Setelah rapat selesai, Vio langsung berjalan cepat menuju kantin karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh menit. Karena para panitia banyak yang datang telat sehingga pembahasan rapat pun ada yang sedikit diulang dan berbagai pertanyaan tentang teknis kegiatan mereka nanti sehingga rapat pun agak molor beberapa menit. Untunglah Rudi tipe pemimpin yang tidak suka mengulur waktu terlalu lama. Pasti tidak akan kondusif nantinya apalagi di jam menjelang makan siang begini. Pikiran para anggotanya pasti isinya bukan soal rapat lagi melainkan ayam penyet, ketoprak, gado-gado, soto dan segala makanan menggiurkan di kantin.
Eh tapi untuk rapat seperti ini sih biasanya ada makan siang bersama. Jadilah mereka makan siang di dalam ruang PKM, tanpa Vio tentunya karena gadis itu sudah ijin terlebih dahulu untuk makan di luar. Mereka juga tak memaksa Vio untuk makan di sini. Mereka kebanyakan tahu jika Vio punya pacar dan kesibukan gadis itu di luar kegiatan pencak silat. Entah bagaimana bisa Vio membagi waktunya, sementara mereka saja terkadang merasa dua puluh empat jam dalam sehari itu kurang.
Setelah sampai di kantin, Vio melihat Abi melambaikan tangan ke arahnya. Ia pun tersenyum dan menghampiri pria yang sudah hampir tiga tahun ini.” Maaf ya aku telat,” ucapnya dengan wajah merasa bersalah.
“Gak apa-apa. Tadi aku juga ketemu dospem lagi kok. Gimana rapatnya?” tanya Abi sembari balas tersenyum. Selama hubungan mereka memang jarang adanya pertengkaran. Abi tipe pria yang sangat mengerti dengan kesibukan Vio yang menjadi mahasiswa, anggota silat dan pekerja paruh waktu. Mungkin bisa dihitung jari pertengkaran mereka dan selalu berakhir dengan saling meminta maaf. Bisa dibilang hubungan mereka sangatlah sehat.
“Biasa. Gak ada yang special buat diceritain. Paling besok tinggal lihat persiapannya dan ceklis barang biar gak ada yang ketinggalan lagi.”
“Udah ijin sama café tempat kamu kerja?” tanya Abi lagi mengingat setiap sore sampai malam Vio akan bekerja di sana.
Vio mengangguk,” udah kok. Udah diijinin juga. Eh ya udah pesen makanan yuk. Aku udah laper nih.”
Abi mengangguk setuju.” Mau makan apa?” tanya Abi yang sudah beranjak dari tempatnya.
“Mau ayam penyet deh sama es teh manis aja ya.” Vio tersenyum manja.
Abi terkekeh kecil,” ya udah bentar ya.”
Begitulah Abi. Nama panjangnya Abimanyu Ramabiru. Pria sederhana dan murah senyum. Meski terlihat sederhana di luar. Tapi Abi adalah anak dari pengusaha restoran bernama Ramabiru. Restoran yang mengusung menu nusantara tapi lebih ke menu-menu khas Bali. Ada beberapa cabang di Jakarta dan di luar kota. Hal itu sedikit membuat Vio sedikit tidak percaya diri menjadi kekasih Abi. Walau keluarga Abi tampak welcome padanyaa, tapi Vio tak tahu apa isi pikiran mereka soal dirinya yang sebenarnya. Ia tidak mau berharap lebih. Abi masih mau bersamanya sampai saat ini saja Vio sudah bersyukur.
Bukan berarti Abi adalah pria biasa. Dia juga punya wajah tampan dengan mata yang agak sipit. Kulitnya putih dan hidungnya mancung. Tatapannya lembut dan senyumnya manis. Banyak mahasisiwi di sini yang menyukai Abi. Bahkan sejak OSPEK dulu, Abi sudah banyak penggemar dari kalangan adik tingkat. Tapi entah kenapa Abi malah memilih Vio.
Banyak yang membicarakan Vio di belakangnya. Ia sadar hal itu. Tapi ia tak mau ambil pusing. Toh Abi yang memilihnya. Ia sebelumnya bahkan tak bermimpi untuk berpacaran dengan pria mana pun karena mau fokus dengan kuliah dan pekerjaannya. Tapi ternyata pacaran bisa memberi hiburan tersendiri, kadang juga Abi menjadi tempat curhat ternyaman. Vio jadi merasa tak sendiri. Meski soal hutang piutang Vio yang Abi tak tahu. Karena menurutnya membahas soal materi adalah hal yang sensitive dalam sebuah hubungan. Apalagi baru pacaran. Vio tak mau Abi merasa dirinya seakan meminta bantuan pria itu untuk melunasi hutangnya.
Tidak.
Vio lebih suka mengusahakan semuanya sendiri.
Tak lama Abi kembali dengan nampan berisi dua piring nasi lengkap dengan ayam penyet dan lalapan, juga dua gelas es teh manis.
“Tumben sama,” ledek Vio. Karena biasanya Abi akan memesan makanan berbeda. Apalagi pria itu tidak terlalu suka makanan pedas.
“Gak apa-apa. Yang lain ngantri banget jadi males. Biar sekalian aja.” Abi meletakkan piring di depan Vio.” Ya udah makan yuk. Nanti biar aku anter ke café.”
Vio mengangguk kemudian mulai memakan makanannya.
……………
“Membosankan.”
Entah sudah berapa kali Ethan mengatakan hal itu dalam kurun waktu beberapa jam. Saat ini ia sedang berendam di kolam renang villa pribadinya yang menghadap ke penampakan gunung gede di depannya. Hawa dingin tak menyurutkan niat pria itu untuk berenang, sekedar melepas penat dan kebosanan di dalam villa. Walau kenyataannya ia tetap merasa bosan. Apalagi sendirian seperti ini.
Sejak pengejaran wartawan itu, Ethan juga menghindari segala kontak dengan Lillian. Mungkin akan selamanya karena ia tak mau terlibat lebih jauh dengan wanita itu. Apalagi jika sampai beritanya semakin besar. Mungkin saat itu menjadi hari terakhir Ethan bersama Lillian. Ia juga sudah memblokir semua kontak Lillian mau pun social media wanita itu demi menghindari kecurigaan orang soal hubungannya dengan Lillian. Padahal mereka hanya sekedar ‘partner tidur’. Tidak lebih. Walau memang itu dipandang buruk juga oleh orang-orang. Tapi namanya pria yang masih bernafas, siapa sih yang tidak butuh s*x?
Menikah.
Ethan jadi teringat ucapan sang Ibu yang menyuruhnya untuk cepat menikah. Mengingat umur anaknya ini sudah masuk kepala tiga. Tepat satu bulan kemarin umurnya sudah masuk ke usia tiga puluh tahun tapi pikirannya sama sekali tidak pernah mengarah ke pernikahan. Bukan ia tak mau menikah, tapi ia hanya belum siap untuk saat ini. Ia masih ingin bebas melakukan apa saja yang ia inginkan tanpa terikat dengan wanita mana pun. Apalagi memikirkan hanya melakukan s*x dengan satu wanita yang tak lain mungkin istrinya nanti … rasanya pasti membosankan. Ia masih ingin melakukan banyak hal.
Jangan mengira Ethan sakit hati dengan mantan kekasihnya yang sudah menikah lebih dulu setelah mereka berpacaran cukup lama. Mungkin lima tahun lamanya. Sayangnya hubungan itu harus berakhir saat Tania, mantan kekasih Ethan yang dipacarinya sejak SMA itu memutuskan untuk melanjutkan S2-nya di Paris. Sejak itu hubungan mereka merenggang dan saling tak berkabar lagi. Ethan menganggap putusnya kontak di antara mereka adalah tanda putusnya hubungan mereka juga.” Kenapa aku malah mikirin Tania. Dia pasti sedang honeymoon sekarang. Dan aku malah bersembunyi seperti maling saat ini.” Ia menertawakan dirinya sendiri.