Part 7- Peluang

1201 Kata
Tidak sampai satu hari, Ethan berhasil mendapatkan info soal gadis yang ia temui kemarin. Ternyata namanya adalah Violeta Kirana Olivia. “Nama yang bagus.” Ethan tersenyum sinis. Apalagi ketika ia membaca biodata soal gadis itu. Ternyata dia adalah gadis piatu yang hidup berdua dengan ayahnya saja. Vio bahkan bekerja paruh waktu sembari kuliah dan membiayai kuliahnya sendiri. Akan tetapi, yang membuat Ethan semakin yakin jika ia bisa membuat Vio menerima tawarannya. “Apa yang kau rencanakan sebenarnya?” tanya Danish yang semakin penasaran. Padahal beberapa hari yang lalu Ethan terlihat selalu kesal dan jenuh dengan persembunyiannya, tapi sekarang pria itu terlihat senang sekali. Padahal berita di luar sana masih sangat panas soal Ethan dan Lilian. “Aku akan menikah pura-pura dengan gadis ini hingga berita soal Lilian semakin terkubur,” ucap Ethan dengan senyum sumringah di samping Danish. “Apa? Kamu gila ya? Menikah pura-pura? Aku tidak yakin gadis itu mau,” ucap Danish yang merasa tidak yakin jika atasannya ini bisa melakukannya. Tepatnya, ia tidak yakin jika wanita itu mau melakukannya. “Tidak ada yang tidak mungkin buat aku, Dan. Kau cukup siapkan kontrak untuk gadis itu. Aku akan membuatnya menandatangani kontrak kami. Walau dia sudah punya kekasih sekali pun.” ……………. Karena kakinya yang terkilir, saat kegiatan pelantikan anggota baru pun Vio tidak bisa membantu banyak. Ia sangat menyesali kebodohannya. Apalagi gara-gara kakinya yang terkilir, ia sampai harus bolos dari kerja paruh waktunya. Ia juga jadi lebih merepotkan Abi, karena kekasihnya itu mau repot-repot mengantar jemputnya ke kampus. Ia tidak bisa bolos mata kuliahnya karena hal itu bisa membuat nilainya menurun nanti. Ia tidak ingin jika beasiswanya sampai dicabut, ia tidak akan bisa membayar full uang kuliahnya sendirian. Ditambah hutang-hutang keluarganya yang masih harus ia lunasi dalam waktu dekat. “Sotonya nggak dimakan? Nanti keburu dingin loh.” Abi mengingatkan saat melihat Soto Mie Bogor yang ada di depan Vio masih utuh. “Eh, iya.” Vio akhirnya menyantap makanannya meski ia sendiri tidak berselera. Waktu untuk melunasi hutangnya memang masih satu bulan lebih. Akan tetapi dalam jangka waktu sesingkat itu, bagaimana bisa ia mendapatkan uang dua ratus juta? Ini sungguh gila. “Kamu kelihatan banyak pikiran ya, Vio?” tanya Abi lagi. Pria itu terlihat khawatir dengan keadaan gadis di sampingnya. Sejak kembali dari acara di Gunung Gede, Vio banyak diam. Ia juga mendengar soal kecelakaan kecil yang menimpa kekasihnya. “Enggak kok. Aku capek aja.” “Harusnya kamu istirahat dulu aja tadi. Nggak usah masuk kuliah dulu. Kaki kamu juga masih sakit. Lagipula penilaian dari absen kan kecil. Aku yakin kamu bisa mempertahankan nilai kamu,” ucap Abi yang sangat tahu soal kekhawatiran Vio tentang nilai-nilai dan beasiswa yang gadis itu dapatkan. Vio adalah gadis pintar dengan banyak bakat. Bahkan gadisnya ini berkali-kali memenangkan medali emas dan perak pada kejuaraan Pencak Silat. Sehingga membawa nama kampus mereka menjadi sangat baik. Ia yakin, Vio bisa mempertahankan prestasi dan beasiswanya. Namun Vio juga adalah gadis yang kritis dan perfectionis. Dia akan selalu berusaha mengerjakan semuanya dengan sempurna. “Iya sih. Lagipula besok aku nggak ada mata kuliah kok jadi bisa istirahat.” “Jangan kerja dulu juga. Kalo kamu butuh apa-apa, kamu bisa bilang padaku,” ucap Abi sembari mengusap puncak kepala Vio dengan lembut. Gadis itu hanya balas tersenyum kecil karena ia tidak mungkin memanfaatkan kekasihnya agar ikut menanggung pikirannya yang selalu berkaitan soal hutang. Ia juga tidak ingin jika Abi membantunya dan merasa dirinya hanya menjadi beban bagi pria itu. …………… Selama tujuh hari dalam seminggu, Anton selalu bekerja sampai larut malam. Seringkali pria itu menginap di kantornya demi menghemat waktu dan biaya transportasi dari rumah ke kantor. Ia benar-benar memikirkan cara agar bisa mendapatkan