut Alesiya yang berwarna putih dan menyeringai. Namun wanita itu masih belum menyadarinya. “Kau tahu, saat pertama kali aku bertemu denganmu. Entah mengapa aku mulai tertarik.” “Kau sangat cantik, umut dan polos. Aku suka itu.” Lanjutnya lagi. Alesiya hanya menunduk mendengar kata-kata manis lelaki di hadapannya dengan wajah memerah. Dengan lembut lelaki itu memegang dagu wanita di hadapannya hingga kedua matanya bertemu. Lelaki itu mencondongkan tubuhnya mendekatkan bibirnya pada bibir Alesiya. Wanita ia berdebar saat lelaki itu semakin  dekat dengannya. Ia menutup matanya, lelaki itu menyeringai dan Sebuah kalimat membut Alesiya terkejut setengah mati. “werom nei gewoan.” **** Daniel bersiap-siap kekampus saat Alesiya datang ke ruangannya. Memberitahunannya bahwa wanita itu tak jadi kekampus. Akhirnya ia berangkat kekampus seorang diri. Saat tiba di kampus, seperti biasa teriakan ricuh para wanita yang menunggunya di halaman kampus. Lelaki itu hanya menatap wanita itu dingin dan menalangkah menuju koridor. Sepanjang perjalanna, para mahasiswa masih membicarakan Alesiya. Lelaki itu hanya mengepalkan telapak tangannya. Tidak mungkin ia mengamuk dan membunuh semua mahasiswa yang ada di sana. Langkahnya terhenti saat ia berdiri di pintu kelasnya. Beberapa foto Alesiya terpajang di pintu dengan coretan-coretan merah menghiasi foto. Lelaki itu mulai geram, dengan lengan kokohnya ia merobek foto-foto itu hungga serpian kecil. Ia mendobrak pintu kelas dan semua mata tertuju padanya.  Wajahnya kembali memerah dan urat nadi terlihat jelas di lehernya. Sebuah tulisan “Alesiya seorang pembunuh.” Yang ada di papan tulis. Lelaki itu melangkah mengambil penghapus dan menghapus tulisan itu. Selesai membersihkan papan tulis. Ia melempar penghapus itu asal dan memukul meja guru hingga retak. Semua mahasiswa mulai takut dan menundukkan kepala. “Siapa yang melakukannya?” bentak Daniel namun tak ada yang menjawab. Lelaki itu mengulangi bentakannya. “Kami tidak tahu, tulisan itu telah ada sebelum kami datang.” Ujar salah satu wanita.  “Dan bukan di kelas ini saja.” Lanjutnya lagi. Lelaki itu meninggalkan kelas dengan kilatan marah terpancar di matanya. Ia masuki tiap-tiap ruangan dan menghapus semua tulisan buruk tentang Alesiya. Bukan hanya di fakultasnya. Lelaki itu juga memasuk ruangan dari fakultas lain. Kini lelaki itu tiba di ruangan Zaki. Saat ia masuk ia mendapati Zaki yang tengah menghapus papan tulis. “Mengapa kau bisa di sini?” tanya Daniel. “Aku tak boleh di sini?” tanyanya balik. “Bukankah kau janjian dengan Alesiya hari ini.” “Janjian apa? Aku tak pernah bertemu dengan Alesiya.” “Apa kau serius?” Tanya Daniel memastikan dan lelaki itu mengangguk. “Sial, seseorang pasti menjebaknya.” Batin Daniel dan segera keluar dari ruangan Zaki. Di perjalanan ia mengubungi wanita itu namun tak bisa dihubungi. Lelaki itu kembali ke apertemen namun wanita itu tidak ada. Ia utak-atik ponselnya untuk mencari keberadaan Alesiya dan sinyal ponsel wanita itu menghilang di taman bermain. Daniel mengendarai mobil cukup kencang ke taman bermain, semoga saja wanita itu masih ada di sana. “Semoga kau baik-baik saja.” ***** “werom nei gewoan.”  Alesiya membuka kedua matanya saat mendengar lelaki itu menggumamkan sebuah kalimat. Jantungnya berdetak kencang menatap lelaki di hadapannya. Mata biru. Kesan pertama yang ia ketahui saat melihat lelaki di hadapannya. Dengan sekuat tenaga wanita itu mendorong lelaki yang nyatanya bukanlah Zaki. Wanita itu melihat kebawah. Tak ada siapapun. Kemana perginya semua pengunjung tadi, dan Bianglala yang mereka naiki kini berhenti dan tergantung di udara. Lelaki itu meneringai menatap wajah cemas Alesiya. “Apa yang telah kau lakukan?” tanya Alesiya. “Aku hanya mengembalikannya seperti semula. Aku hanya membuat sebuah ilusi yang kau inginkan. Aku menjadi seseorang yang kau inginkan. Bukankah itu menyenangkan? Menikmati hari dengan seseorang yang kau cintai?” “Apa maumu?” “Aku menginginkanmu. Ikutlah denganku dan tinggalkan semua teman munafik mu itu.” “Aku tak mau.” “Kau dan sahabat-sahabatmu itu berbeda. Apa kau pikir mereka akan menerimamu saat mengetahui siapa kau sebenarnya? Manusia dan vampire tak bisa bersatu.” “Kau tahu siapa aku?” “Jelas aku tahu. Karena kita berdua adalah sama, dan sampai kapanpun dunia kalian berbeda. Dalam dirimu terdapat sebuah moster yang masih terbelunggu. Namun belenggu itu mulai melemah. Semakin lama kau akan berubah, dan melukai semuanya. Membunuh siapapun tanpa henti dan tanpa belas kasih. Bahkan sahabat yang telah kau anggap sebagai saudara tak luput dari cakaranmu.” “Tidak ... itu tak akan terjadi.” “Kau pasti sudah mendengarnya kan? Menyuruhmu untuk membunuh.” Lelaki itu menyeringai mendekatinya dan duduk di samping Alesiya sambil memainkan rambut putih Alesiya. “Moster yang ada dalam dirimu akan semakin kuat, dan saat itu terjadi maka kau tak akan bisa seperti dulu lagi. Kau hanyalah seorang moster yang haus akan darah. Menjajah semua manusia, memakan, mengoyak dan mencincang danging mereka. Menghisap semua darah hingga-“ “Cuku! Aku tak mau mendengarnya lagi.” Tubuhnya bergetar,  air mata kini mengenang di pelupuk matanya. Ia tutup kedua telinganya mencegah suara dari lelaki di sampingnya terdengar. Ia tak ingin mendengar. Ia tak kuat lagi. “Aku mau turun.” Lirih wanita itu. “Baiklah.” Dengan sebuah jentikan jari. Bianglala kembali bergerak turun. Wanita itu berlari meninggalkan lelaki yang masih duduk di bianglala. “Aland! ... ingat namaku Aland Lee.” Lelaki itu berteriak di kejauhan.   Wanita itu keluar dari taman bermain dengan linanga airmata. “Itu tidak akan terjadi. Aku bukan moster.” Lirihnya. Saat melewati pintu masuk taman bermain. Seorang lelaki berlari kearahnya yang masih tertunduk dan tak melihat lelaki itu. Hingga sebuah pelukan hangan menyadarkannya. Di pelukan lelaki itu ia menumpahkan segalanya, menangis sejadi-jadinya. “Aku bukan moster.” Lirihnya. “Aku tak akan membunuh siapapun.” Daniel mengelus punggung wanita itu memberikan kenyaman. “Kau bukanlah monster ataupun seorang pembunuh. Kau tetaplah Alesiya. Selamanya tetep Alesiya sahabat baikku, yang cantik, polos dan memiliki hati yang baik.” “Jadi jangan khawatir. Jika pun semuanya atau dunia membencimu maka aku akan tetap berada di sampingmu. Tak akan meninggalkanmu. Walau sekalipun kau berubah aku tetap akan bersamamu. Kita lewati bersama walaupun suka ataupun duka. Kita kan tetap selalu bersama. Jadi bersandarlah padaku jika memang itu sakit.” “Limpahkan semuanya. Dengan begitu kita lalui bersama, kita mencari solusi bersama dan bahagia bersama.” Kata Daniel panjang lebar sambil memeluk Alesiya dan menepuk-nepuk punggungnya yang menagis tersedu-sedu. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN