"Ra, Dika mengajak kita makan siang sama-sama, kamu ikut ya," pinta Emira, saat mereka selesai kuliah.
"Iihh, tidak mau ah, jadi obat nyamuk kalian," jawab Tiara, yang tahu Dika, kakak kelas mereka sedang melakukan pendekatan dengan Emira.
"Dika ngajak temen-temennya juga kok, Ra. Mau ya temenin aku, tidak enak kalo aku ceweknya sendirian. Mau ya ... ya ....," mohon Emira sambil mengedip-ngedipkan matanya jenaka.
"Hhh ...bolehlah, tapi jangan lama-lama ya, habis makan kita langsung pulang." Tiara setuju juga akhirnya.
"Siap,Mam!" jawab Emira sambil memberi hormat kepada Tiara dengan telapak tangan diletakan di atas keningnya.
Tiara mencubit lengan Emira gemas.
Ternyata Dika mengajak dua orang teman satu kelasnya, yaitu Andrew, dan wahyu. Sambil makan, mereka berbincang, dan sesekali bercanda .
Ada saja yang bisa dijadikan bahan cerita yang membuat mereka tertawa bersama.
Andrew terlihat menaruh hati pada Tiara, dia tidak bisa menyembunyikan tatapan, dan perhatiannya yang menyiratkan rasa suka itu dengan nyata. Tiara sendiri bisa merasakan perhatian Andrew, yang agak berbeda dari kedua temannya, tapi Ia berusaha bersikap biasa saja.
Tiba-tiba Emira, dan Tiara merasakan lengan mereka dicekal seseorang.
"Waktunya pulang!" suara yang sangat mereka kenal, Emira, dan Tiara mendongak menatap asal suara.
"Ayah!?" Emira tidak percaya Ayahnya ada di dekat mereka, dan sudah mencekal pergelangan tangannya, dan tangan Tiara.
"Maaf ... sudah waktunya mereka pulang," suara Steven terdengar sangat tegas, perkataannya ditujukan kepada tiga pria yang tengah duduk bersama anak, dan istrinya.
"Ayah, kenalkan ini teman-teman Emira, ini Dika, ini Wahyu, dan ini Andrew. Kenalkan ini Ayahku." Emira saling mengenalkan mereka.
Ketiganya menyalami Steven yang sudah melepaskan cekalannya di tangan Emira, dan Tiara.
Steven menyambut uluran tangan mereka bertiga.
"Oke, kita permisi dulu," kata Steven, sambil merangkul bahu Emira, dan Tiara.
"Kita duluan ya," pamit Steven kepada ketiga pria di depannya, ketiganya hanya mengangguk saja.
"Kami duluan ya," pamit Emira, dan lagi ketiganya hanya mengangguk saja.
Emira melihat Donna ada di depan mereka, untuk menghadang langkah mereka bertiga.
"Donna, aku antar mereka pulang dulu, kamu kembali ke kantor biar diantar pak Ujang pakai mobil Emira," kata Steven pada Donna.
"Kenapa tidak mereka saja yang pulang diantar pak Ujang, Sayang?" Wajah Donna terlihat cemberut ke arah Steven. Emira merasa ingin muntah melihat, dan mendengar kata sayang yang diucapkan Donna untuk Ayahnya.
'Ooh jadi ini Tante Donna yang dibenci Emira, cantik, sempurna,' batin Tiara.
Ia merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Tante Donna, yang lebih segala-galanya dari dirinya. Steven menatap wajah Tiara, ingin tau reaksi Tiara saat mendengar Donna memanggilnya sayang.
Tapi wajah Tiara datar saja. Steven tidak bisa membaca apa yang tengah dipikirkan Tiara saat ini.
"Tidak Donna, aku yang akan mengantar mereka pulang," jawab Steven. Donna tidak menyahut lagi.
"Aku pergi dulu," Steven menarik tangan Emira, dan Tiara secara bersamaan untuk ke luar dari tempat itu, dan menuju tempat di mana mobilnya diparkir.
Ingin sekali Emira menjulurkan lidahnya untuk mengejek Donna, tapi Ayahnya tidak memberinya kesempatan untuk melakukan itu.
Steven membuka pintu belakang mobilnya. Tiara ingin masuk, dan duduk di belakang bersama Emira.
Tapi Steven menahan lengannya.
"Kamu di depan!" Perintahnya dengan suara tegas, membuat Tiara jadi mengkerut takut, apa lagi saat Tiara melihat kilatan marah di mata Steven.
Emira yang duduk di belakang memperhatikan keduanya dengan senyum mengembang di bibir.
Tiara duduk di samping Steven yang mengemudikan mobil tanpa bicara sepatah katapun. Tiara tidak berani melirik apa lagi terang-terangan menatap Steven.
Sampai di rumah, Emira, dan Tiara segera ke luar dari dalam mobil.
"Emira, kamu langsung masuk kamar!" suara tegas Steven membuat Emira mengkerut. Tanpa bicara, Emira menuruti perintah Ayahnya untuk langsung masuk kamar.
Steven menarik kasar lengan Tiara ke dalam kamar tidur Tiara.
Ditutup pintu dengan bantingan yang suaranya mengagetkan Tiara. Mata Steven tajam menatap tepat ke bola mata Tiara.
"Ada hubungan apa kamu dengan Andrew?" pertanyaan Steven sungguh membuat Tiara kaget.
"Mak-sud, om?" tanya Tiara yang tidak mengerti maksud pertanyaan Steven.
"Jangan berlagak bodoh Tiara, aku cukup lama mengamati bagaimana sikap dan caranya memandangmu, pasti ada sesuatu diantara kalian!" kata-kata Steven semakin membingungkan Tiara.
'Apa om Steven cemburu? Mustahil ....' gumam hati Tiara.
"Kami baru pertama kali bertemu hari ini, sungguh. Om bisa tanyakan hal ini langsung kepada Emira," jawab Tiara pelan. Ada perasaan takut menyerangnya, melihat tatapan tajam dari Steven yang seakan ingin mengulitinya. Steven melangkah mendekati Tiara. Tiara mundur berusaha untuk menjaga jarak di antara mereka berdua.
"Aku tidak suka kamu berteman dekat dengan pria lain, kamu itu istriku, Tiara!" Steven terus maju mendekati Tiara, suaranya terdengar masih menyimpan amarah. Tiara tidak bisa mundur lagi, punggungnya menempel di dinding.
'Lelaki egois
Om bule boleh berdekatan dengan Tante Donna, tapi kenapa dia melarangku berdekatan dengan pria lain?'
Batin Tiara kesal.
Tiara memejamkan mata, saat tubuh Steven hampir tidak berjarak lagi dengan tubuhnya. Lututnya gemetar, bukan cuma lututnya, tapi seluruh tubuhnya yang bergetar.
Satu tangan Steven berada di bawah dagu Tiara, untuk mengangkat wajah Tiara agar mendongak menatap wajahnya. Tiara membuka matanya pelan, matanya berkedip-kedip, dan wajahnya merah merona, karena wajah Steven yang begitu dekat dengan wajahnya.
Steven menarik pinggang Tiara, sehingga tubuh mereka menjadi rapat tidak berjarak lagi. Tiara mengangkat tangannya, dan meletakan kedua telapak tangannya di atas d**a Steven, agar dadanya tidak menempel terlalu rapat di tubuh Steven.
"Kamu akan dapat hukumanmu Tiara," kata Steven dengan nada mengancam. Tiara merasa agak takut dengan ancaman Steven.
Tiara ingin bertanya, apa maksud dari perkataan Steven, tapi bibir Steven sudah menyambar bibirnya dengan sedikit kasar. Mata Tiara terbuka lebar, karena terlalu kaget dengan hukuman yang diberikan Steven kepadanya. Tapi mata itu kemudian terpejam, saat ciuman Steven menjadi lembut.
Steven menggigit bibir bawah Tiara pelan, membuat Tiara membuka mulutnya, dan lidah Steven langsung menyusup di antara kedua bibirnya.
Tiara bingung harus bagaimana, ini ciuman pertama baginya.
Steven melingkarkan kedua tangan Tiara di lehernya. Diangkatnya tubuh Tiara agar kedua kaki Tiara berdiri di atas kedua kaki Steven.
Steven melepaskan ciumannya sesaat untuk bernafas. Kemudian Ia kembali melumat bibir Tiara dengan lembut.
Ciuman Steven turun ke leher Tiara membuat tubuh Tiara jadi merinding.
Tanpa disadari, desahan terlontar dari mulut Tiara. Jemari Tiara menyusup ke sela rambut Steven.
Tiba-tiba pintu kamar Tiara terbuka dan....
"Tiara ... eeh ... aa ... uuu ... maaf ... maaf ... lanjutkan saja ...." Emira sudah berdiri di ambang pintu, dan sudah membuat Steven, dan Tiara terkejut. Cepat Emira menutup lagi pintu kamar Tiara, setelah meminta maaf karena mengganggu kemesraan Ayah, dan Ibu tirinya.
Tiara mengira Steven akan melepaskannya setelah kepergok Emira tadi, tapi ternyata Steven tidak melepaskannya. Steven kembali melumat bibirnya lembut membuat Tiara merasa seperti diawang-awang.
Drrtt....
Suara ponsel steven mengagetkan mereka berdua. Tanpa melepaskan pinggang Tiara dari pegangan tangannya, Steven mengambil ponsel dari saku celananya.
"Ya, ya ... aku segera kembali," jawabnya dengan nada sedikit kesal.
Steven memasukan lagi ponsel ke dalam saku celananya.
"Aku ada meeting, ingat kata-kataku tadi Tiara!" katanya tepat di depan wajah Tiara. Steven menundukkan wajahnya sesaat. Dikecupnya bibir Tiara sekilas, kemudian dilepaskan pinggang Tiara dari pelukannya.
Steven melangkah ke luar dari kamar, meninggalkan Tiara yang mematung, dengan jantung yang masih berdebar dengan kencang.
Tiara duduk di tepi tempat tidur.
Diraba bibirnya yang terasa sangat tebal, dijulurkan lidahnya yang terasa lelah. Diraba pipinya yang masih terasa panas.
Tiba-tiba Emira muncul di ambang pintu. Wajahnya persis bocah yang baru dapat hadiah mainan yang diinginkan, sangat ceria.
"Cie ... cie ... cie ... yang bibirnya tidak perawan lagi," goda Emira sambil jarinya menyentuh bibir Tiara.
Tiara memukul Emira dengan guling yang ada di dekatnya. Bibir Tiara dimanyunkan ke arah Emira.
"Enak tidak dicium Tom Cruise, Ra?" goda Emira dengan mata berkedip-kedip. Wajah Tiara memerah mendengar godaan Emira.
"Apa sih," rungut Tiara.
Tanpa sadar tangannya kembali meraba bibirnya yang masih terasa bengkak. Emira tergelak dengan suara tawanya yang nyaring.
"Masih terasa ya enaknya, Ra?" Emira makin semangat menggoda Tiara.
"Tahu ...ah," jawab Tiara dengan wajahnya yang semakin cemberut.
"Aku ingin punya adik,boleh ya, Mam," Emira lagi-lagi menggoda Tiara. Kali ini wajahnya didekatkan ke wajah Tiara.
"Iihh ... apa sih Em, jangan menggodaku terus ah!" rajuk Tiara sambil memencet hidung Emira.
"Ayah cemburu sama Andrew sepertinya, Ra," kata Emira.
"Enggak tahu ah," jawab Tiara asal.
"Jangan-jangan Ayah mulai jatuh cinta sama kamu, Ra!" kata Emira kembali menggoda.
"Tidak mungkin, Tante Donna itu lebih segalanya dari aku, Em," sahut Tiara berusaha mengontrol suaranya, agar tetap terdengar biasa saja.
Emira meneliti wajah Tiara dengan seksama, setelah mendengar nada suara Tiara.
"Apa?" Tiara mendorong bahu Emira, agar Emira menjauhkan wajah dari wajahnya.
Emira terkekeh senang.
"Jangan-jangan kamu yang cemburu, Ra," goda Emira dengan suara riang.
"Iihh apaan sih, Em. Sudah sana, aku mau shooat dzuhur dulu, kamu sudah sholat belum?"
"Sudah, ya sudah selamat sholat dzuhur, Mam, berdoa biar cepet punya baby ya," goda Emira tertawa, sambil berlari ke luar, sebelum ditimpuk Tiara dengan bantal.
Emira benar-benar bahagia, taktiknya untuk membuat Ayahnya cemburu berhasil. Emira memang sengaja meminta Dika mengajak Andrew untuk makan siang sama-sama, karena Dika pernah mengatakan, kalau Andrew naksir Tiara. Emira sengaja memilih tempat dimana ayahnya, dan Donna sering makan siang. Emira ingin tahu bagaimana reaksi ayahnya, kalau melihat ada pria lain yang berusaha mendekati Tiara.
Terkesan jahat memang, karena memanfaatkan Andrew, tapi Emira yakin Tiara akan bisa mengatasi Andrew, kalau Andrew mengatakan cinta kepada Tiara.
Emira yakin 100%, Tiara sudah jatuh cinta pada Ayahnya meski Tiara selalu bisa menutupi perasaannya.
Emira bisa melihat tatapan cinta, dari mata Tiara untuk Ayahnya, saat di depot bakso kemaren. Emira bertekad bukan hanya akan menyatukan Ayahnya, dan Tiara dalam pernikahan, tapi juga akan menyatukan hati mereka dalam cinta.
'Aku harus bisa menyatukan cinta dua orang yang aku cintai' janji Emira dalam hatinya.
BERSAMBUNG