Part 4

1009 Kata
"Mbak Siti cantik loh, Bang." "Siti Saripah? Siti Halimah? Siti Nurjannah? Siti Astuti? Siti yang mana?" balas Sakha atas pernyataan Naya. Gadis itu kini mencebik. Makan keripik di sofa ruang keluarga Sakha sambil selonjoran bak nyonya besar saja di sana. "Ih, Siti Arumi Lestari! Yang giginya kelinci. Anak Pak Dokter. Cantik, sekelas primadona. Berpendidikan dan wanita karier yang sukses pula! Tipe-tipe cewek yang nggak boleh Abang lewatin." "Oh," ucap Sakha tanpa mengalihkan fokus dari ponsel yang sejak tadi digenggamnya. Mata Sakha tidak akan lepas dari layar bercahaya itu selain untuk ambil kopi dan menyeruput isinya. "Cantik sih." "Tapi?" imbuh Naya. Dia sudah promosi besar-besaran tadi. Dan jika ada kata 'sih,' biasanya akan diikuti 'tapi.' Sakha sesap kopi rendah gulanya. Naya sabar menanti. Sakha terlalu menghayati percikan rasa kopi di lidah yang meletup-letup hingga dia loloskan desah. Nikmat. Demi lingerie-nya Mama Rahee di lemari, pengin sekali Naya timpuk wajah itu dengan keripik singkong berikut toplesnya! "Nggak ada tapi." Maka tutup toples lah yang Naya layangkang hingga jatuh di pangkuan abang. Untung jatuhnya di pangkuan, bukan di wajah atau bagian yang berpotensi membuat Naya bersama Sakha war saat itu juga. "Aku aturin jadwal ketemu, mau? Kencan buta gitu. Mau nggak mau harus mau sih sebenernya, demi kelangsungan hidup Abang supaya Mama Rahee tenang." "Nggak perlu." Naya berdecak. "Udahlah, ngikut aja. Udah tiga puluh, kasihan Abang junior nggak ada yang ngelus, kelamaan tidur nanti susah bangun loh. Kali aja, kan, cocok sama Mbak Siti Arumi? Pas udah ketemu nanti, yakin deh, pasti Abang nyesel udah nolak ... dan akan langsung ajak ke jenjang yang lebih tinggi dari teman kencan. Percaya sama aku." Ehm. Naya sedang membicarakan burung puyuh tak bersayap bersama dua telur milik Bang Sakha. Kasihan, Naya selalu menduga-duga bahwa burung itu selalu camunuk di sangkar tuannya. Hingga tanpa sadar tatapan Naya jatuh di sana, s**********n Bang Sakha, Naya tatap dengan sorot prihatin. "Aw!" Sukses Sakha lemparkan n****+ milik Naya di meja hingga tepat mengenai wajahnya. "Abang, sakit!" Naya mengusap muka, memandang Sakha kesal. "Matanya dijaga." Sambil bangkit dan lengser dari sana, ponsel di saku, cangkir kopi di tangan. Meninggalkan Naya. Well, hari ini Naya sedang menunggu Adrian. Lelaki itu masih di kantor. Mama Rahee lagi teleponan sama Mbak Alifia, itu pasti memakan banyak waktu, makanya Naya duduk di ruang keluarga dengan Sakha. Dan sekarang pria itu lengser ke kamar, tempat keramat yang membuat Naya dipeluknya. Uh! Untung Naya nggak baper. Pertanyaan Naya soal perasaan Sakha padanya pun menggantung tanpa jawaban, Naya biarkan. Toh, itu sebuah kemustahilan. *** Rahee: Bang Kai mana? Bang Kai?! Kai: Hadir. Samudra: Kenapa, Ra? Rahee: Anak aku ada yang telat nikah, TANGGUNG JAWAB! Chandra: Whut?! Kai: Hah? Wendi: OH AKU TAU! Wendi: Sakha, ya?! Chen: Gara-gara kutukan dua puluh (sekian) tahun lalu? Kai: Kutukan apa, njir? Rahee: Gara-gara sumpah itu, Sakha masih jomblo sampe sekarang, tau?! Dion: Sabar, Ra. Seulgi: Mungkin jodohnya jauh, Ra. Kai: Sakha yang jomblo kok nyalahin gue? Chen: Pura-pura lupa dia. Rahee pun kirimkan hasil screenshot chat sumpah Bang Kai terhadapnya di kala Sakha dan Fia masih bocil. Rahee: Baca! Aku simpan itu sampe sekarang karena was-was pengin tau bener nggaknya, dan ternyata ... Ya Allah, Bang Kai tega banget :( Rahee: Pengin aku kutuk balik! Irina: Istigfar, Sayang. Rahee: Sakha kayak nggak ada gairah buat nikah, Mbak. Aku takut :( Aida: Tapi Sakha pernah pacaran kan, Ra? Jessy: Itu pertanyaan halus dari; Sakha nggak belok kan, Ra? Rahee: Jangan gitu dong (ㄒoㄒ) Rahee: Pernah kok, Mbak. Sekali. Kai: Udah coba trik jitu? Pengalaman Siti Nurbaya patut diterapkan nih buat anak lo. Rahee: PENGIN AKU SEMBELIH JEMPOLNYA BANG KAI, SUMPAH! Chandra: Buat tes orientasi aja, kalo lo ragu, coba sodorin majalah bokep ke Sakha. Bisa attahiyat nggak tuh tytyd-nya. Wkwk Samudra: Coba orek-orek isi ponsel Sakha, Ra. Siapa tau ada chat sama doi, cuma belum pede aja buat kenalin ke keluarga. Atau nemu video normal-normal lainnya. Wkwk Rahee: Mo nangis aku mo nangis! Mungkin baru kali ini ada orang tua yang kecewa pada anaknya ketika tidak menemukan video porno di ponsel mereka. Kecewa saat raut putranya datar-datar saja begitu Rahee sodorkan foto model bikini. Di saat seharusnya Rahee bangga karena memiliki putra yang suci. Tapi, dia malah agak ngeri, Rahee mengkhawatirkan orientasi seksual Sakha barangkali menyimpang. Sakha terlalu apatis untuk urusan perempuan sekalipun disodorkan yang manis-manis. Rahee simpan ponselnya. Tutup grup keluarga. Dia pun memjiat kening sambil berjalan menemui Sakha. Di sebuah kamar yang seketika Rahee berharap ... semoga Sakha melarang orang melihat isi kamarnya karena ada poster perempuan di dinding sana. Kalau perlu, terpampang begitu besar yang Sakha puja-puja. Ya, semoga. Meski jika itu terjadi, Rahee juga khawatir barangkali anaknya ... uh, tidak normal. "Kha." "Mama mau ngobrol." "Keluar sebentar." Yang langsung Sakha tutup dan kunci pintu kamarnya. Rahee berdecak, baru juga mau ngintip. "Apa, Ma?" Rahee ngeluyur ke dapur, Sakha ikuti. "Naya suka makan apa?" Kening Sakha mengernyit. "Asal bukan olahan hati ampela, usus, sama kulit ayam, atau cumi." Rahee mengangguk. "Kenapa Mama nanya?" Sakha ikut berhenti saat Rahee melongok isi kulkasnya. Dia berdecak. "Naya bentar lagi mau ulang tahun, kamu lupa?" "Penting?" "Kamu tuh kenapa sih, Kha?" Bingung, Sakha merasa tidak melakukan kesalahan hari ini. Tapi kok mama ngomel-ngomel padanya? "Ke dukun, yuk!" Aje gile, Mamake! Sakha tertawa. "Ngapain?" "Ngunduh mantu." "Ma, Please ..." Sakha memegangi perutnya, geli. Ucapan mama sangat patut untuk dia tertawakan. "Oke, sekarang Mama serius." Jadi, dari tadi nggak? "Apa?" Sakha duduk kalem di meja dapur, menatap mama yang juga memandangnya. Wanita yang paling berjasa dalam melahirkannya ke dunia itu pun bertanya, "Abang suka lubang apa batang?" Uhuk! Ludah Sakha dengan tidak sopan membuatnya tersedak. Sekali saja. Menatap mama dengan mata runcingnya. "Kamu udah gede, kita frontal-frontalan aja. Bahas lubang sama batang nggak bikin kamu mupeng, kan?" Astagfirullah. Ini nih, kenalin ... mamanya Sakha. "Mama tanya sekali lagi, lebih suka kepunyaan Naya apa yang bentukannya kayak Adrian?!" "Naya lah!" Sakha menjawab cepat. "Lebih suka kelaminnya Naya." Detik di mana kaki Naya henti berpijak, rahang jatuh ke bawah, tersentak kala mendengar baris kata kurang asem dari mulut Bang Sakha. "A-apa tadi?" Oh ... bencana. Seketika tubuh Naya pun dirasa sedang dilahap bumi, habis terhisap. Naya tercengang. Tadi itu ... lebih suka kelaminnya Naya, hell?! Bang Sakha?! Kalau gitu jangan salahkan Naya jika cita-citanya ganti jadi dokter forensik untuk memutilasi Aldyansah Sakha Lorenzo. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN