Prolog
Pria berambut kecoklatan dengan iris mata yang sewarna dengan rambutnya itu mendengus kesal ketika beberapa wartawan tampak mengejarnya dengan wanita yang baru ia temui beberapa kali untuk menjadi partner tidurnya.
“Kita baru beberapa kali bertemu tapi aku sudah dikejar wartawan begini. Benar-benar sial,” umpat pria yang bernama Ethan itu.
“Hey! Apa kamu sedang menuduhku? Kan kamu sendiri yang minta ditemani. Kenapa menyalahkanku?” tukas Lillian, wanita malam yang menjadi teman Ethan beberapa hari terakhir ini.
“Ya, teman tidur. Tak lebih. Aku tidak mau mereka beranggapan jika aku memiliki kekasih seperti kamu,” ucap Ethan dengan nada dingin. Ia pun menarik Lillian masuk ke dalam lift dan memojokkan wanita itu saat pintu lift tertutup. Untunglah para wartawan sudah tak mengejarnya. Ia menatap wajah Lillian yang begitu dekat dengannya. “Reputasiku bisa rusak jika aku diberitakan memiliki kekasih sepertimu.”
Lillian melengoskan wajahnya menahan kesal yang membuncah dalam rongga dadanya,” tapi sadar atau tidak kamu sudah terikat denganku, Ethan.”
“Jangan mimpi, Lillian.” Ethan tersenyum sinis.
………….
“TOLONG! TOLONG!” jerit seorang wanita paruh baya saat seorang pria menjambret tasnya dan kabur.
Gadis berambut dikuncir ekor kuda dengan kacamata yang bertengger di hidung mancung dan kecilnya itu sontak menoleh ke sumber suara. Ia melihat pria sedang berlari ke arahnya sambil membawa tas wanita yang sepertinya milik wanita paruh baya itu. Tanpa banya bicara lagi, ia menyelengkat pria itu dengan kakinya hingga terjatuh sampai tasnya terlempar ke tepi jalan.
“Sial!” Pria itu mengumpat kesal dan menatap siapa pun yang membuatnya terjatuh saat ini. “Lo nyari mati hah?” Ia bersiap menyerang gadis berkacamata itu. Tapi dengan sigap gadis itu menghindar.
Gadis itu terus menghindar sampai membuat si pria kelelahan. Di saat pria itu lengah, gadis itu menendang pinggangnya hingga dia terjatuh dan beberapa orang langsung menangkapnya.
“Ini tasnya, Neng,” ucap pria yang sepertinya supir taksi yang berada tak jauh dari lokasi kejadian. Kebetulan tasnya jatuh tepat di samping kaki sang supir.
“Terimakasih, Pak. Tapi ini bukan punya saya,” ucap gadis itu yang kemudian menoleh pada wanita paruh baya yang berjalan cepat ke arahnya dengan wajah cemas.” Tasnya punya Ibu itu.”
Supir taksi itu pun menyerahkan tasnya pada wanita paruh baya itu.” Ini, Bu tasnya.”
Sementara sang penjambret pun dibawa ke salah satu pos polisi.
“Te-terimakasih.” Wanita paruh baya itu sangat terlihat bersyukur karena tasnya bisa kembali.” Banyak dokumen penting di sini. Terimakasih banyak ya,” ucapnya yang kemudian mengambil beberapa lembar uang dari dalam tasnya dan menyodorkannya pada gadis berkacamata tadi.
Gadis itu langsung menggeleng cepat,” jangan, Bu. Saya tulus kok menolong Ibu.” Ia menolaknya dengan sopan.
“Jangan begitu. Bagaimana pun juga kamu sudah hampir celaka karena menolong saya.” Wanita itu tampak tak enak hati.
Gadis itu pun akhirnya menerima dengan berat hati. Lalu wanita tadi pamit untuk pergi ke pos polisi dan memberi keterangan soal kejadian yang baru ia alami. Gadis itu hanya melihat kepergian wanita tadi lalu melirik pada supir taksi tua di sampingnya. Ia tersenyum kecil lalu mengambil tangan pria tua itu dan memberikan seluruh uang yang diberikan wanita tadi kepadanya.
“Eh, Neng. Kok?”
“Bapak pasti lebih butuh. Saya pergi dulu ya.” Gadis itu melambaikan tangannya dan pergi tanpa menunggu pria itu bersuara lagi.
“Terimakasih, Neng!” sahut pria tua itu yang tentu saja masih dapat gadis tadi dengar.
Wanita paruh baya tadi sempat melihat kejadian si gadis memberikan uang pemberiannya ke supir taksi tadi. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ternyata masih ada gadis baik di jaman seperti ini.