Bab 4 - Teriakan

836 Kata
Bee Seminggu sudah aku tidak mendapat kabar apapun dari Rose sejak kejadian malam itu. Aku terbangun di pagi hari tanpa menemukan tubuh yang telah menemaniku semalaman penuh. Baru pertama kali kusadari ternyata Rose benar-benar menarik sebagai seorang wanita. Akan tetapi rasa tidak percaya diri yang dimilikinya membuat dia tidak pernah dikenali sebagai wanita yang cantik dan begitu menarik. Arghhh, membayangkan tubuh Rose membuatku mengingat kembali malam itu yang kulalui bersamanya. Saat itu memang aku terbawa emosi dan pengaruh alkohol, sehingga aku melampiaskan emosiku padanya. Aku dan Rose jarang sekali bertengkar sejak dulu. Namun setiap kali Rose membuatku marah, memang aku selalu memperlakukannya semauku. Aku akan merajuk hingga berhari-hari, hingga Rose menghampiriku dan memohon maaf entah itu memang kesalahannya atau tidak. Apapun masalahnya, Rose akan selalu mengalah dan meminta maaf padaku. Aku pun dengan senang hati akan memaafkannya dan kembali menghampirinya, layaknya lebah menghinggapi bunga mawar yang menyediakan madu untuknya. Lalu kenapa sudah satu minggu ini Rose tidak juga mengalah dan meminta maaf padaku? Apa gadis itu tidak merasa dirinya bersalah setelah menghancurkan hubunganku dengan Mary? Aku yakin Rose tahu bahwa aku sangat mencintai Mary, kekasih dan cinta pertamaku itu. Bagaimana bisa Rose menjadi dalang dari putusnya aku dan Mary? Tidak bisa menerima kenyataan ini, aku pun berusaha menemui Rose terlebih dahulu kali ini. Aku mendatangi butik miliknya, namun hanya bertemu dengan pegawainya yang sangat cerewet bernama Anita. “Mas Bee, itu Mba Rose udah seminggu nggak dateng ke butik. Sakit lho katanya... Mas Bee nggak tahu? Kok bisa? Katanya teman terdekat Mba Rose dari kecil?” Begitulah pegawai itu terus melontarkan semua kekhawatirannya mengenai Rose. Hingga membuat aku pun jadi penasaran ada apa sebenarnya yang terjadi padanya? ***** Kini aku sudah berdiri di depan pintu apartemen Rose, terus membunyikan bel tidak sabaran. Rose memang tinggal sendiri di kota ini sejak 6 tahun yang lalu. Dia kehilangan orang tuanya karena kecelakaan pesawat tepat satu hari sebelum wisuda dilaksanakan. Orang tuanya tewas akibat kecelakaan pesawat saat untuk mendatangi wisuda kelulusan Rose. Saat itu Rose hancur berantakan. Aku pun sangat iba melihat kondisinya, namun sejak saat itu juga hubunganku merenggang dengannya. Mary menyadarkanku bahwa perhatianku pada Rose terlalu berlebihan dan tepat setelah orang tua Rose selesai dimakamkan, aku pun menjaga jarak darinya. Walau begitu aku tetap tidak bisa memungkiri perhatianku masih selalu tersalur padanya, namun tidak lagi secara langsung untuk menghindari pertengkaran dengan Mary. Namun kini akhirnya Rose yang menjadi penyebab kehancuranku. Memikirkan hal itu membuat aku tidak sabar lagi hanya membunyikan bel ini. Aku pun mulai menggedor keras dan berseru “Rose... Aku tahu kamu di dalam... buka pintu ini... sekarang...” Aku yakin dia ada di dalam dan enggan untuk menemuiku sekarang ini. Namun aku harus mendapatkan permohonan maaf darinya. Seperti yang selama ini selalu dilakukannya dalam hubungan kami. “Rose... buka sekarang... atau kamu terima akibatnya nanti... aku punya video dan foto semua kejadian malam itu... just so you know...” aku mulai mengancam. Ancamanku pun berfungsi ampuh karena tidak lama kemudian bunyi kunci pintu terbuka dapat kudengar. Sosok gadis pucat muncul dengan wajah yang menunduk lalu berkata “Ada apa Bee?” Suaranya serak dan matanya terlihat membengkak. “Aku tidak akan luluh walau kau menampilkan wujud lemahmu Rose” batinku. Aku merangsek masuk ke dalam apartemennya dan membuat Rose berjalan mundur ke belakang untuk menjaga jarak dariku. “Hah? Apa dia baru saja menjauhiku? Apa dia tidak mau berdekatan denganku lagi? Walau kami sudah pernah lebih dari berdekatan malam itu?” aku berkata dalam hati. “Bee... stop...” panggilan lirih kembali keluar dari mulutnya dan kini matanya yang berkaca-kaca menatapku nyalang. “Kenapa Rose? Kenapa kamu tidak memohon maaf padaku?” tanyaku kini. “A-aku... aku tidak bersalah Bee... hiks...” kini Rose malah terisak. “Mary berbohong... hiks...” kembali Rose menjelaskan penuh air mata. Mendengar pembelaannya tidak membuatku iba dan malah menjadi semakin marah. Rose ternyata masih tidak mau mengakui bahwa perkataannya selama ini yang membuat Mary kali ini langsung memutuskan hubungannya denganku. “Pembohong... belum kapok kamu berbohong hah?” aku kembali berseru kencang sambil mengguncang tubuhnya dengan genggaman kuat di kedua lengan. Guncangan itu membuat outer yang dikenakannya terguncang dan turun menampilkan kedua bahu mulus Rose. Rose ternyata hanya mengenakan gaun tidur tipis di dalam outer ini. Tubuh ringkih nan menggoda miliknya pun membuat fokusku teralihkan. Rose sepertinya menyadari perubahan fokus pandanganku dan berusaha melepaskan dirinya untuk membenahi outer yang dikenakannya. Namun sebelum hal itu terjadi, nafsuku bergerak lebih cepat dan bibirku telah jatuh mengecupi bagian tubuhnya yang terbuka. Hal-hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya akan terjadi antara diriku dengannya kembali kulakukan sambil mendorong Rose agar terduduk di sofa. “Dasar penggoda...” gumamku dalam kecupan-kecupan yang kulakukan. Kini tanganku pun sudah bekerja tanpa bisa kukendalikan. “Ahhh... no... no... please no... Bee please...” Rose terus meronta kuat. Aku semakin tidak bisa mengendalikan diriku setelah mendengar suara dan penolakan yang dikeluarkan oleh Rose. “Keep screaming Rose... Teriakanmu makin membuatku tidak akan berhenti...” ucapku sambil terkekeh ringan menyaksikan kelemahan tubuh di bawahku ini. Bersambung   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN