“Dasar pria gila! Bisa-bisanya dia menawarku seperti barang begitu. Memangnya dia pikir dia siapa? Apa menurut dia uang bisa membeli segalanya?” gerutu Vio saat berjalan kembali ke kampusnya. Ia benar-benar dibuat emosi oleh pria itu.
Walau memang tawaran uang itu begitu menggiurkan. Ia bisa langsung melunasi hutang-hutangnya dan rumahnya akan aman. Tapi jika ia menerima tawaran Ethan, apa bedanya ia dengan gadis-gadis yang pria itu tiduri demi uang? Ya, meski hanya pernikahan pura-pura dan bisa saja ia membuat perjanjian agar pria itu tidak bisa menyentuhnya sama sekali. Sayangnya ia tidak seberani itu mengambil resiko. Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana dengan Abi? Bagaimana dengan ayahnya jika tahu ia menikah tiba-tiba hanya karena ingin melunasi hutang keluarganya? Ayahnya pasti akan merasa sangat bersalah karena menganggap dirinya telah mengorbankan diri hanya demi uang.
…………….
Sayangnya sejak pertemuan kedua kali bersama Ethan, hidup Vio nyatanya tidak bisa tenang. Apalagi setelah potret dirinya yang sedang duduk bersama pria itu menyebar ke seluruh media social. Dan tertulis di san ajika Ethan sedang menemani calon istrinya makan siang.
Apa dia gila?
Calon istri?
Walau wajah Vio tidak terekspos di berita itu, hanya punggungnya yang tentu saja sangat ia kenali. Tetap saja hal itu membuat Vio jadi ketakutan. Bagaimana jika ada yang mengenalinya? Bagaimana jika Abi melihat berita ini dan tahu jika itu dirinya lalu pria itu akan salah paham padanya?
“Sial!” Vio mengacak-acak rambutnya dengan kesal.
Beberapa orang di kelasnya bahkan terang-terangan membicarakan soal berita Ethan itu. Apalagi setelah berita Ethan dengan wanita malam itu perlahan meredup dan tergantikan oleh berita yang baru.
“Gila ya. Jadi semua itu hanya hoax? Udah aku duga sih kalo tuh p*****r emang sengaja menjebak Ethan buat menaikkan namanya. Dia nggak malu apa ya?”
“Iya bener. Aneh banget sih masa iya Ethan mau pacaran sama cewek model begitu.”
“Iya. Dan kalian tahu nggak? Si Lilian itu malah sok ngendorse banget. Sok udah jadi selebgram mentang-mentang folowersnya udah ratusan ribu. Itu juga karena numpang tenar sama Ethan sih.”
“Tapi siapa ya calon istri Ethan ini?”
“Iya ya. Katanya wanita biasa sih. Jadi penasaran.”
“Apa ini pengalihan isu aja ya?”
“Bisa jadi sih. Kita lihat saja nanti beritanya. Jadi ingin tahu seperti apa calon istrinya Ethan ini. Kalo mengecewakan sih, siap-siap aja dibully sama fansnya Ethan ya?”
“Terus si Lilian itu gimana ya? Pasti lagi shock banget dia nggak bisa numpang tenar lagi.”
Beberapa orang tampak tertawa dan asik membicarakan berita soal Ethan. Vio jadi menciut di tempatnya. Baru tersebar rumor begitu saja sudah pada heboh, bagaimana jika ia benar-benar menerima tawaran Ethan itu. Pasti ia akan dibully habis-habisan oleh fansnya Ethan. Pasti ini juga ulah pria itu agar ia mau menerima tawarannya.
Enak saja. Vio tidak akan menyerahkan diri semudah itu. Ia tidak akan mau menikah dengan Ethan hanya karena uang. Sudah hal yang tepat jika ia menolak tawaran pria itu. Ya, hal yang tepat.
………………
“Ethan! Apa semua ini?! Kamu suka sekali membuat berita heboh ya?” teriak Maria, Ibunya Ethan ketika melihat berita tentang anaknya di ponselnya. “Baru saja waktu itu heboh dengan Lilian, sekarang sama gadis lain.”
Ethan menutup matanya dengan kesal, menahan emosi juga kerasnya suara Ibunya yang teriak-teriak dari lantai bawah.
“SINI KAMU, THAN! TURUN! BICARA SAMA MOMMY DAN PAPI!”
Ethan mau tidak mau akhirnya turun ke lantai bawah untuk menemui kedua orangtuanya yang sedang asik duduk di ruang keluarga. “Apa sih, mom?”
“Ini lihat! Calon istri! Siapa coba wanita ini? Bukan Lilian, kan?” Maria sudah takut saja jika calon istri yang Ethan maksud adalah p*****r itu. Tapi dari punggungnya dan bajunya yang sopan, Maria pikir itu pasti bukan Lilian. Ia tahu Lilian adalah gadis yang selalu mengenakan baju minim dan kurang bahan. Bukan seperti gadis yang ada di berita ini.
“Bukan lah, mom. Memangnya mommy mau punya menantu seperti Lilian?” tanya Ethan dengan nada sebal. “Lagian hanya pura-pura kok biar berita soal Lilian redup dan nama Ethan baik lagi.”
“Kamu gila?” ucap Andrew kali ini saat mendengar ide gila anak satu-satunya. “Kamu memanfaatkan orang lain untuk dirimu sendiri?”
“Bukan gitu, Dad. Toh sama-sama menguntungkan kok. Lagipula dia masih nggak menerima tawaran Ethan. Jadi biarin aja lah beritanya begitu. Kan berita soal Lilian udah hilang? Iya kan?”
“Tetap saja! Kamu nggak bisa begitu sama wanita, Ethan.” Maria menarik nafas panjang, menahan emosi yang memuncak di rongga dadanya. “Pokoknya jika berita ini sampai heboh lebih dari ini, mommy mau kamu menikahi dia beneran. Bukan pura-pura! Dan bawa dia ke sini! Atau nama kamu akan digantikan oleh Om Kris!”
“Loh! Nggak bisa gitu dong, Mom. Kan aku yang berhak atas perusahaan ini.” Ethan mencebikkan bibirnya dengan kesal saat mommy malah mengancam akan memberikan perusahaannya ke Om-nya yang terkenal lebih angkuh darinya itu. Pemegang saham terbesar kedua setelah Ethan.
“Biar saja! Toh wewenang ada di tangan daddy-mu. Pokoknya mommy nggak mau tahu. Bawa gadis itu ke sini dan nikahi dia dengan sungguh-sungguh.” Maria langsung beranjak dari tempatnya, diikuti oleh Andrew yang terlihat sangat penurut dengan istrinya itu.
Ethan mengacak-acak rambutnya dengan kesal. “Bagaimana bisa mengajak Vio ke sini? Nikah bohongan aja dia nggak mau, apalagi nikah beneran.”
……………
“Vio! Ayahmu jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit sama kantornya. Tadi ada yang menelpon ke ponselmu tapi kamu lagi nggak di tempat. Aku pikir itu penting karena ditelpon berkali-kali. Maaf lancang karena mengangkat telponmu ya,” ucap Ardi, salah satu partner kerja Vio.
“A-apa?” Vio tampak kaget dan terduduk lemas di kursinya. “Di rumah sakit mana?”
“Di rumah sakit Albina, Vi. Mau aku antar?”
Vio langsung menggeleng pelan. Padahal ia baru saja bekerja selama satu jam tapi berita soal ayahnya yang jatuh sakit berhasil membuayarkan segala konsentrasinya hari ini.
“Kamu pergi aja. Nggak apa-apa. Lagipula hari ini formasinya lengkap kok.” Ardi berkata lagi untuk meyakinkan Vio.
“Baiklah. Maaf kalo aku merepotkanmu ya, Di. Terimakasih.” Tanpa berpikir lagi, Vio langsung mengambil tas dan ponselnya kemudian segera pergi ke rumah sakit tempat ayahnya kini dirawat. Ia benar-benar khawatir saat ini. Setelah kehilangan Ibunya beberapa tahun yang lalu, ia sangat takut jika ia akan kehilangan ayahnya juga. Satu-satunya keluarga yang ia miliki. “Ayah. Berjanjilah untuk baik-baik saja. Vio tidak mau sendirian.”