Bab. 6.

1147 Kata
"Saya akan mencari tahunya sekarang, Tuan!" Zavier mengagguk sambil menatap asistennya. "Apakah ada rapat penting?" "Tidak ada, Tuan. Hanya saja besok kita akan melakukan perjalanan bisnis ke Surabaya," jawab Doni. Suami Intan itu hanya mengangguk sambil mengusap pelan dagunya. Tak lama, dia mengibaskan tangan kanannya, tanda agar asistennya itu segera keluar dan menjalankan perintahnya. Doni mengangguk hormat kemudian meninggalkan bosnya itu. Setelah duduk di meja kerjanya, lelaki tampan berumur dua puluh lima tahun itu mulai menjalankan perintah atasannya. "Bella Permata Andini! Siapa lagi wanita ini?" Dion bertanya sendiri sambil mulai mencari tahu informasi terkini. Karena lelaki itu hanya tahu kalau wanita itu bekerja sebagai sekertaris Tuan Aksa. Setelah mengingat kalau dia adalah teman sekolah Bosnya, Dion kembali mencari tahu dari alumni sekolah SMA terlebih dulu. Sedangkan Zavier mulai fokus pada pekerjaan yang sudah menumpuk di sisi kirinya. Satu per satu berkas itu mulai ia periksa dengan seksama. Jika tidak ada rapat dia akan pulang lebih awal. Hal itu akan membuat bosan. "Untuk apa kalau aku pulang lebih awal," monolog Zavier sambil membanting punggungnya ke sandaran kursi. * Berbeda hal dengan Intan yang sedang bahagia saat sedang bekerja. Tubuh indahnya sedang melakukan berbagai gaya untuk membuat klien senang. Dia bahkan lupa dengan segala keributan semalam. Penyesalan dan kata-kata maaf untuk suaminya seolah menjadi debu. Setelah terucap hilang begitu saja terbawa hembusan angin. "Kita istirahat sebentar, setelah itu kita lanjut lagi. Biar tidak sampai malam kita bisa pulang," ucap William. Intan bergerak meninggalkan lokasi menuju ruang yang sudah di sediakan. Dia mulai duduk dan minum, mengambil ponselnya kemudian mencari kolom chat. 'Biasanya dia selalu cerewet tanya ini dan itu, tetapi kenapa sampai jam segini belum ada satu pun pesan darinya,' keluh Intan dalam hati. "Ini makanlah!" Irma tiba-tiba datang menyodorkan potongan buah. "Taruh saja di meja!" Intan menjawab dengan suara pelan. "Kenapa?" Intan menaikkan pandangnya menatap penuh tanya kepada Asistennya. "Apanya?" Irma mengehembuskan nafas pelan, "Kamu itu kaya banyak pikiran!" "Owh, aku sedang menunggu pesan dari Mas Zavier!" Irma menggelengkan kepala sambil tertawa pelan. "Kenapa tidak kamu saja yang lebih dulu mengirim pesan?" "Aku?" tanya Intan menunjuk ke bagian dad*nya. Irma menggeleng, "Kamu juga cinta kan sama Zavier? Kenapa selalu dia lebih dulu yang bertanya, kamu sedang apa Dan dimana?" "Ya, karena aku merasa aneh saja kalau aku bertanya lebih dulu. Aku harus ngetik apa dong?" Intan seolah merasa bingung untuk memulai mengirim pesan kepada suaminya. "Astaga, kamu ini seorang istri, kenapa masih merasa aneh dan malu saat bertanya kepada suami?" Sesaat hanya diam, Intan menikmati potongan buah apel yang diberikan oleh Irma tanpa kata. Hanya pandangan kosong saja. Hingga suara Irma kembali menginterupsi. "Ini kan mau jam makan siang, bilang saja jangan lupa makan siang. Kasih tahu juga kalau kamu akan pulang terlambat," ucap Irma menatap lekat ke arah modelnya. "Oke. Akan aku coba," jawab Intan meraih ponselnya. Sesuai perintah asistennya, jarinya mulai megetik pesan untuk suaminya. Hal yang tak pernah Intan lakukan sebelumnya. Tetapi hari ini dia melakukan hal sepele ini demi mendapatkan perhatian sang suami. Menit demi menit berlalu, Intan sudah tak lagi memikirkan pesan balasan dari suaminya. Dia mulai melanjutkan pekerjaannya agar semua selesai sesuai jadwal yang sudah di rencanakan. Hingga jam makan siang tiba, Intan kembali mengecek pesan. Tetapi tidak ada pesan balasan dari sang suami. 'Astaga, padahal dia baca. Begini ya, rasanya di abaikan!' Setelah tak mendapatkan balasan dari suaminya, wanita cantik dengan tinggi semampai itu melempar ponselnya ke ranjang. "S*al!" Intan mengumpat dengan keras sambil menjambak rambutnya yang panjang. "Atur emosimu, Intan!" Suara Irma kembali mengagetkan Intan yang sedang marah kepada suaminya. "Kau juga, selalu mengagetkanku saja!" "Oke, maaf!" Irma mengangkat kedua tangannya agar modelnya tak semakin emosi. Kalau sampai emosi akan sangat berbahaya untuk menyelesaikan pekerjaan yang tinggal sebentar lagi selesai. "Kau mau aku buatkan kopi?" tanya Irma mencoba membuat modelnya melupakan marahnya. "Nanti saja, aku mau makan yang super pedas!" "Contohnya makanan apa? Baso, seblak, ayam penyet, atau makanan khas korea?" "Apa saja yang penting pedas, pasti akan aku habiskan," jawab Intan tanpa melihat ke arah asistennya. "Baiklah, tunggu beberapa menit agar aku membelikannya untukmu!" 'Repot dah, kalau sudah begini!' Irma hanya bisa mengeluh dalam hati. Jangan sampai dia melakukan kesalahannya agar dia tidak kena marah. "Untung aku belum nikah! Jadi masih bebas mau ini dan itu," monolog Irma sambil berjalan menuju mobilnya. * "Ini yang Anda minta Tuan!" Doni menyerahkan berkas yang berisi semua informasi mengenai Bella. Wanita yang dulu tidak pernah ada dalam kamus seorang Zavier. Tetapi mulai kemarin, menjadi sesuatu yang berharga. Mata elang Zavier menatap tajam kata demi kata yang tertera dalam sebuah map warna biru itu. "Apakah ini sudah tidak ada yang terlewatkan?" tanya Zavier menatap asistenya. "Iya, Tuan. Mengenai statusnya dia memang masih lajang!" Doni mejelaskan jika Tuannya tidak percaya dengan informasi itu. "Iya, aku tahu. Karena kemarin dia sudah mengatakannya. Berarti dia tinggal di apartemen?" Doni mengangguk sebagai jawaban, "Apakah masih ada yang membuat Anda belum puas dengan informasi ini, Tuan?" "Aku rasa cukup! Pesan makan siang saja, Don! Aku sedang tidak ingin makan siang di luar!" titah Zavier. "Baik, Tuan!" * Sore harinya, setelah pekerjaan selesai, Zavier masih duduk diam ruangannya. Doni masuk ke ruangan bosnya karena lelaki tampan itu tak kunjung keluar dari ruangan. "Tuan, apakah ada pekerjaan lain?" "Tidak ada, Don! Kamu pulang saja duluan!" "Tapi—" "Aku juga ingin pulang!" Zavier memotong ucapan asistennya. Doni hanya mengangguk kemudian meninggalkan ruangan bosnya. Tak lama, Zavier pun keluar dari ruangan menuju parkiran. Sebelum menjalankan mobilnya, lelaki tampan itu melihat ponselnya. Ingin sekali dia menelepon Bella, tetapi tidak ada alasan untuk menelepon atau berkirim pesan. Zavier hanya menatap sekilas pesan kiriman dari Intan, dengan senyum miring. Mobil mulai melaju meningglkan perusahaan. Seharusnya dia pulang dan beristirahat agar besok pagi badannya fress. Tetapi, mobil Zavier malah berhenti di kafe yang tak jauh dari kantornya. Saat dia masuk terasa tenang karena tidak terlalu ramai. Lelaki tampan itu mencari tempat duduk yang di bagian belakang. Zavier memesan kopi, setelah beberapa saat menunggu kopi pesanannya datang. Dia hirup aromanya yang khas. "wangi!" Satu kata yang keluar dari bibir lelaki tampan itu. Menggambarkan betapa enaknya aroma kopi yang dia nikmati. Sejenak lelahnya hilang dan pikiran penatnya sedikit berkurang. Zavier sepertinya butuh liburan. Hanya saja dia sedang menunggu istrinya itu bisa libur beberapa hari. Kenyataannya keinginannya hanya menjadi sebuah mimpi semu yang belum pernah terwujud. Saat sedang bergelut dengan pikirannya, Zavier menemukan sosok yang ingin dia hubungi sejak tadi. Entah mengapa senyum itu mengembang begitu sempurna di bibirnya. Jika ada wanita yang melihat, pasti akan langsung terpesona. Dengan cepat dia merogoh ponselnya di saku jasnya. Melakukan panggilan kepada pemilik nomor seseorang yang baru saja masuk ke dalam kafe. Tak lama panggilannya diangkat, terlihat karena wanita cantik itu berhenti berjalan untuk mengambil ponselnya. "Jalan terus ke belakang aku ada di meja nomor dua dari belakang!" titah Zavier. Meski merasa bingung sebab perintah Zavier, wanita itu mencoba mengedarkan pandangannya menyapu seluruh kafe mencari sosok Zavier. "Kemarilah!" Suara Zavier menginterupsi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN