Part 6- Ide Baru

1354 Kata
Ethan menepuk-nepuk celana jeansnya yang terkena tanah basah akibat jatuh dari atas. Untung saja ia tidak mengalami patah tulang, hanya sedikit terkilir di bagian kakinya tapi masih bisa ia gerakkan sedikit. Sementara gadis di sampingnya malah sibuk memeluk lututnya sendiri dengan bibir yang dicebikkan. Terlihat sekali jika gadis itu sedang kesal. Apalagi setelah percekcokan mereka beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba Ethan teringat dengan ponsel yang ada di dalam switernya. Ia pun langsung mengambilnya dan merasa gadis di sampingnya tengah memperhatikannya dengan mata berbinar. Mungkin dia merasa mendapat pencerahan atas masalah yang dia hadapi. “Sial!” Ia melempar ponselnya yang telah retak di bagian layarnya itu ke sembarang arah. Vio membulatkan matanya dengan kaget. Ia tahu ponsel yang pria itu keluarkan tadi adalah ponsel keluaran terbaru yang bahkan belum beredar di negara ini. Walau memang layarnya retak tapi setidaknya masih bisa diperbaiki. “Kok dilempar?” “Rusak,” jawab Ethan dengan malas lalu menatap sinis ke arah Vio. “Kau tidak punya ponsel?” Ia menaikkan sebelah alisnya dengan tatapan meremehkan. Vio memutar bola matanya dengan malas. “Jika aku bawa ponselku, aku tidak akan terjebak di sini bersamamu, tahu!” Ia kembali memeluk lututnya dengan wajah yang kembali terlihat kesal. Ethan memperhatikan wajah gadis di sampingnya yang memang cukup manis dan cantik meski gadis itu terlihat galak. Entah kenapa gadis itu malah biasa saja berada di sampingnya. Apa gadis itu tidak mengenalinya? Biasanya hampir semua gadis mengenalnya dan akan langsung histeris jika bertemu dengannya. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala Ethan. “Kenapa kau memperhatikanku seperti itu?” Vio ternyata sudah memperhatikan Ethan yang sejak tadi menatapnya dengan senyuman kecil yang membuat gadis itu curiga. “Jangan berpikir kau bisa macam-macam ya,” ancamnya. Ethan tersenyum miring. “Kau tidak mengenalku?” Vio menaikkan sebelah alisnya dan menatap Ethan lekat-lekat. Ia memang merasa jika wajah pria di sampingnya ini tidak asing. Ia seperti pernah melihat pria itu tapi tidak tahu dimana. Kepalanya pun menggeleng pelan. “Wajahmu tidak terlalu penting untuk aku ingat.” Ia mengedikkan bahunya, seakan benar-benar meremehkan Ethan. Membuat Ethan merasa tertantang dengan gadis yang tidak ia ketahui namanya itu. “Aku Ethan, Ethan Alberich. Pemilik Café dan Resto Alberich yang cabangnya sudah banyak di Indonesia. Aku juga selebgram. Harusnya kau merasa beruntung pernah bertemu denganku meski dengan kondisi yang tidak mengenakkan begini,” ucapnya dengan senyum angkuhnya. Ethan Alberich. Mendengar nama itu, Vio jadi teringat dengan artikel yang sering berseliweran di akun social medianya. Lalu matanya membulat seketika menyadari jika pria itu tidak terlihat selama beberapa hari dan sekarang malah pria itu berada tepat di depannya. “Kau pria yang suka cek in dengan wanita malam itu? Kau memiliki hubungan dengan gadis malam yang bernama Lilian, kan?” Ethan mengusap wajahnya dengan kasar. Gadis itu malah mengenalnya dari artikel yang menceritakan hal buruk tentangnya. “Sebenarnya itu berita tidak benar. Aku dan dia hanya teman. Berita saja yang berlebihan menulisnya.” Vio kembali menatap Ethan dengan keraguan. “Benarkah?” “Aku bisa membantumu keluar dari sini,” ucap Ethan yang malah mengabaikan pertanyaan Vio. “Maksudmu?” “Kau ingin keluar dari sini, kan?” tanya Ethan dengan kening berkerut. Ia pikir gadis di sampingnya ini bukan gadis yang bodoh sehingga harus ia jelaskan berkali-kali soal maksud ucapannya. “Tentu saja!” “Aku akan membantumu keluar dari sini. Asal kau bisa memenuhi syarat dariku,” ucap Ethan dengan senyum misteriusnya. Vio tiba-tiba merasa merinding dan suasana di sekitarnya mendadak bertambah mengerikan. “Syarat? Apa? Nggak usah aneh-aneh deh. Kita sama-sama terjebak di sini, tahu!” “Tidak sulit kok. Kau hanya perlu menikah denganku.” “A-apa?” Vio menatap Ethan tak percaya. “Kau bercanda? Jangan gila deh.” “Aku serius. Aku butuh status untuk melenyapkan gossip-gosip itu dan memperbaiki namaku,” ucap Ethan dengan tenang seolah tawarannya barusan hanyalah tawaran sederhana yang bisa dengan mudah Vio setujui. Vio langsung menggeleng cepat. “Tidak! Aku tidak mau! Dasar pria m***m! Pantas saja namamu ada di artikel dengan judul yang buruk begitu!” makinya dengan kesal seolah Ethan baru saja melecehkannya secara verbal. “Hei! Sudah kubilang, berita itu tidak benar!” “Lalu kenapa kau malah mau menumbalkan wanita lain biar namamu bisa baik lagi? Itu sama saja jika kamu ingin menutupi kebenarannya, kan? Enak saja! Kau pikir dirimu siapa sampai merasa bisa melakukan semua yang kau inginkan, hah?!” Emosi Vio jadi meluap-luap akibat pria yang ada di sampingnya ini. “Apa sulitnya? Aku kaya raya. Aku bisa memenuhi semua keinginanmu. Kau hanya perlu menikah denganku secara pura-pura. Setelah satu tahun kita buat berita seolah kita berpisah karena ketidak cocokan. Apa sulit jika seperti itu?” Ethan menjelaskan rencananya panjang lebar. Vio menggeleng-geleng tidak percaya dengan ide yang Ethan jelaskan padanya. Ide gila yang bisa mengorbankan dirinya dan masa depannya. Pria ini benar-benar egois. “Dasar gila! Aku tidak butuh uangmu dan segala kekayaanmu. Aku hanya ingin menikah satu kali dengan pria yang aku cintai, menikah yang sungguh-sungguh. Bukan pura-pura!” “Beneran menikah juga ide bagus. Toh mengurus berkas pernikahan dan perceraian sangat mudah.” Ethan kembali menguji kesabaran Vio. “Aku… tidak… mau!” Vio menekankan setiap kata yang ia ucapkan. “Ya, ya. Terserah. Kau bisa memikirkannya dulu. Nanti kita bisa bertemu lagi dan membicarakannya. Aku yakin kau akan berubah pikiran.” Ethan tersenyum penuh percaya diri. “Tidak akan!” “Jangan terlalu percaya di… “ “ETHAN! ETHAN!” Ethan langsung menoleh ke atas ketika mendengar suara Danish yang tengah memanggil namanya. “Aku di sini!” balas Ethan dengan suara sekuat mungkin. Terdengar suara langkah kaki yang mendekat dengan cepat ke arah jurang. Benar saja, Danish tampak melongok ke bawah sembari mengarahkan senter yang ia bawa. “Kau di sana? Sedang apa?” “Aku terjebak gara-gara kucing menyebalkan.” Ethan melirik sinis gadis di sampingnya yang membalas dengan melotot tajam ke arahnya. “Lebih baik kau cepat cari bantuan agar kami bisa bebas dari sini.” “Baiklah! Aku akan segera kembali.” Tak lama Danish pun kembali dengan membawa sebuah tangga dari tali. Ia meminjam dari penjaga villa dan sudah diikatkan ke pohon dengan kuat. Ia pun menurunkan tangga tali itu agar Ethan dan gadis di sampingnya bisa naik. Meski kakinya terkilir, Ethan masih bisa bergerak leluasa. Berbeda dengan gadis di sampingnya yang berdiri pun sepertinya kesulitan. “Kemarilah! Aku akan membantumu naik. Aku harap kau bisa memikirkan kembali soal pembicaraan kita,” bisiknya tepat di depan telinga Vio dan langsung menyuruh gadis itu berpegangan di punggungnya. Untungnya jurang ini tidak terlalu dalam dan Ethan masih bisa menahan rasa sakit pada pergelangan kakinya. Sehingga ia bisa membawa Vio ke atas dengan cukup mudah. “Siapa dia?” tanya Danish ketika Ethan dan Vio sudah berada di atas. Vio kembali terduduk di tanah karena kakinya benar-benar sakit. “KAK VIO!” Terdengar suara beberapa orang yang memanggil namanya. Vio langsung menoleh dan tersenyum ketika anggota kelompoknya ternyata berhasil menemukannya. Walau memang waktunya telat. “Akhirnya. Aku takut sekali kalian tidak menemukanku,” ucapnya dengan pesimis. “Kami sangat khawatir,” ucap Dini yang langsung memeluk Vio dengan erat. “Kita kembali ya, kak.” Vio mengangguk hingga dirinya dibantu berdiri dan berjalan oleh teman-teman sekelompoknya, meninggalkan Ethan dan pria yang tidak ia kenal tanpa pamit. Akan tetapi, Vio menyadari jika Ethan memperhatikannya dengan senyuman yang membuat gadis itu merinding. “Terimakasih sudah membantu senior kami,” ucap Anto, salah satu anggota kelompok pria di kelompok Vio sebelum mereka pergi. “Juniornya malah lebih sopan ya!” sahut Ethan yang masih dapat Vio dengar. Vio hanya memutar bola matanya dengan malas. “Kenapa sih?” tanya Danish yang penasaran ketika orang-orang itu sudah pergi. “Gadis itu tidak mengenalimu, kan? Atau malah mengancammu untuk menyebarkan keberadaanmu saat ini ke media?” Ia tampak khawatir. “Tenang saja. Calon istriku tidak akan berani melakukannya.” “Apa?!” Ethan mengibas-ngibaskan tangannya. “Lebih baik kau cari tahu tentangnya. Aku butuh info soal dia dan sesuatu yang bisa membuatnya menerima tawaranku.” Ia tersenyum puas, menyadari jika gadis itu pasti akan menerima tawarannya dalam waktu dekat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN