Ethan sibuk melihat-lihat gaun yang ada di dalam butik ternama yang menjadi langganan keluarga besarnya itu. Ia juga sudah memilih beberapa dress cantik yang terlihat cocok untuk Vio. Gaun yang pantas dan tidak terlalu mengekspos tubuh gadis itu. Bagaimana pun juga Vio akan menjadi istrinya. Ia tidak mau menjual tubuh istrinya ke social media. Ia ingin social media melihat Vio yang apa adanya.
“Ethan.” Suara Vio membuat Ethan berbalik.
Pria itu sampai terdiam sejenak saat melihat Vio yang begitu cantik dan elegan dengan gaun yang dia kenakan. Gaun berwarna peach itu sangat pas di tubuh Vio. Bagian punggung yang sedikit terbuka terlihat sangat cantik. Bahkan potongan di bagian kakinya pun memperlihatkan sedikit kaki Vio yang jenjang. Tanpa highheels pun tubuh Vio sudah tinggi. Mungkin karena gadis itu suka berolahraga dan beladiri sejak dulu.
“Bagaimana? Apa ini tidak terlalu terbuka?” tanya Vio yang merasa gugup dan tidak nyaman dengan bagian punggungnya. Meski tidak terlalu terekspos, tetap saja ia tidak pernah berpakaian seperti ini sebelumnya. Pakaiannya selalu kemeja, celana jeans, kaos dan sweeter yang kebesaran. Dress pun ia hanya punya beberapa dan jarang sekali dikenakan. Mungkin semua dressnya sudah berdebu di dalam lemari atau menjadi makanan rayap.
“Tidak. Itu cocok kok. Lagipula…” Ethan berjalan, mendekat ke arah Vio dan menarik kunciran yang gadis itu kenakan hingga rambut cokelat dan bergelombang itu tergerai sempurna. “Rambutmu lebih bagus digerai.”
Wajah Vio mendadak memanas. Ia sangat jarang membiarkan rambutnya tergerai. Selain panas, ia juga tidak biasa. Karena ia akan menjadi bahan tontonan orang di kampus jika menggerai rambutnya. Memang Ethan bukan orang pertama yang bilang jika rambutnya lebih bagus tergerai. “Baiklah. Aku suka gaun ini.”
“Masih ada beberapa gaun yang harus kamu coba.”
“A-apa? Aku pikir hanya ini.” Vio mencebik membayangkan betapa sulitnya mengenakan gaun yang cukup berat ini. Apalagi potongannya begitu pas di tubuhnya meski tidak membuatnya sampai sesak. Gaun ini seakan dibuat khusus untuknya.
“Tentu saja banyak. Kamu pikir di hari pernikahan kita nanti kamu hanya akan mengenakan satu gaun setiap hari?” Ethan menaikkan sebelah alisnya.
Vio mengerucutkan bibirnya. Ia tahu pesta pernikahannya pasti dibuat dengan sangat mewah apalagi mengingat jika Ethan adalah pria yang terkenal. Sebelumnya ia hanya tahu jika Ethan adalah pria yang sering masuk dalam sebuah berita dan berseliweran di internet. Namun semenjak bertemu langsung dengannya, ia tahu Ethan jauh lebih dari seorang selebgram. Dia malah mengurus bisnis keluarganya sendiri yang berada di bidang bisnis kuliner. Cabang café dan restorannya pun sudah sangat banyak di Indonesia maupun di luar negri. Menjadi pembisnis di usia muda, terkenal dan tampan… Vio semakin merasa seperti butiran debu di samping Ethan. Pantas saja banyak yang membullynya di kampus. Jelas sekali perbedaan di antara ia dan calon suaminya ini.
“Kamu mau melamun terus? Kita bisa kesorean nanti.” Ethan menunjuk-nunjuk jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Iya, maaf.” Vio segera berbalik dan masuk kembali ke ruang ganti.
Cukup lama mereka di sana karena Vio harus mencoba lima gaun yang berbeda. Tidak terbayang bagaimana lelahnya ia nanti saat resepsi pernikahannya. Ketika ia harus terus-terusan mengganti gaunnya. Apa pernikahan memang serumit ini?
Setelah selesai mencoba semua gaun pernikahannya, Vio pun mengganti pakaiannya dengan dress yang Ethan berikan padanya. Dress berwarna hijau tosca dengan potongan selutut itu tampak pas di tubuhnya. Tak lupa higheels yang tidak terlalu tinggi dengan warna yang senada. Semua dress dan sepatu ini sangat nyaman ia kenakan. “Pasti mahal.” Ia bergumam menatap bahan dress yang ia kenakan begitu halus dan lembut.
Ethan menghela nafas di samping Vio yang sudah mengenakan seatbeltnya. “Ada yang kurang.” Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celana bahannya. Yang ternyata adalah sebuah kotak beludru berwarna merah. Ia membukanya dan mengenakan satu cincin yang begitu cantik ke jari manis Vio. “Mereka akan percaya jika aku sudah melamarmu secara pribadi.” Ia tersenyum tipis.
Senyuman tipis dan singkat itu mampu membuat hati Vio berdegup begitu cepat. Apa karena pakaiannya yang agak ketat? Padahal dressnya tidak seketat gaun pengantinnya. Namun kenapa senyuman Ethan seperti candu yang membuatnya ingin melihat senyum itu terus menerus? Ia menatap cincin yang kini melingkar manis di jari manisnya. “Seperti pernikahan sungguhan saja.” Ia tersenyum getir.
Ethan yang sedang serius menyetir mobilnya pun melirik sekilas ke arah Vio yang sedang menatap ke luar jendela mobil. Ia lagi-lagi tersenyum tipis. Pernikahan ini memang sungguhan meski hati mereka tidak tertaut satu sama lain. Namun tidak ada yang tahu bagaimana permainan takdir di masa depan nanti.
……………
“Mommy dan ayah dimana, Pak?” tanya Ethan pada Rudi yang menjadi tukang kebun di rumahnya. Ia juga yang menjaga kebersihan halaman rumahnya sehingga selalu tampak indah dan sejuk. Apalagi Maria sangat menyukai tanaman hias. Mommy sangat sibuk merawat tanaman hiasnya meski terkadang ia juga membantu Andrew untuk mengurus beberapa cabang bisnis keluarganya.
“Tuan dan nyonya ada di halaman belakang. Sepertinya mereka menunggu kedatangan anda dan calon istri anda,” jawab Rudi sembari tersenyum ramah ke Vio.
Vio membalas senyum pria paruh baya itu tak kalah ramah.
“Baiklah. Kami ke belakang dulu,” ucap Ethan sembari menggandeng tangan Vio dan berjalan menuju halaman belakang rumahnya.
Vio kagum dengan halaman rumah Ethan yang sangat asri. Meski berada di pusat kota, tapi saat melihat halaman rumah pria itu seperti berada di pedesaan. Suasananya sangat sejuk karena banyak tanaman dan kolam ikan yang cukup luas dengan air yang jernih serta ikan-ikan hias yang cantik. Belum lagi tanaman-tanaman rembet di dindingnya yang sangat terawat. Vio berjalan di atas jalan setapak yang diberi bebatuan cantik yang dipinggirnya dihiasi oleh tanaman bunga-bungaan.
“Mommy sangat menyukai tanaman.” Ethan tahu jika gadis di belakangnya sedang memperhatikan sekitarnya.
“Dia pasti wanita yang lembut. Tanaman di sini tumbuh subur pasti karena ibumu,” ucap Vio dengan senyum penuh arti. Andai Ibunya masih hidup, pasti ibunya juga akan menyukai tanaman hias. Ia sering melihat foto-foto ibunya yang sedang merawat tanaman dan ia dulu juga sering membantu ibunya menanam tanaman hias terutama bunga anggrek. Ya, hanya dari foto sebagai kenangannya.
“Kamu akan tahu nanti.” Mereka pun melihat dua orang yang sedang duduk di kursi yang berada di tengah-tengah rerumputan yang terawatt rapih dan menghadap ke sebuah kolam renang yang tidak terlalu luas. Dua orang itu tampak asik mengobrol sembari menikmati secangkir teh dan beberapa cemilan. “Mom. Yah.” Suara Ethan sukses membuat kedua orang itu menoleh.
Ibu dan ayah Ethan tersenyum senang melihat kedatangan anaknya dengan calon istrinya yang sudah sangat ingin mereka temui. “Akhirnya kalian datang juga.” Maria langsung menyambut anaknya dan memperhatikan gadis yang Ethan gandeng. “Kamu kan… “ Ia seakan mengenali siapa gadis yang bersama anaknya itu.
Vio tidak kalah terkejut melihat wanita di depannya yang ternyata adalah ibunya Ethan. Wanita yang beberapa bulan lalu pernah bertemu dengannya secara tidak sengaja.
“Mommy kenal Vio?” Ethan kali ini terlihat bingung.
“Dia gadis yang menolong mommy waktu kecopetan. Kamu tahu nggak? Mommy kasih dia uang tapi malah dikasih ke supir taksi yang juga menolong mommy.” Maria tersenyum keheranan sekaligus kagum. Ia tak menyangka jika bisa bertemu gadis yang menolongnya saat itu, bahkan gadis itu adalah calon menantunya sendiri.
“Benarkah?” Ethan balik menatap Vio. Gadis itu hanya mengangguk pelan.
“Dia jago beladiri loh. Mommy lihat pencopet itu sampai tidak berdaya sama Vio,” ucap Maria yang terlihat sangat antusias.
“Wah! Kebetulan sekali.” Andrew ikut tersenyum dengan segala kebetulan ini. “Mungkin ini takdir ya.”
“Mommy senang jika memang dia calon istrimu, Ethan. Dia gadis yang baik. Tidak seperti para p*****r yang dekat denganmu itu. Awas jika kamu sampai berhubungan dengan mereka lagi,” ancam Maria dengan tatapan tajam. “Ethan bersikap baik sama kamu kan, Sayang?” tanyanya yang langsung merangkul Vio dan mengajaknya duduk.
“I-iya, Tante.”
“No. Jangan panggil tante dong. Jadi kelihatan tua banget kan mommy. Panggil mommy aja ya seperti Ethan.” Maria malah protes, membuat kedua pria di belakangnya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Eh, i-iya, Mom.”
Maria tersenyum senang. “Nah gitu dong.”