BAB 10 PERTEMUAN DUA SAUDARA

1777 Kata
Alesiya membaringkan Amanda yang tidak sadarkan diri di ranjang miliknya, di sampingnya ada Daniel yang menatap mereka berdua bergantian. “Wahh, tidak di sangka kalian berdua benar-benar memiliki wajah yang mirip yang membedakan hanya di rambut kalian berdua,” kata Daniel tak percaya. “Aku pun kaget saat melihatnya pertama kali,” seru Alesiya menatap Amanda yang pingsan. “Apakah kita perlu menghubungi orang tuanya?” tanya Daniel. “Bagaimana caranya? Kita tidak tahu bagaimana cara menghubungi keluarganya,” ujar Alesiya. “Kita tunggu saja dia bangun,” lanjutnya lagi. Tak lama kemudian terdengar erangan kecil dari Amanda namun kedua kelopak matanya masih tertutup. Alesiya menyentuh dahi Amanda dan ia pun kaget. Suhu bandan Amanda sangat panas, mungkin ia deman karena insiden tadi. “Kau tahu mantra penurun panas,” tanya Alesiya. “Kenapa bukan kau saja?” tanya Daniel. “Kekuatanku melemah, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku. Kini aku hanyalah seorang manusia biasa.” “Baiklah, biar aku yang lakukan.” Daniel mendekati Amanda menyentuh dahi wanita itu dan menutup kelopak matanya berkonsentrasi untuk menyembuhkan wanita cantik di hadapannya. “Om ‘e himel en de ierde geneza asjableaftde frou dyt foar my is.” Sebuah cahaya putih menyelimuti tubuh Amanda saat Daniel mengucapkan mantra. Tak lama kemudian cahaya putih itu menghilang dan suhu badan Amanda kembali normal. “Ia tidak apa-apa. Tak lama lagi wanita ini akan sadar,” kata Daniel menenangkan Alesiya yang terlihat cemas. Lima menit kemudian kedua kelopak mata itu terbuka, pandangannya menyesuri tiap jengkal ruang yang di tempatinya. Dimana ini? “Kau sudah bangun.”  Alesiya menatap wanita itu dan tersenyum manis. “Di mana ini? Dan siapa kamu?” tanya Amanda. “Ini kamarku, aku tidak tahu di mana kamu tinggal jadi aku membawamu ke sini untuk sementara.” Tak memperdulikan perkataan Alesiya, Amanda hanya sibuk memperhatikan wajah Alesiya. “Kamu pasti kaget melihat wajahku.” Kata Alesiya saat menyadari wanita di sampingnya terus menatap wajahnya. “Wajahmu mirip denganku.” Amanda menyentuh wajah Alesiya memastikan bahwa ia tidak bermimpi. “Awalnya aku juga kaget  saat pertama kali melihatmu di hutan, tidak di sangka wajah kita begitu mirip,” Kata Alesiya dan di akhiri dengan ketawa canggung. “Astaga! Di mana ponselku?” “Maaf aku tidak menemukan tasmu, jadi aku hanya membawamu.” “Aku harus mencari ponselku, kalau tidak orang tuaku akan cemas karena aku tidak menghubunginya.” “Aku temani, yah!” Amanda hanya mengangguk menyetujui. Saat keduanya melangkah keluar kamar Daniel pun melangkah mengikuti meraka, namun, tiba-tiba saja Alesiya berhenti dan menatap lelaki itu tajam, memberinya isyarat untuk tidak mengikuti mereka berdua. “Baiklah, aku tidak ikut.” ***** Alesiya dan Amanda menyusuri hutan yang ada di belakan kampus, mereka berdua mencari tas Amanda yang hilang saat berkelahi dengan tiga wanita. “Kira-kira di mana yah, mereka membuangnya,” batin Amanda. “Apa kau tidak kedinginan?” tanya Alesiya menatap wanita di hadapannya yang terlihat pucat dan sedikit mengigil. “Aku tidak apa-apa.” Mereka melanjutkan pencarian, tiba-tiba sebuah bunyi dering ponsel mengagetkan mereka berdua. Alesiya melangkah berusaha menemukan asal suara, dan benar saja bunyi itu berasal dari sebuah tas yang ada di semak-semak. “Aku menemukannya.” Ia memungut tas tersebut dan menghampiri Amanda. “Terima kasih.” Ia mengambil tasnya dan mencari ponselnya yang tidak henti-hentinya berbunyi. “Hallo, mom.” “Maaf, tadi tasku hilang, untung saja ada seseorang yang bersedia membantuk.” “Iya, aku baik-baik saja.” “Untuk sementara aku tidak bisa pulang, aku akan tinggal di apertement dan pulang saat ada libur.” “Me too, I love you, mom.” Amanda mengakhiri pembicaraannya dan menatap Alesiya yang ada di samping kirinya. Alesiya sibuk memeperhatikan ponsel yang ada di genggaman Amanda. “Maaf mengabaikanmu, tadi ibuku yang menelpon.” Menyadari tatapan Alesiya namun wanita itu tidak memperdulikannya dan tetap menatap ponsel yang ada di genggamannya. “Ada apa?” tanya Amanda. “Itu apa?” Tunjuk Alesiya pada genggaman Amanda. “Kau tidak tahu apa ini?” tanya Amanda memastikan dan di balas dengan aggukan polos Alesiya. “Ini adalah ponsel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga, teman atau kerabat dari jarak jauh.” “Bolehkah aku memilikinya?” pertanyaan polos Alesiya membuat Amanda terkekeh dengan pertanyaan Alesiya. “Kalau yang ini milik aku jadi tidak bisa, tapi kalau kamu mau aku bisa mengantarmu besok untuk membeli ponsel.” “Benarkah? Terima kasih, kamu baik sekali.” “Ngomong-ngomong kita belum kenalan, namaku Alesiya lee.” Alesiya menyodorkan telapak tangannya di hadapan Amanda. “Amanda rin.” Saat ingin memangut tangan Alesiya, tiba-tiba pandangan Amanda mengabur dan oleng kesamping, untung saja ada Alesiya yang singgap menangkup tubuh lemas Amanda. “Ada apa?” tanya Alesiya khawatir. “Sepertinya maag ku kambuh, maaf merepotkanmu lagi. Bisakah kau membawaku ke apertementku,” lirik Amanda. “Tentu saja aku bisa, aku senang membantumu.” “Apertementmu di mana?” lanjutnya. “Apertemen yang tadi, kebetulan ruanganku ada di lantai dua nomor 201.” “Wahhh, berarti kita tetangga dong.” Alesiya mengangkat tubuh lemah wanita itu kembali ke apertemennya. Untung saja kekuatanku masih di atas manusia. Walaupun tidak bisa menggunakan mantra setidaknya aku cukup kuat. Batin Alesiya. Di luar apertemen Daniel telah menunggunya dan menghampiri Alesiya saat menyadari kehadiran wanita itu. “Ada apa dengannya?” tanya Daniel. “Sepertinya ia punya penyakit bawaan,” Kata Alesiya Daniel mengambil alih tubuh Amanda mengendongnya ala bridal style dan membawanya ke lantai dua nomor 201 di mana tempat Amanda tinggal. “Maaf menyusahkan kalian berdua.” Lirih Amanda. “Tidak apa-apa, sebaiknya kamu istirahat besok aku akan kesini lagi.” Pintu berbahan mahoni itu tertutup rapat diiringi dengan ucapan selamat malam yang tulus dari gadis cantik bernama lengkap Alesiya lee itu. Sambil menghela napas lega jemarinya yang menekan knop pintu terlepas kemudian kedua kakinya yang jenjang melangkah menapaki lantai marmer yang dingin dan tetap terlihat mewah bahkan di malam dengan cahaya remang-remang seperti saat ini. Ia menaiki lantai menuju kamarnya maklum dia belum tahu menggunakan lift jadi wanita itu menaiki tangga. Dengan menggunakan sedikit tenaganya ia memutar kenop pintu dan mendorong pintunya memasuki kamarnya. ***** Pagi pun tiba dan Alesiya masih berkutat dengan mimpi indahnya di balik selimut, tidak memperdulikan Daniel yang mengedor-gedor pintunya sedari tadi. “Doch de doar iepen.” Daniel mengeluarkan mantra untuk membuka pintu apertement Alesiya dan tanpa permisi ia langsung menuju tempat tidur wanita itu. Lelaki itu menarik selimut yang menutupi tubuh Alesiya kasar sehingga terdengar erangan marah si pemilik kamar. “Yakk!” “Bangun, kau tahu ini sudah jam berapa? Apa kau lupa ini hari apa?” “Emangnya ada apa?” tanya Alesiya polos, seakan otaknya koslet. Hari ini adalah hari yang sangat ia tunggu. “Hari ini adalah hari pertama kita kuliah.” “Astaga aku lupa, tunggu sebentar aku mandi.” “Jangan lupa buat sarapan dan sekalian buat bubur untuk Amanda, yah!” Teriak Alesiya dari dalam toilet. Tangan lihai Daniel pun mulai meracik makanan di dapur milik Alesiya, walaupun mereka vampire namun mereka masih bisa memakan makan manusia asalkan rutin meminum darah tiap tiga hari sekali. Tak lama kemudian Alesiya keluar dari dalam toilet lengkap dengan memakai pakaiannya. Ia hampiri Daniel yang menata makan di atas meja di ruang makan. Lelaki itu memberi Alesiya tiga botol jus tomat. “Aku tidak suka jus tomat.” Alesiya protes dan mendorong boto-botol itu ke hadapan Daniel. “Ini darah bukan jus tomat, ini hanya untuk jaga-jaga,” kata Daniel dan Alesiya kembali mengambil botol-botol itu dan menyimpannya ke dalam tas. Selesai sarapan mereka berdua menuruni tangga menuju lantai dua, Alesiya menenteng sebuah termos kecil yang isinya adalah bubur nasi untuk Amanda. Setibanya di kamar Amanda ia langsung memutar knop pintu mendorongnya dan masuk ke kamar Amanda, tanpa permisi ia masuk kedalam menuju ranjang pemilik kamar. Alesiya mendekati wanita yang terbaring lemah di ranjang. Ia mengecek suhu badan Amanda dan bernapas lega menyadari wanita itu tidak demam lagi walaupun masih terlihat pucat dan lemah. “Syukurlah demammu sudah turun.” “Maaf merepotkanmu.” “Tidak apa-apa lagian kita kan berteman.” “Hari ini jangan kemana-mana, yah! istirahatlah dan jangan lupa makan, aku bawa bubur nasi untuk mu.” “Terima kasih.” Sehabis mengecek keadaan Amanda, Alesiya dan Daniel berangkat kuliah dengan mengendarai mobil walaupun tempatnya tidak terlalu jauh, hanya saja semua mahasiswa di sana merupakan orang kaya jadi untuk menghindari pembulliyan mereka menaiki mobil supaya terlihat orang kaya. ***** Benda bersegi empat itu pun memasuki halaman Universitas kairin dan di sambut oleh beberapa wanita yang berbaris sambil bersiap mengambil momen-memen bersejarah saat itu juga. Lelaki dan wanita yang ada di dalam mobil merasa enggan untuk keluar dari mobil. “Kenapa banyak sekali manusia di sana.” Ujar Daniel. “Entahlah kita keluar saja.” Mereka berdua pun memberanikan diri untuk keluar dari mobil dan saat keduanya keluar terdengar teriakan ricuh dari beberapa wanita dan ada juga yang berteriak protes melihat Alesiya membuatnya heran. Mengapa semua orang menatap benci kepadanya? Apa salahnya? Berbagai macam pertanyaan merasuki pikirannya. Alesiya melangkahkan kaki jenjangnya menuju ruang administrasi pendaftaran atau menyetor surat perpindahannya dengan Daniel. Namun sebelum ia tiba di ruang administrasi tiba-tiba sebuah tangan menariknya sehingga ia oleng dan untung saja pemilik tangan yang menariknya memeluk tubuh kurusnya membuat para wanita kembali histeris. “Aroma ini.” Wanita itu meremas dadanya yang tiba-tiba sakit. Ia memberanikan dirinya untuk menatap wajah lelaki yang memeluknya dan sesuai dugaan lelaki itu adalah lelaki yang ingin ia lupakan. Lelaki yang sangat ia cintai. Sekuat tenaga Alesiya mendorong lelaki itu hingga terjatuh. “Ada apa denganmu, kenapa kamu tidak mengangkat telponku?” tanya lelaki itu namun yang di tanya hanya diam. Jantungnya berdebar kencang dan sebuah bilah pisau seakan menggores jantungnya, kedua kakinya lemas dan oleng. Untung saja lelaki yang datang bersamanya dengan singgap menggapai tubuh lemas Alesiya menangkupnya dalam sebuah pelukan. Wanita itu tidak bisa mengontrol dirinya, kedua matanya berubah-ubah. “Ada apa?” tanya Daniel cemas dan merusaha menutupi wajah Alesiya takut seseorang akan melihat kedua mata Alesiya yang tidak biasa. Lelaki bernama lengkap Ryuzaki Santoso yang di dorong oleh Alesiya tadi merasa kesal melihat Danile memeluk wanita yang mirip Amanda. Akhirnya ia berdiri dan mencoba untuk melayangkan sebuah pukulan keras pada lelaki yang bernama Daniel. Dengan lihai Daniel dapat menghindari pukulan Zaki. “Siapa lelaki itu?” tanya Zaki pada Alesiya. “Kita pergi dari sini,” lirih Alesiya tak memperdulikan pertanyaan Zaki. Daniel mengendong tubuh lemah Alesiya ala bridal style masuk kedalam mobil dan menyuruh supir untuk menjauh dari Universitas. Tak ingin tinggal diam Zaki juga masuk kedalam mobil mengejar mereka berdua namun sayangnya ia kehilangan jejak di tengah jalan.  “Siapa lelaki itu.” TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN