Abi benar-benar menyesal karena perbuatannya pada Vio yang membuat gadis itu jadi sangat membencinya. Ditambah ia seperti tidak punya muka lagi untuk menemui Vio. Waktu itu ia nekad meminta maaf pada Vio walau akhirnya ia hanya menerima kemarahan dari mantan kekasihnya. Ia tahu jika ia pantas mendapatkannya.
“Sudahlah. Jangan pikirkan soal wanita rendahan itu.” Fabian seakan tahu apa yang sedang adiknya pikirkan. “Kamu harus mendapatkan wanita yang jauh lebih baik darinya dan buat dia menyesal.”
Abi menghela nafas. “Harusnya aku tidak gegabah, kak. Aku hanya ingin baik-baik saja dengan Vio.”
Fabian berdecak kesal. “Dia sudah meninggalkanmu secara tak hormat. Dia memutuskanmu sepihak demi pria lain. Dan kamu masih ingin baik-baik dengannya? Jangan terlalu polos, Abi.”
“Kakak tidak akan mengerti sakitnya kehilangan wanita yang dicintai.” Abi langsung beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Fabian yang masih duduk di sofa sembari menatap layar TV yang sudah mati sejak beberapa menit yang lalu.
“Aku pernah merasakannya. Aku tahu rasa sakitnya. Makanya aku tidak suka jika adikku merasakan kehilangan juga. Aku mau kamu menjadi pria yang kuat tanpa wanita sekalipun.” Fabian menghela nafas sembari menatap pintu kamar Abi yang tertutup.
…………….
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Ethan memilih untuk segera ke rumah sakit. Sudah dua hari ia tidak bertemu dengan Vio karena kesibukannya sebelum mengambil cuti untuk hari pernikahan dan bulan madunya. Ia sengaja menyelesaikan pekerjaannya dulu agar cutinya nanti bisa tenang dan tidak terganggu dengan pekerjaan. Apalagi dua hari lagi adalah hari pernikahannya.
Entah kenapa Ethan merasa rindu jika tidak melihat calon istrinya. Ia merasa ada yang aneh pada dirinya. Karena bayang-bayang Vio sering terlintas dalam kepalanya. Apa ia mulai peduli dengan gadis itu? Atau hanya khawatir dengan masalah yang akan menimpa calon istrinya?
Sesampainya di rumah sakit ia hanya melihat ayah Vio yang sedang tertidur tapi tidak menemukan gadis itu. Ia pun memutuskan untuk keluar dan melihat dari jendela kaca jika Vio sedang duduk di bangku taman. Ia akhirnya turun dan menemuinya. “Aku mencarimu.”
Vio mengangkat wajahnya dan melihat Ethan berdiri tepat di depannya. Ia sebenarnya baru saja turun untuk mencari udara segar karena bosan di dalam kamar terus. “Aku hanya mencari udara segar.”
Ethan pun duduk di samping Vio, menatap rerumputan di depannya. “Gugup karena akan segera menjadi nyonya Alberich?” ledeknya.
Vio berdecih tapi tidak menepisnya. Ia memang gugup. “Sedikit.” Ia sebenarnya juga masih kesal dengan ucapan Lilian tempo hari tapi ia memilih untuk memendamnya. Ia tidak mau Ethan tahu jika wanita itu ke sini dan menemuinya. Apalagi Lilian sempat mengancamnya. Toh ia tidak tahu apa yang akan Ethan lakukan jika mengetahui wanita yang memiliki skandal dengannya datang ke sini. Jangan-jangan Ethan malah tidak peduli.
“Besok aku akan menjemputmu di rumah dan aku akan membawamu ke salon langganan mommy untuk perawatan.”
“Itu perlu banget?” tanya Vio yang merasa tidak biasa melakukannya.
“Tentu saja. Dengan begitu, tidak akan ada lagi yang berusaha meremehkan nyonya Alberich.” Ethan tersenyum penuh arti.
Hati Vio menghangat mendengar ucapan Ethan yang seakan memberinya semangat. Padahal ia tidak cerita apa-apa soal masalah yang menimpanya sejak berita rencana pernikahan mereka tersebar di internet.
…………..
“Aku mau kalian menghancurkan rumah gadis murahan itu. Buat dia menangis meraung-raung. Aku akan membayar kalian dengan jumlah besar. Kalian mengerti?” ucap Lilian pada beberapa pria yang berada di depannya.
“Tentu saja. Itu hal mudah.”
“Terutama kamu. Kau punya alasan untuk menghancurkannya. Aku tidak sabar melihat tangisan gadis itu.” Lilian tersenyum sinis membayangkan apa yang akan terjadi besok.
“Baiklah. Itu urusan mudah. Yang penting bayarannya segera ditransfer.” Pria itu tampak tersenyum sinis.
“Tenang saja. Selesaikan pekerjaan kalian lalu aku akan bayar semuanya.”
“Bagaimana kami tahu jika kamu akan membayar setelah pekerjaan kami selesai?” Pria itu tampak ragu meski pakaian yang dikenakan Lilian sangat mewah dan memperlihatkan kekuasaan wanita itu.
“Kau lupa siapa aku? Aku Lilian. Aku sudah terkenal dan aku punya banyak uang. Kalian tinggal melakukannya saja. Mau dapat uang ya kerja dulu!” Lilian mendesis tajam.
“Ba-baik. Kami akan melakukannya.”
…………….
Setelah pulang dari kampus, Vio segera kembali ke rumah untuk membersihkan dirinya karena sebentar lagi Ethan akan datang menjemputnya. Namun ia terkejut melihat pria-pria berbadan kekar yang berdiri di halaman rumahnya dan menatap ke arahnya seakan menunggu kepulangannya.
Vio memegang erat tali ranselnya saat melihat Restu duduk di kursi teras depan rumahnya sembari tersenyum sinis. Ia tahu ia memiliki hutang besar pada pria itu tapi seharusnya bukan sekarang. Ia masih memiliki waktu satu minggu sebelum jatuh tempo. Lalu untuk apa dia di sini?
“Akhirnya kamu pulang juga,” ucap Restu yang beranjak dari tempatnya dan berjalan mendekat ke arah Vio.
“Ka-kamu ngapain di sini?” tanya Vio dengan suara bergetar.
“Tentu saja menagih hutang lah! Apalagi? Kau mau pura-pura lupa hah?!”
“Bu-bukan begitu. Bukankah jatuh temponya masih satu minggu lagi. Bukan hari ini.” Vio berusaha membela diri.
“Alah!” Restu mengibaskan tangannya. “Mau seminggu lagi kek mau hari ini kek. Memangnya kau bisa membayarnya?! Dua ratus juta dalam waktu satu minggu. Darimana kau dapatkan hah?! Dari jual diri?” Restu tertawa meremehkan.
Vio menelan ludahnya. “Aku akan melunasinya. Kamu tenang saja. Jadi silahkan pergi dari sini.”
“Enak saja mengusir kami! Tidak bisa! Lunasi sekarang juga atau aku hancurkan rumah butut ini!” Restu menunjuk rumah Vio sembari melotot tajam.
“Jangan! Aku pasti membayarnya. Beri aku waktu.”
“Tidak bisa!” Restu menatap para anak buahnya. “Segera hancurkan barang-barang di rumah itu!” perintahnya.
“Siap, Bos!” Para pria berbadan kekar itu mencoba mendobrak pintu rumah Vio.
“Jangan! Jangan rusak rumahku!” Vio menjerit histeris ketika para pria itu berhasil mendobrak pintu dan terdengar suara-suara barang yang dijatuhkan dengan keras.
Restu hanya tersenyum menatap Vio yang memohon padanya.
Tiba-tiba sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah Vio dan menabrak mobil sedan milik Restu hingga mobil itu hancur di bagian belakangnya.
Brak!
“Sial! Siapa orang yang berani menabrak mobilku!”
Seseorang keluar dari dalam mobil itu.
Ethan.
Sorot mata Ethan menyiratkan kemarahan saat melihat pria-pria yang berusaha mnghancurkan rumah Vio. “BERHENTI!” sahutnya yang membuat para pria itu keluar untuk melihat suara siapa yang berani memerintah mereka.
“Heh! Kau siapa?! Beraninya memerintah anak buahku!”
Ethan menatap sinis ke arah Restu lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. Ia pun melempar selembar kertas itu ke arah Restu. “Ambil uang itu dan segera pergi dari sini!”
“Cih! Darimana aku tahu jika cek ini asli?”
“Silahkan cek sendiri jika mau tahu. Yang jelas hutang Vio sudah lunas. Jangan pernah menampakkan diri kalian di sini lagi atau aku akan buat kalian membusuk di penjara!” ancam Ethan dengan nada tak terbantahkan.
Restu jadi agak ciut juga melihat kehadiran pria yang tidak ia kenal itu. Ia pun akhirnya memberi kode pada anak buahnya agar segera pergi dari sana tanpa berkomentar lagi. Apalagi melihat mobil mewah milik pria itu, sepertinya dia bukan orang sembarangan. Ia tidak mau ambil resiko.
Saat Restu dan anak buahnya pergi, Vio jatuh terduduk di lantai dan terisak.
“Maaf aku datang terlambat. Seharusnya kamu bilang soal hutang itu. Aku pikir bukan hari ini.” Ethan merasa sangat bersalah. Ia tahu kapan seharusnya Vio melunasi hutangnya tapi entah kenapa orang-orang itu malah datang hari ini.
“Memang seharusnya bukan hari ini.” Suara Vio bergetar, pertanda jika gadis itu sangat ketakutan.
Untunglah Ethan segera ke sini setelah menyelesaikan pekerjaannya. Jika tidak, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada rumah calon istrinya. “Sudahlah. Ayo masuk dan tenangkan dirimu. Aku akan menyuruh orang untuk membereskan barang-barangmu.” Ia membantu Vio berdiri dan memapahnya ke dalam rumah.
Sementara seseorang yang sedang asik menonton penderitaan Vio itu mendadak memukul stir mobilnya dengan keras karena kesal acara buatannya terganggu oleh kedatangan Ethan. “Untuk apa Ethan peduli dengan gadis miskin itu! Sial!”