BAB 8 SISI GELAP ALESIYA

2302 Kata
Saat Alesiya dan Daniel tiba di kantor polisi, mereka hanya diam mematung. Mereka bingung apa yang harus ia lakukan dan apa yang harus mereka katakan saat polisi bertanya dengan berbagai macam pertanyan. Akhirnya salah satu polisi mengeledah barang yang mereka bawa, dan menemukan ktp dan berkas-berkas identitas. Akhirnya mereka pun di bebaskan. Mereka berjalan keluar dari kantor polisi dengan linglung, bak orang  tersesat. Walau Daniel sering keluar dari hutan namun ini pertama kalinya ia berada di kota. Kini matahari telah menyembunyikan dirinya di gelapnya malam, hanya ada cahaya rembulan yang bersinar mengantikan singgasana sang penguasa langit yaitu matahari. Kini Alesiya dan Daniel berada di sebuah toko makan yang tertutup. Daniel mengais-ngais tong sampa mencari koran-koran yang tak terpakai. Menjadikannya sabagai alas tempat tidur, orang-orang yang melihat merasa iba, dan sesekali beberapa orang memberikanya uang receh. Mereka tatap uang-uang yang ada di hadapannya yang semakin bertambah banyak dengan serius. “Untuk apa mereka memberiku kertas?” batin Alesiya dan kembali melanjutkan tidurnya. Saat menjelang pagi mereka memungut uang yang berserakan di hadapannya memasukkannya kedalam sebuah pelastik dan melanjutkan perjalanan mereka yang tak tentu arah. Saat mereka melewati toko makanan, perut Alesiya berbunyi-bunyi minta di isi dan tampa pikir panjang Alesiya meninggalkan Daniel dan menuju toko roti yang di laluinya,  dan dengan polosnya ia mengambil sebuah roti yang ada di hadapannya dan memakannya dengan lahap. “Lima ribu rupiah.” Sang pemilik toko roti mengulurkan tangan meminta uang, Alesiya hanya menatapnya balik dengan wajah polos. Pemilik toko bersikeras meminta uang. Tapi, Alesiya hanya terdiam. Pemilik toko murka dan menyiram Alesiya dengan air kotor. Tak tinggal diam Alesiya juga melempar apa saja yang bisa ia gapai. Perkelahian mereka mengundang banyak penonton. Daniel yang melangkah dengan santainya mulai menyadari Alesiya tak ada di belakannya akhirnya ia memutar arah mencarinya. Daniel melihat kerumunan di depan sana dan menghapiri mereka. Saat itu juga ia melihat Alesiya adu mulut dengan seorang pemilik toko. Pada akhirnya kantong pelastik yang Alesiya bawa tadi terjatuh, uang-uang receh berhamburan di mana-mana. “Seharusnya dari tadi kau beri aku uang.” Pemilik toko mengambil uang lima ribu yang terjatuh memasukkan kedalam tasnya. Lalu ia memungut uang-uang Alesiya yang jatuh dan menyerahkannya. “Wahhh, ternya dengan ini aku bisa makan?” batin Alesiya. Tak lama kemudian sebuah tangan menarik tangan kanan Alesiya menjauh dari kerumunan manusia itu. Membawanya di tempat yang sepi. “Ternyata dengan ini kita bisa makan sepuasnya,” ujar Alesiya polos. “Ayo, kita cari makanan yang enak.” Alesiya menarik Daniel mencari makan yang ada di sekitar sana. Ia membelanjakan uangnya mulai dari kerupuk, gula-gula, dan kini mereka ada di warung bakso. Mereka berdua makan dengan lahap, dan saat sang penjual bakso meminta uang, Alesiya baru menyadari bahwa uangnya kini telah habis. Awalnya sang penjual bakso marah tapi akhirnya ia memaafkan Alesiya dan Daniel dengan syarat harus mencucui piring. Saat mencucui piring Alesiya memecahkan dua piring, karena kesal penjual bakso mengusir mereka dan melarang mereka berdua untuk makan di sana lagi. Kini mereka berdua berjalan tak tentu arah, uang mereka telah habis. Sekarang mereka terlihat seperti gelandangan dengan pakaian aneh dan kotor. Orang-orang yang melihat hanya menghindar karena mereka berdua tidak pernah mandi sehingga tercium bau aneh dari tubuh mereka. Mereka berjalan di pinggir jalan menuyusuri aspal yang tak tahu ujungnya. Hingga akhirnya Alesiya menyerah, ia tak kuat lagi. Ia lelah sekaligus lapar. Sandainya, orang tuanya tidak melarangnya untuk menggunakan mantra di luar hutan maka ia dan Daniel tidak akan semenderita ini. Alesiya duduk di aspal dengan wajah yang semakin pucat, ia tak kuat lagi. Terik matahari menguras tenaganya. Walaupun ia vampire tapi ia tetap bisa berada di bawah matahari hanya saja ada batasnya dan mungkin sampai di sinilah batasnya. “Aku tidak kuat lagi,” lirih Alesiya di samping Daniel. Daniel mengambil apa pun yang ia bisa gapai untuk di jadikan kipas. Tangannya mengapai sebuah kardus dan memotongnya menjadi segi empat dan mengipas Alesiya. Wajah pucat Alesiya semakin memutih, terik matahari membuat tenaganya terkuras, tenggorokannya kering, ia butuh darah segar untuk meredakan tenggorokannya. Kedua bola matanya kini tak menentu, kadang merah dan kembali lagi seperti semula. Orang-orang yang berlalulalang kini mulai memperhatikannya. Daniel yang ada di samping Alesiya berusaha untuk menutupi wajah Alesiya dengan jubah hitamnya. “Sa ... kit.” Alesiya mengerang kesakitan hingga akhirnya kegelapan menjemput. “Apa yang harus aku lakukan?” batin Daniel. Daniel memeluk tubuh lemah Alesiya panik, ia terus memanggil namanya namun tak kunjung sadarkan diri. Masyarakat sekitar hanya menatap mereka prihatin tanpa ada yang ingin mendekat atau pun membantu. Tak lama kemudian sebuah mobil mewah singgah di hadapan mereka, seorang lelaki paruh baya keluar dan menyuruh Daniel untuk memasukkan Alesiya ke mobilnya. Awalnya Daniel menolak, karena mengira lelaki itu memiliki niat jahat kepada mereka. Namun dengan bujukan lelaki tersebut akhirnya ia menyerah dan membawa tubuh Alesiya masuk kemobil. Kini mobil yang mereka tumpangi melewati jalanan yang sepi, hanya ada pohon-pohon besar yang menjuntai ke atas langit jauh dari kota. Daniel mulai curiga, untuk apa lelaki itu membawanya ketempat sepi. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membawa kami kehutan?” Tanya Daniel dingin. “Tenang saja, kau akan tahu nanti,” ujar lelaki paruh baya itu. Mobil itu singgah di sebuah bangunan tua dalam hutan jauh dari kota, namun berbeda dengan hutan yang di tempati oleh sekawanan Daniel. Lelaki itu turun dan di sambut oleh beberapa orang kekar dan berjas hitam di depan bangunan. “Bunuh mereka berdua.” Para lelaki berjas hitam itu mengeluarkan Daniel dan Alesiya yang tak sadarkan diri dengan paksa. Daniel kesal dan memukul lelaki tersebut hingga terpental. Lelaki yang lain ikut maju melihat temannya di pukul. Tidak cukup lima menit, Daniel berhasil melumpuhkan 10 lelaki berjas hitam itu dengan tangan kosong. “Sebaiknya tuan lari,” ujar salah satu lelaki berjas hitam sambil mengeluarkan sebuah pistol. Lelaki paruh baya itu lari ketakutan namun dengan cepat Daniel berhasi menangkapnya, membantingnya dan melemparkannya begitu saja dan akhirnya lelaki paruh baya itu pingsan. Salah satu lelaki berjas hitam masih sadar dan menyodongkan pistol di hadapan Daniel yang melangkah mendekat.  “Berenti di sana atau aku tembak.” Lelaki itu menyodongkan pistol di hadapan Daniel. “Kau pikir kau bisa melukaiku?” ujar Daniel dingin. “Mati kau sekarang juga.” Lelaki itu mengeluarkan tembakan hingga menimbulkan suara yang keras, namun Daniel berhasil menghindar dan seketika berada di belakan lelaki berjas hitam itu sambil menyeringai. Dan saat itu juga darah mulai tercecer keluar dari dalam tubuh lelaki itu. Daniel menusuk tubuh itu dengan tangan kirinya dan mengeluarkan jantung lelaki itu dan melemparnya asal tanpa belas kasihan. Daniel menyeret lelaki berjas hitam itu yang kini menjadi mayat ke hadapan Alesiya yang tak sadarkan diri. Ia menyanyat tubuh lelaki itu dengan tangan kosong, darah segar pun berceceran. Ia potong salah satu tangan lelaki itu dan mendekatkan kewajah Alesiya. Darah segar menetes deras hingga masuk ke tenggorokan Alesiya. Tak lama kemudian wajah putih Alesiya kini tampak lebih cerah dan tidak terlalu pucat, walaupun wajahnya memang pucat sedaridulu. Kedua kelopak mata Alesiya terbuka memperlihatkan bola mata yang berwarna merah. Melihat mayat di sampingnya membuat ia semakin lapar, dan tak lama kemudia ia raup tubuh berlumuran darah itu dan memakannya rakus tanpa memperdulikan Daniel yang ada di sampingnya. “Makanlah pelan-pelan.” Daniel bermaksud ingin memegang tangan Alesiya, namun dengan cepat Alesiya menepis tangan itu dan mentap Daniel marah. Alesiya mengerang marah, mata merahnya semakin mengelap. Kini yang di hadapannya bukanlah Alesiya yang ia kenal. Alesiya tidak mengucapkan sepatah katapun, ia hanya menatap Daniel dingin lalu kembali memakan tubuh tak berdaya itu. “Apa yang terjadi dengannya?” Batin Daniel. Tiga puluh menit telah berlalu, tubuh yang bersimpah darah tadi kini tergantikan oleh sekumpulan tulang belulang. Sepertinya Alesiya tidak sadar ia telah memakan satu manusia utuh dengan rakus. Ia menatap Daniel, mendekatinya saat Daniel melangkah mundur. Matanya belum kembali seperti semula, membuat Daniel khawatir. “Apa yang harus aku lakukan?”Batin Daniel. Alesiya mengangkat tangannya bermaksud untuk menyerang Daniel saat itu juga, namun sebuah tato berwarna hitam tiba-tiba muncul di tubuh Alesiya, tato itu semakin meluas, menjalar di setiap pangkal tubuh Alesiya. Alesiya terjatuh, ia pegang dadanya yang terasa sakit, seluruh tubuhnya panas hingga ke urat nadinya, Ia mengerang kesakitan. “Pa ... nas ... tolong,” lirih Alesiya kesakitan hingga kegelapan menghampirinya. Daniel menghampiri Alesiya yang tak sadarkan diri lalu membawanya masuk kedalam mobil yang dinaikinya tadi. Daniel menghampiri tubuh lelaki paruh baya yang tak sadarkan diri, ia mengeluarkan mantra dan saat itu juga lelaki itu sadar. “Apa yang kau inginkan? Tolong ampuni aku, jangan bunuh aku.” Lelaki itu berlutut memohon di hadapan Daniel. “Kau ikut denganku, beri aku rumah dan makanan.” “Baik tuan. Apapun akan aku lakukan asalkan jangan bunuh aku” “Aku tidak akan membunuhmu asalkan kau menuruti apa kataku.” “baik, tuan.” Lelaki paruh baya itu mengendarai mobilnya, di jok belakan Daniel membaringkan tubuh tak sadarkan Alesiya di pangkuannya. Ia tatap wajah Alesiya yang terlihat polos saat tidur dengan lembut. Mobil itu tiba di sebuah bangunan mewah dengan pekarang rumah yang di tumbuhi bunga-bunga indah. Para pelayan berdiri berjejer di depan pintu utama. Saat lelaki paruh baya itu keluar pelayan membungkuk memberi hormat. “Selamat datang, tuan.” Daniel keluar dari mobi dan mengendong Alesiya di punggungnya. Ia ikuti lelaki itu masuk kedalam rumah mewahnya. Saat di dalam Daniel tak henti-hentinya berucap kagum melihat kemewahan rumah lelaki itu. “Wahhh, rumahmu mewah sekali,” ujar Daniel kagum. Lelaki itu memanggil semua pelayan yang ada di sana. “Mulai sekarang kereka akan tinggal di sini, mereka adalah tuan kalian yang baru, jadi jagalah sikap kalian dan jangan membuat mereka berdua tersinggu. Mengerti!” Ujar lelaki itu kepada para pelayannya. ***** Lima jam telah berlalu dan Alesiya masih belum sadar, Daniel menatap wajah Alesiya dengan khawatir. “Apa yang sebenarnya terjadi dengannya.” Daniel bertanya-tanya dalam hati. Mengingat kejadian tadi membuat Daniel takut, Alesiya seperti tidak mengenalinya, wanita itu bisa membunuh siapapun yang ia lihat. “Apakah karena ini tuan memintaku untuk menjaga Alesiya?” batinnya. Tak lama kemudia kelopak mata itu terbuka, Daniel bernapas lega, mata merah gelap Alesiya kembali seperti semula. “Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa di sini?” tanya Alesiya. “Ahhhh, tadi kamu pingsan di jalanan, untungnya ada ada orang baik yang menolong kita.” Daniel berbohong kepada Alesiya, ia tidak ingin wanita yang di hadapannya mengingat kejadian yang mengerikan tadi. “Kalau begitu kita harus berterima kasih kepadanya.” Ketukan pintu membuat mereka berdua mengalihkan pandangan ke pintu. Terlihat dua pelayan wanita masuk dan membungkuk memberi hormat kepada Alesiya dan Daniel. “Ada apa?” kata Daniel dingin. “Maaf, tuan. Saya membawakan pakaian baru untuk tuan dan nona.” Pelayan itu membawa setelah jas dan dress yang banyak dan terlihat mahal. Alesiya turun dari ranjang, menatap pakaian yang ada di hadapannya kagum. “Wahhhh, indah sekali. Bisakah aku mengambil semuanya?” kata Alesiya polos. “Iya, nona.” “Mulai sekaran mension ini milik kita, kita tidak perlu lagi tidur di jalanan.” Kata Daniel. Mata Alesiya berkaca-kaca terharu. Ia memeluk Daniel dan menangis. “Akhirnya kita bisa hidup, kita bisa makan sepuasnya.” Daniel tersenyum dan membalas pelukan Alesiya. Kini Alesiya mulai berubah, tidak seperti dulu yang terlihat dingin setelah proses mantra penghilang perasaan suka dilakukan. Kini tingkah lucu dan manjanya kembali. ***** Setelah berganti pakaian Daniel dan Alesiya kini berada di ruang makan, berbagai macam makanan tersaji di atas meja membuat Alesiya kembali terkagum-kagum. Kini ia bisa makan sepuasnya tampa memikirkan biaya. “Ayo makan,” kata Daniel dan Alesiya pun mulai memakan apapun yang ada di hadapannya dengan lahap. “Panggil tuan Rangga kemari,” kata Daniel memerintahkan salah satu pelayan. “Baik tuan.” Rangga adalah lelaki paruh baya yang menculiknya tadi, ia merupakan salah satu pengusaha ilegal yang kaya raya. Ia mendapatkan uang dari organ-organ tubuh yang ia jual. Selain itu, ia juga merupakan bos mafia yang ada di Indonesia dan untungnya ia tidak memiliki istri maupun anak jadi Daniel dan Alesiya bebas tinggal di rumah Rangga. Tak lama kemudia Rangga datang dan membungkuk memberi hormat. “Ada apa tuan?” tanya Rangga. “Apakah dia yang menolong kita?” tanya Alesiya polos dan Daniel hanya mengangguk. “Astaga, aku sangat berterima kasih telah membantu kami, tuan.” Alesiya mendekati Rangga dan mengucap rasa terima kasih. Daniel memberi sebuah isyarat kepada Rangga untuk tidak memberitahukan kejadian yang sebenarnya. “Ayo kita makan bersama, tuan.” Alesiya menarik tangan Rangga untuk duduk ikut makan bersama mereka. Rangga hanya menurut dengan takut. Sehabis makan Daniel mengeluarkan Atm, Ktp dan surat-surat yang ia tidak ketahui. Ia sodorkan di hadapan Rangga. “Apa kau tau apa ini?” tanya Daniel. “Iya, tuan.” “Kalau begitu jelaskan.” “Ini adalah Atm, kita bisa menauruh uang atau berbelanja dengan atm ini. Kalau yang ini adalah ktp, ktp ini berguna untuk mengetahui identitas kita, mulai dari nama, tanggal lahir dan alamat dan yang terahir ini adalah berkas-berkas pendaftaran kuliah. Di sini tertera bahwa kalian telah terdaftar di salah satu universitas di Indonesia.” “Universitas itu apa?” tanya Alesiya. “Universitas adalah tempat untuk menuntut ilmu, di sana kalian bisa menumakan teman yang banyak dan seumuran dengan kalian.” “Wahh, kalau begitu besok kita harus kesana,” ujar Alesiya antusias. “Apa kau tahu di mana tempatnya?” tanya Daniel. “Tentu saya tahu, tuan. Universitas ini berada di kalimantan selatan di sebuah pulau terpencil dan jauh dari kota. Universitas ini merupakan tempat khusus anak orang kaya, jadi tidak banyak yang kuliah di sana. Hanya anak-anak tertentu yang bisa masuk.” Alesiya dan Daniel mendengar dengan cukup serius. “Besok saya bisa menyuruh salah satu anak buahku untuk membawa kalian kesana, di sana kalian akan tinggal di sebuah apertement dekat dari Universitas.” “Terima kasih, Tuan. Kau sangat baik sekali,” ujar Alesiya. TBC  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN