Rose
Bee sama sekali tidak menghiraukan penolakanku. Tubuhku tidak lagi menjadi tubuhku. Dia melakukan apapun semaunya. Aku hanya bisa menangis akibat perbuatannya.
Lama kelamaan, rasa aneh kembali muncul. Aku juga tidak menolak apa yang dilakukan Bee padaku.
“Bee...” aku memanggil namanya kuat.
Bee terlihat menyeringai setelahnya lalu semakin tidak ingin berhenti.
Setelah entah berapa lama, aku pun terkulai lemas dan tertidur tanpa memperdulikan apa yang masih Bee lakukan pada tubuhku.
*****
Rasanya tubuhku benar-benar remuk ketika membuka mata. Aku melihat sekeliling kamar yang sangat berantakan dan mendapati Bee kini tertidur di sisiku.
Saat melihat wajahnya, ada banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Mengapa Bee sampai tega melakukan semua ini padaku? Seberapa besar kepercayaannya pada Mary hingga dia tega terus melukaiku?
Upayaku untuk turun dari ranjang ternyata membangunkan Bee. Padahal aku sangat ingin menghindarinya saat ini. Aku tidak ingin dia melihatku dengan kondisi yang sangat rapuh seperti ini.
"Mau ke mana kamu?" tanya Bee dengan suara serak khas bangun tidur.
"Aku mau ke toilet. Kebelet." Ucapku singkat sambil mencoba berdiri.
Namun rasa sakit menghantam bagian perut bawahku hingga ke pangkal paha saat berdiri. Akhirnya aku kembali terduduk di atas ranjang.
"Awww..." rintihku pelan sambil menggenggam perutku kuat.
Bee terduduk dan matanya terlihat khawatir. Mungkinkah dia mengkhawatirkanku?
"Kenapa?" tanyanya.
"Sakit Bee..." rintihku lagi.
"B-bentar kamu ada salep untuk itu?" tanya Bee mulai bingung dan terbata.
Aku menggeleng lemah. Mana mungkin aku memilikinya sedangkan ini baru kedua kali aku melakukan hubungan seperti ini dan keduanya pun karena dia memaksa.
"A-aku beli dulu deh..." ucap Bee lagi kini sambil beranjak ingin mengenakan pakaiannya.
"Nggak usah... A-aku cuma perlu berendam air hangat..." kini aku mencegahnya pergi.
Ya aku tahu bagaimana meredakan memar dan perih yang kualami ini. Pertama kali aku mengalaminya, itu yang aku lakukan untuk meredakan rasa sakitnya.
Setelah mendengar jawabanku Bee kemudian masuk ke kamar mandi tergesa-gesa. Tak lama dia keluar dan berkata "Air hangatnya sudah siap..."
"O-oke Bee... Makasih ya..." ucapku melihat ternyata dia masih perhatian padaku.
Saat aku mencoba berdiri sendiri, rasa sakit kembali menghampiri dan kini aku makin kencang merintih kesakitan.
Namun bersamaan dengan rintihanku, suara telepon memanggil datang dari telepon genggam Bee.
Bee terlihat bingung harus menghampiriku atau telepon genggamnya.
Akan tetapi saat aku dan Bee bersama-sama melirik nama pemanggil, sangat cepat Bee memutuskan mengangkatnya.
Telepon dari Mary dalam waktu singkat mengendalikan Bee. Tanpa butuh waktu lama Bee bersiap dan meninggalkanku begitu saja.
Meninggalkan aku wanita yang baru saja dipaksa melayaninya hingga tidak bisa berdiri. Wanita yang tidak akan pernah lebih dari sahabat kecil baginya, walau tubuhku telah dinikmatinya.
*****
Satu Bulan Kemudian
Sejak hari di mana Bee meninggalkanku yang kesakitan demi Mary, sejak saat itu juga aku tidak pernah lagi bertemu atau berkomunijasi dengannya.
Kini aku sudah kembali beraktivitas seperti tidak terjadi apa-apa, seperti aku tidak pernah mengalami pemerkosaan oleh sahabatku sendiri.
Namun aku mulai merasakannya. Ada yang berbeda dari tubuhku.
Suhu tubuhku cenderung lebih tinggi beberapa hari terakhir. Nafsu makanku pun menurun secara drastis dan...
Dan aku belum juga datang bulan. Aku memang sering terlambat datang bulan, tapi... ini sudah terlewat terlalu lama.
Walau begitu aku masih berusaha menyingkirkan pemikiran bahwa ada sesuatu yang sedang bertumbuh dalam tubuhku.
Bekerja dan fokus pada butik adalah cara terampuh membuat aku lupa dengan tanda-tanda itu. Namun seakan tidak ingin dilupakan, tanda-tanda baru kembali muncul.
Emosiku semakin tidak terkendali. Aku bisa menangis terisak-isak hanya karena bahagia bisa menyelesaikan satu desain gaun malam. Padahal dulu aku bisa menyelesaikan lebih dari 2 desain setiap hari dan tidak pernah sampai menangis.
"Aku kenapa?" tanyaku yang tidak kusadari terdengar oleh Anita.
"Mba... mba kenapa?" ucap Anita yang baru kembali dari mengambil makan siang yang dipesannya secara online.
Aku mengangkat wajahku yang penuh air mata dan seketika aroma makanan yang dibawa Anita masuk ke pernafasanku.
Baunya membuat aku mual dan rasa ingin muntah mendesak keluar dari mulutku.
Aku berlari cepat ke toilet dan memuntahkan cairan bening beberapa kali dari mulutku.
Setelahnya saat aku mencoba berdiri, kegelapan menghampiri dan aku tidak tahu apa yang sedang terjadi.
*****
Esok Harinya
Aku baru saja bersiap untuk keluar dari rumah sakit sore ini.
Kemarin setelah pingsan di butik, Anita membawaku ke IGD rumah sakit terdekat.
"Selamat... ibu hamil 6 minggu..." ucap dokter setelah memeriksaku.
Kembali aku hanya bisa menangisi kondisiku sepanjang malam hingga aku merasa sudah tidak ada lagi air mata yang bisa kukeluarkan.
"Aku harus kuat... Kamu juga harus kuat ya Nak..." ucapku sambil mengelus perut rata di mana bayiku sedang bertumbuh.
Bersambung