uang dengan cepat dalam waktu dua bulan kurang. Memang kedengarannya sangat tidak masuk akal. Baginya yang hanya karyawan biasa, untuk mendapatkan uang sampai ratusan juta sangatlah mustahil. Akan tetapi, jika ia membiarkan rumahnya diambil oleh rentenir jahat itu, ia tidak rela. Terlebih rumahnya memiliki banyak kenangan bersama Nadin, istri sekaligus Ibu dari anaknya, Vio. Bahkan Anton rela mengurangi jatah makannya agar lebih berhemat. Membuat dirinya kini terlihat jauh lebih kurus. Andai Nadin masih hidup, dia pasti tidak akan membiarkannya seperti ini. Nadin pasti akan marah jika tahu ia tidak hidup dengan benar di sini. “Maafkan aku, Nad. Aku tidak becus menjadi ayah untuk Vio.” ……………. Vio menatap computer di depannya sembari menghela nafas. Pikirannya tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Bayang-bayang Restu yang akan segera menyita rumahnya jika ia tidak bisa melunasi semua hutangnya membuat gadis itu semakin kalut. Bagaimana jika Restu benar-benar mengambil rumahnya? Bagaimana jika ia tidak bisa membayar hutang pada pria itu sehingga dia bisa dengan bebas mengambil rumah penuh kenangannya? Ia tidak rela. Sangat tidak rela. “Bagaimana ini? Darimana aku bisa mendapat uang sebanyak itu untuk membayar semua hutangnya?” Vio mengacak-acak rambutnya dengan kesal. ………….. Ethan tersenyum miring ketika mendapat berita terpenting soal gadis bernama Violetta itu. Sesuatu yang pasti akan membuat gadis itu mau menerima tawarannya meskipun gadis itu bilang tidak mau. Anggaplah ia licik, tapi sebenarnya ini hanya peluang yang sangat pas untuknya. Sejak pertama kali melihat gadis itu, Ethan yakin jika Vio bukanlah gadis matre yang akan memanfaatkan kontrak di antara mereka. Justru mungkin gadis itu malah akan tertekan. Terlebih Vio telah memiliki kekasih, jelas jika dia menyetujui kontraknya, gadis itu akan kepikiran untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya. Untuk menjalankan rencananya, Ethan tidak mau setengah-setengah. Jika Vio menerima tawaran untuk menikah pura-pura dengannya, maka gadis itu harus terima segala resikonya. Termasuk menjadi istri seutuhnya. Jadi Vio tidak akan bisa bebas menjalin hubungan dengan pria mana pun lagi selama berada dalam kontraknya. Ia tidak mau jika nanti sampai ada berita aneh lagi soal dirinya karena ulah Vio. Ia akan membuat gadis itu takluk padanya. Toh Vio juga membutuhkannya, kan? “Menarik, kekasihnya ternyata adik dari sainganku. Julian… Julian. Kasihan sekali adikmu itu. Sebentar lagi dia akan merasakan yang aku rasakan dulu. Anggap saja karma yang kau dapatkan itu ditanggung oleh adik tercintamu.” Ethan tersenyum sinis ketika melihat foto-foto kekasih Vio saat bersama keluarga besarnya, termasuk pria yang sangat ia benci selama ini. Ethan segera mengambil ponselnya dan menelpon Danish, asisten pribadinya. Ia memiliki beberapa asisten pribadi, tapi Danish adalah yang paling ia percaya. Selain Danish, asisten pribadinya yang lain sudah ia beri masing-masing tugas dan kebanyakan mengerjakan soal pekerjaannya di restoran Alberich. Restoran milik keluarganya yang kini ia yang ambil alih setelah ayahnya pensiun. Ia juga sudah kembali ke rumah pribadinya setelah berhari-hari bersembunyi di villanya. Ini karena ia sudah menemukan ide untuk meredupkan berita soal dirinya dan Lillian. “ Tolong kau atur pertemuanku dengan gadis bernama Vio itu. Di café dekat kampusnya saja. Kau jangan lupa stand by dan mengambil gambar kami dari sudut yang bagus. Aku ingin media menyebarkan berita soal kedekatanku dengan gadis lain. Dan tolong pasang di beritanya, jika gadis itu adalah calon istriku,” ucapnya sembari tersenyum kecil. Tanpa menunggu jawaban dari Danish, ia langsung menutup teleponnya dan menatap pemandangan di depannya dengan senyum mengembang. “Sebentar lagi namaku akan bersih lagi. Aku akan dikenal sebagai pria yang tulus mencintai seorang wanita dari kalangan biasa.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN