BAB 13 LELAKI MISTERIUS

1851 Kata
#Alesiya pov Kubuka kedua mataku yang terasa berat, aroma harum tercium membuat pertuku berbunyi minta diisi. Kumengusap wajahkuku dan menatap Daniel yang sibuk meracik bahan makan di dapur. Kamar dan dapurku berdekatan jadi aku dapat menatap wajah tampannya saat memasak makan. Saat kududukkan tubuhku, kulihat lelaki itu tersenyum kearahku dan kubalas dengan senyuman. Selesai menyapanya kumelangkah untuk mengambil handuk yang ada dalam lemari dan kulangkahkan kakiku di lantai yang dingin menuju kamar mandi. Selesai membersihkan tubuhku aku keluar dari toilet lengkap dengan pakaian kaos biasa dan rok mini yang dapat memperlihatkan paha mulusku. Kutersenyum menatap wajah cantiku dalam pantulan cermin yang tak jauh dari kamar mandi. Tiap kali ku menatap wajahku hanya ada bayangan Amanda yang ada dalam pikiranku. “Kenapa wajah kami sangat mirip padahal kami terlahir di rahim yang berbeda.” Kumelangkah menuju meja makan, di sana Daniel tengah menungguku dengan berbagai macam hidangan yang telah ia buat untuk sarapan. Kuraih sumpit yang ada di hadapanku dengan tangan kanan dan tangan kiriku meraih mangkuk yang berisi nasi putih. Kami serapan dengan damai tampa ada pembicaraan apapun. ***** Seperti hari-hari sebelumnya, saat kami tiba di halaman kampus kami selalu di suguhi oleh teriakan-teriakan histeris dari para fans Zaki yang menunggunya di koridor kampus. “Dia populer sekali,” batinku. Aku turun dari mobil bersama dengan Daniel, dan saat lelaki itu juga turun para wanita yang ada di koridor kembali histeris membuatku hampir terjungkal. Tak kusangka Daniel dapat populer hanya dalam sehari. Aku dan Daniel tiba di kelas, kududukkan diriku pada sebuah kursi yang terhubung langsung dengan meja. Tas ransel yang sedari tadi ada di punggungku kutaruh saja di atas meja dan melangkah keluar dari kelas. Masih ada tiga puluh menit sebelum jam pelajaran di mulai. aku berjalan di koridor kampus menuju kelas Amanda, sejak kemarin aku tak pernah melihatnya membuatku khawatir jadi aku putuskan untuk menemuinya. Saat tiba di depan pintu kelasnya kutak menemukannya. “Dia kemana?” batinku. Dengan napas kecewa aku kembali kekelas dengan wajah kesal. Amanda juga tak pernah menghubungiku sejak kemarin. Apa yang terjadi dengannya. Bel berbunyi menandakan jam pelajaran akan di mulai. Sepanjang perjalan menuju kelas, koridor kampus sangat hening, tak ada siapa pun yang belalu-lalang tak seperti biasanya. Namun aku tak memperdulikannya dan kembali melangkahkan kakiku dengan cepat. Saat aku berbelok tak sengaja aku menabrak seorang lelaki yang tak aku kenal, Aku terjatuh dengan p****t yang mincium lantai. “Maafkan aku,” kataku sambil membantu lelaki itu memungut tiap-tiap buku yang ia bawa berhamburan di lantai. Saat kuberikan buku yang aku pungut entah mengapa bulu kudungku meremang. Kumencium aroma darah pada lelaki itu. Siapa lelaki ini? Saat ingin menatap wajahnya, lelaki itu melangkah meninggalkanku tanpa mengucapkan sepatah kata. “Apa yang kau lakukan di sini? Cepat pelajaran sebentar lagi dimulai.” Sebuah suara mengagetkanku, kutatap wajah yang mengagetkanku. Kulihat Daniel melangkah menuju kearahku dengan peluh di wajahnya. Mungkin sedari tadi dia berlari mencariku di sekitar kampus. Lelaki itu mengulurkan telapak tangannya kearahku yang masih terduduk. Kuraih tangan itu dan ia pun menariku lembut, mengajakku kekelas bersama. Saat tiba di kelas kulihat seorang wanita muda berdiri di depan papan tulis, jika diperkirakaan mungkin umur wanita itu sekitar 30 tahun. “Apa yang kalian lakukan di sana? Cepat masuk!.” Bentakannya membuatku menyadari bahwa wanita itu adalah seorang dosen. Aku masuk bersama dengan Daniel dengan wajah menunduk. Sepuluh menit berlalu dan aku tak bisa fokus dalam pelajaran. Pikiranku kembali saat menabrak seorang lelaki yang tak aku kenal. “Haruskah aku katakan pada Daniel?” kata-kata yang ingin aku ucapkan seakan terhenti di teggorokanku saat menatap wajah lelaki itu yang serius memperhatikan pelajaran. Kuurunkan niatku untuk mengutarakan apa yang ingin aku katakan. Alangkah lebih baiknya jika aku yang mencari tahu sendiri siapa lelaki misterius itu. **** Saat jam pelajaran selesai kurapikan buku-buku pelajaranku begitupun dengan Daniel. “Ayo kita pulang.” Daniel memegang tangan kananku lembut mengajakku kembali ke apertemen. Namun dengan cepat ku lepas genggaman itu dan menatapnya.             “Maafkan aku, ada sesuatu yang ingin aku lakukan, kamu pulanglah duluan.” Daniel mengangguk mendengar perkataanku, ia melangkah menjauh menuju tempat ia memarkirkan mobil sambil melambaikan tangan kearahku. Ku tersenyum dan mengangkat tanganku melambai kearahnya. “Jangan pulang tengah malam yah?” lelaki itu kembali berteriak, aku hanya mengangguk menanggapi. Saat lelaki itu menghilang, kumelangkah kakiku di sekitar koridor mencari lelaki misterius itu. Tiap-tiap ruangan ku buka satu persatu, sudah lima belas ruangan yang aku buka namun aku tak menemukan lelaki itu. “Mungkin dia berasal dari jurusan lain.” Dengan langkah cepat menuju fakultas lain. Universitas kairin memiliki banyak jurusan, mulai dari jurusan pendidikan, bisnis, perbankan dan masih banyak lagi. Bangunan untuk semua jurusan pendidikan dan bisnis telah aku cek satu persatu namun kutak menemukan lelaki itu. Dengan langkah gontai kumelangkah menuju fakultas yang terakhir yaitu perbankan. Semoga lelaki itu ada di salah satu ruangan di fakultas itu. Harapanku tergantikan dengan napas kecewa, aku tak menemukan lelaki itu. Kududukakan pantatku di salah satu kursi yang ada di koridor, mengistirahatkan tubuhku yang lelah mencari seseorang yang tidak aku ketahui. Wajahnya saja aku tidak tahu, bagaimana caraku menemukannya? Aku terkekeh menyadari kebodohanku. “Bodoh,” batinku. Akhirnya dengan tenaga yang tersisa aku pulang berjalan kaki menuju apertemen, untung apertemenku tak jauh dari kampus. Jarak antar kampus dengan apertemen sekitar dua kilo meter.  “Menjadi manusia biasa tak seindah yang aku harapkan, melelahkan juga berjalan kaki” Padahal dulu waktu aku kecil aku selalu mengharapkan bisa seperti manusia yang lain. Sekarang menjadi manusia biasa malah ingin kembali menjadi seperti semula. Manusia memang tak pernah puas. Walaupun aku seorang vampire sih. Tapikan sekarang aku tak bisa gunakan kekuatanku jadinya sekarang ini aku hanyalah seorang manusia biasa yang meminum darah. “Kembalikan kekuatankuuuuuu!” Teriakku pada angin dan burung-burung yang terbang di langit biru saat di perjalanan pulang. **** Kesokan harinya tubuhku sangat sakit, rasanya untuk bejalan pun aku tak kuat lagi. Mencari seorang lelaki misterius di kampus yang sangat luas dengan bermodalkan berjalan kaki sungguh menguras tenaga. Seperti biasa selesai mandi aku sarapan bersama Daniel dengan berbagai macam masakan buatannya yang sangat enak. Aku bertingkah seperti biasanya karena aku tak ingin lelaki itu menghwatirkanku. “Apakah ada vampire di Indonesia selain kita?” kubertanya pada lelaki itu setelah kami menghabiskan sarapan. “Menurut aku sih, hanya kelompok kita saja yang ada di Indonesia. Vampire yang lain tinggal di negara yang berbeda-beda. Jadi setiap negara itu memiliki sekelompok vampire yang menjadi tempat tinggal mereka.” “Kira-kira bisakah vampire dari negara lain berpindah ke negara yang telah memiliki sekelompok vampire?” “Kemungkinan kecil bisa. Biasanya vampire-vampire yang memiliki tingkat kekuatan yang lebih besar akan menindas kelompok vampire yang lemah. Tapi hanya sedikit vampir yang melakukan hal itu. Karena kebanyakan mereka takut menyerang vampire dari negara lain, mekera takut jika pada akhirnya mereka kalah juga.” Dengan serius aku mendengarkan penjelasan Daniel sambil meminum segelas darah yang ada di hadapanku. “Sebenarnya ada apa? Kenapa tiba-tiba mempertanyakan kelompok vampire?” “Tidak ada, aku hanya penasaran.” Aku dan Daniel turun kelantai dua menuju ruangan Amanda. Lagi-lagi aku menghembuskan napas kecewa, ruangan itu masih terkunci sudah dua hari aku tak menemukan Amanda. Kemana wanita itu pergi?. Dengan langkah malas aku turun kelantai satu di mana tempat mobil Daniel terparkir menuju kampus. ***** Seperti kemarin saat pelajaran selesai aku tetep berusaha mencari lelaki misterius itu seorang diri. Aku mengitari tiap-tiap ruangan yang ada di kampus namun hari ini aku tak menemukannya. Mungkin hanya perasaanku saja yang terlalu mencurigai lelaki itu. Akhirnya aku pun menyerah dan memutuskan untuk tidak mencarinya lagi. Jam menunjukkan pukul tiga sore, namun aku malas untuk kembali ke apertemen dan memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sebelum pulang. Kulangkahkan kakiku mengitari hutan menuju danau yang ada di dalam hutan. Saat tiba di sana kududukkan diriku pada sebuah kursi yang ada di samping danau. Kubelai kursi yang kududuk yang ada di sampingku dengan lembut. Mengingatkanku pada seorang lelaki yang masih tertanam dalam hatiku. Rasanya aku ingin kembali seperti dulu, aku ingin Zaki kembali kepadaku. Namun apa yang harus aku lakukan? Aku tak bisa merebutnya dari sahabatku sendiri. Manusia kedua setelah Zaki yang akrab denganku. Aku juga tak bisa mengingkari janjiku dengan Amanda, aku sudah berjanji bahwa kami akan tetap menjadi sahabat selamanya. Tetesan air hujan menyadarkanku dari lamunan, kuraih benda bersegi empat yang ada dalam tasku, saat kumendapatkannya kulihat layar ponsel menunjukkan pukul enam sore. Hari mulai gelap dan tak lama lagi akan turun hujan yang deras. Dengan tergesa-gesa kulangkahkan kakiku keluar dari hutan kembali keapertement. Rintik hujan semakin deras dan aku belum sampai di apertement. Akhirnya aku berteduh di sebuah pohon besar yang ada di tengah jalan. Hawa dingin menusuk kulitku dan aku menyesal memakai pakaian yang minim. Kupeluk diriku yang mengigil. “Jou my waarmte” aku berusaha mengucapkan sebuah mantra untuk menghangatkanku. Namun mantra yang aku ucapkan tak menimbulkan apa-apa. Kuulangi lagi namun mendapatkan hasil yang sama. akhirnya aku menyerah, kududukan diriku di bawah pohon dan memeluk kedua lututku. Dingin sekali, seandainya Zaki datang menjemputku dengan sebuah payung, memberikanku sebuah kehangatan dalam dekapannya. Wahhh, nyaman sekali.  Memikirkan hal itu membuat wajahku memerah, moment-moment romantis yang sangat kudambakan dalam komik yang selalu aku baca. Tiba-tiba percikan dari genangan air kotor di tanah mengenai tubuhku, mulai dari ujung rabut hingga ujung kaki. Aku berdiri menatap seorang lelaki berpakaian hitam yang sedang mengendari sebuah motor keren dan memakai helem hitam membuatku tak bisa melihat siapa lelaki yang tega memercitkan air kotor di tubuhku. Aku berdiri dan mengumpat lelaki berengsek itu. “Yak, apa yang kau lakukakan? Kau tidak tahu aku lagi berteduh di pohon? Kau-.” Ucapanku terpotong saat lelaki itu hanya membuka kaca penutup mata pada helemnya sehingga aku dapat melihat kedua matanya yang berwarna biru. wahh indah sekali. Seketika itu aku terpesona, siapa lelaki itu?. Namun wajah terpesonaku berubah marah saat lelaki itu menutup kembali helemnya dan mengendarai motor seorang diri dan meninggalkanku. Dengan kesal aku mengejar motor itu. Kutak peduli lagi dengan pakaianku yang kotor, yang ada dalam pikiranku lelaki itu harus bertangng jawab dengan apa yang telah ia lakukan padaku. Lagi-lagi aku bernapas kecewa, leleaki pengendara morot itu menghilang entah kemana. Lagi dan lagi kulangkahkan kakiku dengan gontai dengan baju basah dan kotor menuju apertemen. Saat tiba di pekarangan apertemen kulihat Daniel telah menungguku. Dengan wajah khwatir lelaki itu berlari kerahku dengan tangan kiri memegang payung dan tangan kanan memegang handuk. “Astaga, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu bisa seperti ini? Apa yang terjadi? Berbagai macam pertanyaan Daniel yang ia lontarkan namun aku hanya diam mengambil handuk yang ia berikan. Tubuhku sangan kedinginan. **** Malam harinya aku demam tinggi. Untung saja ada Daniel yang bisa menggunakan mantra, Sehingga demamku turun. Kuraih gelas yang berisi darah yang lelaki itu ulurkan padaku, saat darah itu mengaliri tenggorokannya, tubuh lelahku kembali bugar. “Sebenarnya apa yang terjadi?” “Tidak ada, tadi aku hanya terjatuh?” bohongku. Aku tak ingin lelaki itu kembali mencemaskanku. Ia selalu menjagaku dan menyayangiku walau kami hanya teman dekat sejak kecil. “Aku tahu kamu berohong.” “Maaf aku sangat lelah bisakah kamu meninggalkanku sendiri?” kataku sambil membaringkan tubuhku dan membelakanginya. Aku tak ingin membicarakan apa yang telah terjadi. Maafkan aku Daniel. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN