BAB 22 HAPPY BRITHDAY

1665 Kata
Alesiya menatap lelaki paruh baya itu, namun dengan cepat ia menepisnya dan masuk kedalam mobil Alanda. Lelaki itu memangil-manggil namanya namun mobil itu tak menghentikan mobilnya. Akhirnya lelaki paruh baya itu menyerah dan memutuskan untuk kembali ke mensionnya. Saat tiba di mensionnya yang kini ramai oleh undangan tamu lelaki itu kaget menatap anaknya yang tengah menyapa para tamu undangan. “Bukankah tadi dia pergi dengan seorang laki-laki?” batinnya. “Mungkin aku salah lihat,” Lanjutnya dan melangkah menghampiri anaknya yang terlihat cantik dengan gaun merah. “Selamat ulang tahun, Sayang.” Sambil memeluk tubuh putrinya lembut. “Kau lama sekali, untung pestanya belum selesai,” kata Amanda, ayahnya hanya tersenyum. Seorang host berdiri di depan panggung sambil memegang mic. Acara utama akan segera di mulai. Sebuah kue ulang tahun dengan delapan tingkat di keluarkan oleh beberapa pelayan. Para undangan bertepuk tangan. Amanda terlihat sangat sedih, kekasihnya sampai sekarang belum datang. Padahal Zaki telah berjanji untuk datang ke pesta ulang tahunnya. Saat acara pemotongan kue, bola mata wanita itu tak henti-hentinya mencari sosok kekasihnya. “Cepatlah datang, Zaki,” batinya. Selesai pemotongan kue, kini berlanjut di acara selanjutnya yaitu pesta dansa. Amanda menghubungi Zaki namun ponselnya tidak bisa dihubungi. “Apa yang harus aku lakukan?” batinnya cemas. Seorang host naik kepanggung. Mengumumkan acara selanjutnya. “Acara selanjutnya yaitu pesta dansa. Kepada tuan rumah yaitu Amadan Rin di minta untuk maju kedepan bersama dengan pasangannya.” Dengan tangan gemetar, wanita itu melangkah maju ke depan para undangan seorang diri. Para undangan mulai berbisik-bisik membicarakannya. Kedua orang tuanya terlihat cemas mlihat anaknya. “Untuk pasangan Amanda di minta untuk maju kedepan,” ujar host. Kedua mata Amanda mulai berkaca-kaca, ia menundukkan kepalanya tak berani menatap tamu undangan. Ia meremas gaunnya, tangannya gemetar menahan malu. Daniel yang sedang makan kue, menatap Amanda cemas. “Kemana Zaki?” batinnya. akhirnya lelaki itu memutuskan untuk melangkah menghampiri Amanda yang tengan menahan malu. “Maukah kau berdansa denganku?” Daniel berlutut di hadapan Amanda sambil mengulurkan tangannya. Masih dengan tangan gemetar wanita itu menggapai tangan Daniel. “Terima kasih,” bisiknya di telinga Daniel saat mereka berdansa. Para tamu undangan bertepuk tangan untuk mereka berdua dan terlihat kagum dengan dansa yang mereka berdua lakukan terlihat sangat romantis. Kini pesta ulang tahun Amanda telah selesai. Orang tua Amanda menghampiri Daniel yang sedang menunggu Alesiya. “Terima kasih telah membantu anakku,” kata ayah Amanda. “Aku senang membantunya, lagian Amanda adalah sahabatku juga.” “Kemana Alesiya?” tanya Amanda yang tiba-tiba datang. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Dia tak bisa di hubungi,” kata Daniel. “Ahh, aku hampir lupa meberimu kado.” Daniel mengeluarkan sebuah kotak kecil yang ada di kantong jasnya dan memberikannya pada Amanda. “Terima kasih.” Wanita itu membuka hadiah pemberian Daniel. Sebuah kalung dengan sebuah bando sayap hitam. Melihat sayap itu kedua mata ayah Amanda membulat. “Bisa aku lihat kalung itu?” tanya lelaki paruh baya itu. “Ada apa?” tanya Amanda sambil memberikan kalung itu pada ayahnya. “Sayap ini mirip dengan makhluk pemangsa manusia yang ada di Jepang,” batin lelaki itu. “Mengapa sayap ini ada pada lelaki ini?” lanjutnya. “Dari mana kau mendapatkan kalung ini?” tanyanya pada Daniel. “Sayap ini aku temukan di hutan. Katanya sayap ini dapat memberikan perlindungan bagi yang memakainya,” kata Daniel berbohong. Ia tak mungkin mengatakan bahwa sayap itu adalah sayapnya sendiri. Namun sayap untuk memberikan perlidungan bagi yang memakainya memang betul adanya. “Mungkin hanya perasaanku saja,” batin ayah Amanda. Akhirnya ia mengembalikan kalung itu pada Amanda. Daniel membantu Amanda untuk memakai kalung pemberiannya. Lelaki itu tersenyum menatap Amanda yang terlihat cantik dengan kalung pemberiannya. “Happy Brithday.” “Terima kasih.” **** Aland dan Alesiya keluar dari mobil, di hadapannya hanyalah hutan berantara. “Di mana Zaki?” tanya Alesiya. Namun lelaki itu tak menjawab. Ia hanya memberikan sebuah isyarat pada wanita itu untuk melangkah mengikutinya masuk kedalam hutan. Hawa dingin menusuk kulit Alesiya, ia peluk tubuhnya yang kedinginan sambil melangkah memasuki hutan mengikuti Aland yang ada di depannya dengan pelan. Lelaki itu menghentikan langkahnya saat menyadari wanita yang ada di belakannya tertinggal jauh di belakan.  Akhirnya dengan kecepatannya ia menghilang dan langsung berada di belakan Alesiya. “Apa kau kedinginan?” bisikan pada telingannya membuat Alesiya kaget dan terjungkal ketanah, saat tubuh Alesiya hampir menyentuh tanah sebuah tangan menggapai tangan kanannya lalu menariknya masuk kedalam pelukan Aland. Tubuh wanita itu mematung dan bersemu merah. “Apa kau menyukai pelukanku?” perkataan Aland membuat wanita itu tersadar dan memberontak dalam pelukan lelaki itu. Saat pelukan itu terlepas. “Dasar berengsek!” Alesiya melayangkan sebuah tamparan keras di wajah Aland dan melanjutkan langkahnya masuk kedalam hutan. Aland hanya tersenyum menatap tingkah Alesiya. Ia membuka jasnya dan memasangnya pada tubuh Alesiya. “Pakailah,” kata Aland lembut dan tersenyum. Mereka menghentikan langkahnya saat melihat sebuah bangunan kokoh berdiri di hadapannya. Bagunan itu terlihat tua dan tak terawat, banyak lumut-lumut yang menempel di dinding bangunan itu. “Apa Zaki ada di dalam?” tanya Alesiya dan lelaki itu mengangguk. Wanita itu berlari melangkah menaiki tangga yang berjulah tiga buah dan membuka pintu. Namun pintu itu tak bisa di buka. “Sabar, Sayang. Aku akan membukanya untukmu.” Aland melangkah mendekati Alesiya yang terlihat kesusahan membuka pintu. “Doch de doer iepen.” Akhrinya pintu terbuka secara perlahan. Suasana dalam bangunan itu terlihat mencekam. Hanya ada sinar rambulan yang masuk melalui celah-celah dinding. Alesiya melangkah masuk sambil memangil-maggil nama Zaki, namun tak ada suara. Bagunan itu sangat luas dan memiliki ruangan yang banyak. Alesiya membuka satu persatu tiap ruangan namun tak menemukan Zaki. Saat ingin berbalik, ingin memaki Aland, saat itu juga ia menyadari bahwa lelaki itu tak ada di belakannya. “Ahhh, sial ... dia menipuku.” Alesiya memukul dinding untuk menyalurkan kekesalannya. Dengan menghembuskan napas berat ia melangkah ingin keluar dari bangunan itu. Saat tangannya hampir mencapai pintu. Tiba-tiba pintu itu tertutup sendiri menguncinya dalam kegelapan. “Apa yang kau lakukan! Cepat buka pintunya!” Alesiya berteriak marah pada kesunyian malam. Sebuah suara ketawa mengagetkannya. Suara itu seakan mengejeknya. Ia berusaha mencari asal suara namun tak menemuka siapa pun. Suara itu semakin keras di telinganya. “Hentikan!” wanita itu berteriak sambil menutup kedua telinganya. “Kenapa? Apa kau takut?” jantunya berdetak kencang mendengar suara itu, suara-suara yang selalu menghantuinya.  “Kenapa? Apa kau takut?” suara itu semakin jelas. Kepalanya sakit, pandangannya mulai mengabur. Ia masih berusaha untuk membuka pintu yang terkunci. “Aland! cepat buka pintunya!” teriak Alesiya yang kesulitan mengontrol dirinya. Kedua matanya berubah-ubah kadang merah kadang hitam. Aland yang berdiri di lantai dua menyaksikan wanita itu yang tersiksa hanya tersenyum menyeringai. “Aku bisa membuka pintu itu jika kau mau.” “Tidak! Aku tak butuh bantuanmu.” “Dengan kekuatanku, kau bisa melakukan apupun yang kau inginkan.” Wanita itu mengerang kesakitan, tato hitam tiba-tiba menjalar di tubuhnya. Menyaksikan hal itu membuat Aland mengepalkan telapak tangannya. Ia derdecak kesal. “Segel sialan.” Lelaki itu menghampiri Alesiya yang mengerang kesakitan mengontrol dirinya. “Koese Gean.” Setelah mengucap mantra, tatto segel pada tubuh Alesiya menyusut masuk kedalam tubuhnya dan menghilang. Erangan kesakitan wanita itu mereda di gantikan dengan rasa ngantuk. Wanita itu berusaha untuk mempertahankan kesadarannya yang menipis.   “Tidurlah,” kata Aland pelan dan saat itu juga tubuh wanita itu ambruk dipelukan Aland. **** “Terima kasih.” Saat itu juga pintu utama terbuka. Seorang lelaki tampan berdiri dengan pakaian lusuh. Darah menetes dari wajahnya yang terluka. Lelaki itu melangkah dengan tertatih menghampiri Amanda yang memandangnya cemas. Kedua mata Amanda berkaca-kaca menatap kekasihnya yang terluka berusaha melangkah kearahnya. Saat tubuh lelaki itu ingin terjatuh, Amanda menangkap tubuh Zaki dalam pelukannya. “Ada ap .. apa yang terjadi?” tanya Amanda cemas. “Maaf ... aku terlambat,” kata Zaki lirih. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan. “Happy brithday,” kata Zaki lemah. Ia lepas pelukannya, ia menggapai sebuah kado yang telah ia siapkan dalam jasnya yang kotor. Lelaki itu tersenyum saat menemukannya, Sebuah kotak kecil berwarna hitam. Ia membuka kotak kecil itu dan sebuah cincin berwarna silver dengan permata kecil di atasnya. Air mata Amanda mengalir di wajahnya. Tak menyangka Zaki akan memberikannya cincin yang selama ini ia inginkan. Lelaki itu menggapai tangan kekasihnya pelan, melepas cincin dari kotak hitam. Saat cincin itu hampir masuk kedalam jemari kekakasihnya. Saat itu juga, ia tak bisa lagi mempertahankan kesadarannya. Cincin jatuh mengelinding di lantai diiringi dengan suara keras dari tubuh Zaki yang ambruk di lantai. “Zaki ... Zaki ... sadarlah.” Kedua orang tua Amanda menghampiri mereka. Membantu anaknya membawa Zaki kerumah sakit terdekat untuk menerima pertolongan secepatnya. Sedangkan Daniel berusaha menghubungi Alesiya yang masih belum bisa di hubungi. “Lacak posisi Alesiya sekarang.” Setelah menyuruh bawahan Rangga untuk melacak posisi Alesiya tak lama kemudian sebuah pesan muncul di layar ponsel dari suruhannya yang mengatakan bahwa Alesiya ada di hotel tempat mereka menginap. Lelaki itu bernapas lega. Ia melangkah menuju mobilnya terparkir. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju hotel. Lima menit kemudian, ia telah sampai di hotel. Dengan langkah cepat ia menuju ruangan Alesiya untuk memastikan bahwa wanita itu ada di ruangannya. Ia membunyikan bel di pintu Alesiya, namun tak ada suara. Akhirnya dengan kunci cadangan ia membuka pintu itu dengan kasar. ia melangkah mencari pemilik ruangan. Saat menuju ranjang Alesiya, sebuah angin kencang yang berasal dari jendela yang terbuka menghentikan langkahnya, sehingga ia tak melihat seseorang yang berjubah hitam keluar dari ruangan Alesiya melalui jendela. Daniel tersenyum menatap Alesiya yang tertidur pulas di ranjang dan sebuah selimut menutupi tubuhnya. Ia duduk di ranjang Alesiya, membelai rambut wanita itu yang menutupi wajahnya. Saat itu juga ia sadar, wajah Alesiya basah oleh air mata. Wajahnya juga terlihat kotor. “Apa yang telah terjadi?” batinnya. Lengan kirinya menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh Alesiya. Wanita itu masih memakai gaun putih yang terlihat lusuh dan kotor, ia tak menganti pakaiannya. “Sebenarnya apa yang telah terjadi tadi?” TBC                
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN