Kebisuan di antara Vio dan Ethan membuat gadis itu tak bisa tidur semalaman. Alhasil, Vio hanya duduk di sofa tempat biasa Ethan menunggu ayahnya. Tangannya sibuk dengan ponselnya, berusaha mencari tahu soal berita-berita soal Ethan. Tak banyak, kebanyakan hanya soal Lilian dan tentu soal rencana pernikahannya yang menjadi trending di media social. Sebenarnya Vio juga merasa risih melihat wajah dan profilnya terpajang dimana-mana. Namun bukankah itu resikonya yang akan menikahi seseorang yang begitu dikenal banyak orang?
Ada beberapa berita lama soal hubungan Ethan dan Aurel. Juga foto mereka berdua yang begitu mesra. Mereka kelihatan cocok satu sama lain dan tatapan Ethan pada wanita itu terlihat begitu tulus. Tatapan yang tak pernah Ethan berikan pada siapapun terutama Vio. Tatapan yang Vio harapkan dari pria itu meski itu mustahil. Setelah berita itu, tidak ada berita apapun lagi soal hubungan Ethan dan Aurel. Kecuali beberapa bulan kemudian muncul berita pernikahan Aurel dengan pria lain yang tak lain adalah suaminya saat ini. Berita soal Ethan seolah hilang ditelan bumi, seakan pria itu memang sedang menutup diri selama bertahun-tahun.
“Apa ini ada hubungannya dengan Aurel?” gumam Vio yang tampak berpikir keras. “Lalu kenapa keduanya putus setelah bertahun-tahun pacaran? Dan kenapa Aurel menikah dengan pria lain? Bukankah mereka saling mencintai?”
Pertanyaan-pertanyaan it uterus menghantui Vio sepanjang malam, bahkan ketika gadis itu akhirnya tertidur pulas di tempatnya.
……………..
“Kamu yakin, Tan? Pernikahan kamu sepuluh hari lagi loh tapi kamu malah mau datang ke acara talkshow kuliner di Bali?” tanya Danish ketika Ethan menyuruhnya untuk mengkonfirmasi surat undangan yang datang dari sebuah acara berbagi cerita pengusaha di sebuah restoran di Bali yang akan didatangi banyak orang termasuk dirinya sebagai tamu penting.
“Memangnya kenapa?” tanya Ethan balik. Pria itu tampak cuek sambil memainkan ponselnya.
“Mau nikah tuh harusnya dipingit. Kalo terjadi apa-apa gimana?” Danish terlihat cemas.
“Mitos tahu. Udahlah, aku butuh refreshing juga sebelum melepas masa lajang.”
“Halah! Pernikahan singkat aja sok butuh refreshing. Harusnya calon istrimu yang perlu banyak refreshing, mengingat menikah denganmu bukanlah hal yang mudah. Apalagi kalian juga berencana berpisah dalam waktu dekat. Nggak kebayang gimana rasanya jadi Vio, usia muda udah harus jadi janda.” Danish menggeleng-gelengkan kepalanya seolah ikut merasa sedih dengan apa yang akan terjadi pada Vio nanti.
Ucapan Danish yang telak menusuk hati Ethan. Ethan sampai menoleh ke arah Danish yang sedang serius dengan laptopnya.
Seketika Ethan terdiam. Apa ia begitu mengorbankan kehidupan seseorang yang tak bersalah sama sekali itu?
……………….
Kesehatan ayah semakin membaik. Meski tentu saja pemulihan setelah operasi pengangkatan tumor itu butuh waktu yang sangat lama. Tanpa Ethan, mungkin Vio akan kebingungan mencari biaya untuk pengobatan ayahnya. Pria itu sudah sangat banyak membantunya selama ini. Tak seharusnya ia menuntut lebih. Vio memutuskan untuk menjalani kehidupannya seperti biasa, berusaha menutupi rasa kecewa di dalam hatinya dengan ketegaran. Seperti dirinya yang dulu.
Jika memang Vio mulai mencintai Ethan, lantas kenapa cinta harus melemahkannya? Vio tidak mau seperti itu. Bagaimana pun perasaan Ethan padanya, Vio tidak akan menuntut apapun. Ia hanya akan menjalani perannya seperti perjanjian mereka di awal. Vio tidak ingin membebani Ethan terlalu lama.
“Apa kamu bahagia, Vio?” tanya Anton tiba-tiba saat Vio tengah menyuapinya makan siang. Anaknya memang sedang libur kuliah. Namun tatapan Vio seolah gadis itu tengah memikirkan sesuatu. Sebagai ayah yang sangat dekat dengan anaknya, Anton sangat mengerti jika ada sesuatu yang membebani pikiran Vio saat ini.
“Apa, yah?” Vio seakan baru sadar dari lamunannya.
Anton tersenyum tipis lalu mengusap punggung tangan anaknya dengan lembut. “Kamu akan segera menikah, apa kamu bahagia?” Ia mengulangi pertanyaannya.
“Eh, tentu aku bahagia, yah. Apalagi Ethan sangat peduli pada ayah.”
“Kamu benar. Dia akan jadi suami yang baik untuk kamu, Vio. Kamu beruntung.” Anton tersenyum lega. “Setidaknya ayah lega.”
“Lega kenapa, yah?” tanya Vio yang tetap menyuapi makanan ke ayahnya dengan telaten.
“Karena ada pria yang akan menjagamu jauh lebih baik dari ayah jika ayah sudah tiada,” ucap Anton dengan tatapan kosong.
Ucapan ayahnya bukannya membuat Vio senang, tapi malah membuatnya khawatir dan juga marah. “Ayah ngomong apa sih? Vio nggak suka deh. Ada Ethan maupun nggak ada Ethan, ayah tetap yang terbaik saat menjagaku.” Ia mengerucutkan bibirnya, pertanda jika ia memang tak suka dengan ucapan ayahnya itu. “Ayah sudah baik-baik saja dan akan segera sembuh. Ayah akan tetap menjadi pria yang menjagaku.”
Anton tersenyum tipis. “Iya iya. Ayah tetap menjaga kamu. Ayah kan cuma bilang begitu. Ayah tuh seneng karena pada akhirnya kamu menemukan kebahagiaan kamu, Vio,” ucapnya berusaha menenangkan anaknya itu.
Aku memang menemukan kebahagiaanku, yah. Akan tetapi kebahagiaan ini pada akhirnya hanya akan menjadi awal dari segala luka. Batin Vio.
“Ayah harus janji sama Vio, kalo ayah akan tetap menjadi pria pertama yang menjaga Vio dan mencintai Vio dengan begitu tulus,” ucap Vio yang masih merasa kesal dengan ucapan ayahnya. Entahlah, ucapan ayahnya seperti sebuah perpisahan. Perpisahan yang tidak pernah Vio harapkan.
“Iya, ayah janji, sayang.”
“Ya udah. Sekarang ayah makan yang banyak biar cepet sembuh.”
……………
“Ethan?” Vio agak kaget saat melihat Ethan berdiri di depannya saat ia sedang duduk di kursi taman sembari menenangkan dirinya.
Pria itu tampak rapih dengan setelan jas navy-nya seolah akan pergi ke suatu tempat. Ah! Ethan memang biasanya rapih kok. “Aku tadi mencarimu. Kata ayah, kamu di taman,” ucapnya yang kemudian duduk di samping Vio.
“Oh.”
“Tiga hari ini apa kamu sibuk?” tanya Ethan lagi.
“Tidak. Kuliahku sudah tidak padat lagi karena sudah UAS. Jadi tinggal menunggu hasil aja. Kenapa memangnya?” Vio menoleh pada pria yang duduk di sampingnya itu.
“Baguslah. Tiga hari ke depan aku akan berada di Bali untuk menghadiri sebuah acara.”
“Acara?” Kening Vio mengerut. Apa itu artinya ia tidak akan bisa bertemu Ethan selama tiga hari?
Ethan mengangguk pelan. “Iya. Kamu tenang saja, aku tidak akan kabur kok. Selama tiga hari itu mommy akan menemani kamu belanja dan membeli barang-barang untuk keperluan rumah baru kita nanti.”
“Bukan itu maksudku, tapi… “
“Ini soal pekerjaanku, aku harap kamu mengerti.”
“Ah, ya. Kamu benar. Aku tidak berhak apa-apa soal pekerjaanmu yang super sibuk itu. Bahkan di saat pernikahan kita sudah sangat dekat. Toh ini hanya pernikahan di atas kertas,” ucap Vio yang kemudian beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan Ethan. Entah kenapa rasanya ia begitu kecewa dengan sikap Ethan sekarang. Seharian kemarin pria itu mendiamkannya, sekarang malah mau meninggalkannya. Apa sebegitu nggak pentingnya pernikahan mereka? Ia hanya takut terjadi apa-apa jika Ethan pergi sejauh itu menjelang pernikahan mereka. Atau mungkin ada sesuatu yang akan berubah setelah kepergian Ethan nanti? Apapun bisa terjadi kan.
Ethan memilih tak mencegah kepergian Vio. Karena memang dia akan segera pergi ke Bandara bersama Danish yang sudah menunggunya di parkiran. Pria itu hanya menghela nafas sembari menempelkan punggungnya di kursi taman. Ditatapnya langit yang tampak sangat cerah hari ini, seolah meledek hatinya yang sedang kacau sekarang. “Mungkin jika bepergian sejenak, aku akan bisa berpikir lebih jernih soal pernikahan ini. Aku tidak ingin menghancurkan masa depan gadis baik-baik seperti Vio.”