Part 19- Sebuah Ancaman

1380 Kata
Vio merasa sangat bosan di rumah sakit. Meski ayahnya sudah sadar tapi ayah masih belum bisa bicara banyak. Keadaan pria itu masih sangat lemah sehingga Vio tidak bisa leluasa berbincang dengan ayahnya seperti biasa. Rasanya ini seperti sebuah kesempatan agar membuat dirinya lebih dekat dengan sang ayah. Karena dulu saat ayahnya masih sehat, dia akan sangat sibuk bekerja dan selalu pulang larut malam. Di akhir pekan pun ayahnya seringkali lembur sehingga mereka tidak pernah punya waktu bersama. Semua itu semata-mata demi melunasi hutang yang menumpuk pasca pengobatan ibunya dulu. “Kamu selalu di sini menjaga ayah. Bagaimana pekerjaanmu, Vio?” tanya Anton yang merasa tidak enak membuat anak gadisnya harus repot-repot menjaganya terus di sini. “Eh, Vio… Vio sudah tidak bekerja, Yah.” Vio akhirnya jujur pada ayahnya. Anton terlihat terkejut meski pria itu berusaha menyembunyikannya. “Ayah harus segera pulih untuk bekerja lagi agar bisa melunasi hutang kita. Waktunya pasti sebentar lagi.” Vio tahu tenggang waktu untuk melunasi hutangnya tidak sampai satu bulan lagi. Sebenarnya ia hanya tinggal bilang ke Ethan. Namun rasanya ia seperti gadis matre yang meminta uang pada calon suaminya. Ia jadi serba salah. Ia harap Ethan segera membahas soal uang itu atau langsung membayarkannya ke Restu. “Ayah tidak usah memikirkan itu. Biar Vio yang urus.” Ia mengusap tangan ayahnya dengan lembut. “Lalu semua biaya rumah sakit dan operasi ayah? Jangan bilang ini calon suamimu yang bayar. Jangan merepotkan dia, Vio. Ayah tidak mau jika kamu dikira memanfaatkan dia saja,” ucap Anton yang diam-diam mencari tahu soal siapa Ethan yang sebenarnya. Karena ia seperti pernah melihat Ethan dan benar saja, banyak foto Ethan dan berita soal pria itu yang berseliweran di internet. Termasuk soal rencana pernikahan Ethan dan Vio. “Iya, ayah. Vio tidak akan merepotkan Ethan. Ayah juga jangan terlalu dipikirkan. Ayah kan masih belum pulih. Ayah fokus dengan kesehatan ayah saja ya.” ……………. “Jadi di sini.” Gadis berambut pirang dan lurus itu menatap ruang VIP di depannya dengan sinis. Ia tahu siapa orang yang sedang dirawat di dalam sana. Ia pun bersembunyi saat melihat seorang gadis keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju lift. Ia memutuskan untuk mengikutinya. Vio yang baru saja keluar dari ruangan ayahnya untuk makan siang di kantin rumah sakit pun merasa perasaannya menjadi tidak enak. Seperti ada seseorang yang sedang mengikutinya. Namun ia mencoba mengabaikannya. Lagipula di sekitarnya ada banyak orang. Tidak mungkin ada orang yang berani berbuat jahat di tempat ramai begini. Gadis berambut cokelat yang dikuncir ekor kuda itu pun segera berjalan ke salah satu stand makanan yang menjual aneka lauk pauk. Ia memilih membeli nasi dengan capcay dan ikan balado lalu membeli segelas es jeruk manis dan duduk di salah satu kursi kosong. Untunglah siang itu kantin tidak terlalu ramai karena hari kerja dan sudah bukan jam besuk lagi sehingga penjenguk tidak terlalu banyak. Hanya beberapa keluarga pasien yang sedang makan di sini atau karyawan rumah sakit. “Jadi, gadis yang levelnya seperti ini yang akan menikah dengan Ethan?” Suara wanita yang tidak Vio kenal terdengar di belakangnya dan membuat Vio menoleh ke belakang karena wanita itu menyebut nama Ethan. Jelas wanita itu sedang mengajaknya bicara. Tampak wanita berambut pirang dan lurus tergerai dan mengenakan kacamata cokelat yang besar berdiri di belakang Vio dengan senyum sinisnya. Bibir tipisnya yang dipoles lipgloss pink itu seakan tersenyum meremehkannya. “Siapa ya?” Wanita itu melepaskan kacamatannya dan disampirkan di rambut indahnya. Vio sedikit terkejut melihat wajah wanita itu yang tidak terlalu asing baginya. Lilian. Wanita yang sempat berskandal dengan Ethan. “Gara-gara kamu, saya jadi gagal terkenal. Padahal wanita rendahan sepertimu sangat tidak selevel dengan saya,” ucap Lilian dengan nada sinis. “Sedang apa kamu di sini?” Vio malah balik bertanya dengan kening berkerut. “Tentu saja untuk melihat wanita seperti apa yang akan menjalani pernikahan palsu dengan Ethan.” Senyum sinis itu kembali Lilian perlihatkan. “Per-pernikahan palsu?” Vio semakin heran. Bagaimana bisa Lilian tahu? Apa Ethan yang memberitahunya? Untuk apa? “Tidak usah pura-pura bodoh deh. Semua orang bisa kalian tipu, tapi jangan harap kalian bisa menipu saya. Ethan terlalu wow untuk wanita rendahan seperti kamu.” Lilian merasa kesal melihat wajah Vio yang sok polos. Padahal ia sedang kesal setengah mati dengan gadis ingusan ini. “Jangan asal bicara. Saya tidak pernah menjual diri saya demi uang dan ketenaran pada Ethan. Tidak sepertimu.” Vio membalas ucapan Lilian tak kalah pedas. Tidak menyangka jika dirinya akan diserang balik, Lilian melotot tajam ke arah Vio. Jelas sekali kemarahannya sudah memuncak. “Saya peringatkan ke kamu ya! Jangan coba-coba mengambil Ethan dari saya. Dia hanya milik saya. Kamu hanya boneka yang dimanfaatkan demi menutupi kebenaran soal hubungan kami. Jadi tidak perlu terbang terlalu tinggi,” ucapnya dengan nada tajam lalu berbalik dan meninggalkan Vio dengan langkah penuh kemenangan. Vio mendengus kesal dan menatap makanan di atas piringnya yang masih terisi penuh. Selera makannya mendadak menghilang karena kehadiran Lilian. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang baru saja berskandal dengan calon suaminya itu. Ia tahu Ethan menikahinya agar berita soal Lilian segera tenggelam. Namun jika seseorang apalagi itu Lilian yang mengatakannya, ia merasa sangat rendah sebagai wanita. “Aku tidak pernah tidur dengan Ethan. Kenapa malah aku yang dibilang rendahan?” Ia mengerucutkan bibirnya dengan kesal. …………… Danish masih sibuk mengupload video-video endorse di akun social media Ethan. Sementara Ethan sendiri malah asik di atas ranjangnya sembari memainkan game di ponselnya. Sepertinya dia sedang banyak pikiran. Karena game adalah salah satu cara Ethan untuk menenangkan pikirannya. “Kau gugup karena akan segera menikah dengan Vio atau gugup jika berita soal Lilian masih diangkat oleh media?” tebak Danish yang sebenarnya lebih percaya dengan pilihan pertama. Ethan menghentakkan kakinya dan duduk di ranjangnya. “Nggak lah. Emang lagi mau main game aja kok.” “Iya sih, namanya bos. Kerjaannya santai dan tinggal main game saja. Enak sekali hidupmu,” canda Danish lagi. Ethan berdecih kesal dan melempar bantal yang tepat mengenai punggung Danish. “Hei! Editanku bisa kacau jika kau menggangguku,” protes Danish. “Kau yang menggangguku duluan.” Ethan mendengus kasar. “Kalo yang kau khawatirkan adalah berita soal Lilian, kau bisa tenang. Berita itu sudah tidak dibahas lagi. Media sedang sibuk mencari tahu siapa Vio.” Danish berdecak-decak. “Netijen memang paling cepat kalo soal mencari info. Foto-foto Vio sudah banyak di internet.” “Benarkah?” Ethan tampak penasaran. “Apa ada berita buruk soal Vio?” Danish menggeleng pelan. “Tidak juga. Beberapa prestasi Vio malah diangkat di berita. Terutama soal dia yang sering memenangkan kejuaraan pencak silat. Kau tidak takut dibuat remuk olehnya?” ledeknya lagi. “Hei! Di depanku dia seperti kucing manis, padahal aku tahu di luar sana dia seganas kucing oren yang minta kawin,” balas Ethan yang membuat Danish tertawa kencang. “Ada beberapa berita buruk sih tapi dari situs situs illegal,” ucap Danish lagi yang membuat Ethan segera mendekat ke arahnya. “Soal apa?” “Lihat saja sendiri.” Danish menunjuk layar laptopnya. Beberapa berita muncul di internet dan menjadi berita terpanas. Namun ada beberapa berita di bagian bawah yang menyebutkan jika Vio telah dihamili duluan oleh Ethan sehingga pernikahan mereka terkesan mendadak. Ada juga berita soal kehidupan Vio di café yang sama sekali tidak pantas untuk Ethan. Parahnya lagi ada berita yang membicarakan soal Ethan yang memanfaatkan Vio untuk menutupi skandal-skandalnya yang terdahulu. “Sial! Segera take down semuanya. Buat situs itu tidak muncul lagi dimana pun. Bisa-bisanya mereka membuat berita sampah seperti itu.” Ethan terlihat sangat geram. “Kau tahu. Ini juga yang aku khawatirkan. Aku tidak yakin dia baik-baik saja di luar sana ketika mulai banyak berita soal hubungan kalian,” ucap Danish yang terdengar cemas. “Aku tahu.” Ethan menghela nafas. “Aku tidak bermaksud membawanya ke dalam masalahku.” “Secara langsung dia sudah masuk ke dalam masalahmu, Ethan. Apalagi jika kalian mendadak bercerai nanti.” Ethan hanya diam di tempatnya sembari menatap ke layar laptop Danish. Bukan ia tidak memikirkan soal hal buruk yang akan menimpa Vio nanti. Ia hanya tidak punya pilihan lain. “Jangan sampai niatmu menutup satu masalah tapi malah muncul masalah baru yang jauh lebih besar.” Danish memberi nasehat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN