Suasana sarapan pagi ini terbilang tenang, sebab tak ada putri tetangga di rumahnya. Sakha mengunyah nasi dengan begitu perlahan, menghayati. Ketenangan Sakha tidak terusik sekalipun ditanya-tanyai oleh mama perihal aksi peluknya kepada Naya kemarin.
"Beneran nih nggak mau sama Naya? Terus maksud dari peluk-peluk kemarin itu apa, ya?"
"Ma, udah." Papa Altarik bicara. "Jangan jodoh-jodohin terus mereka, kayaknya Abang nggak selera sama Naya."
"Nggak selera tapi dipeluk loh, Pa."
"Cuma peluk, Ma."
"Nggak bisa dikata cuma dong, Papa! Peluk loh ini, bisa jadi modal awal buat membangun relasi. Investasi besar buat bikin anak orang baper, catat."
Orang tuanya sedang nyinyir di sana. Sakha tetap anteng di jalannya. Kadang Sakha begitu mirip mama yang comel lisannya, ada pula saat di mana Sakha mirip papa yang super tenang pembawaannya. Itulah Aldyansah Sakha Lorenzo, perpaduan sempurna dari pasangan Rahee dan Altariksa. Yang pusing adalah orang tuanya. Padahal mereka yang berkontribusi besar dalam pembuatan Sakha, mulai dari tahap penanaman benih sampai panen anak dua, tetapi mereka juga yang bingung dengan hasil dari salah satunya.
"Lagian Naya udah punya pacar, Ma." Kini Adrian ikut bicara. "Naya juga nggak selera sama Abang."
Barulah Sakha mencebik. Adrian lanjutkan, "Selera Naya itu yang mapan, bukan pengangguran."
"Abang kamu mapan loh, Iyan. Per bulan Mama dikasih sepuluh juta. Kamu juga kalah, Sayang."
Memang betul.
Tapi ...
"Yang jelas gitu Ma, asal-usul uang itu dari mana. Naya sering tanya sama Iyan, kata dia: Abang lo ternak tuyul apa gimana, Yan?"
Maka yang tersedak adalah Mr. Altariksa Yang Terhormat. Rahee serahkan air minumnya, menepuk pelan punggung suami. Lalu menatap tajam kepada Sakha.
"Jujur sama Mama, Abang kerja apa?!"
Sakha pun selesai dengan sarapannya. "Ada lah--"
"Jangan dibiasain jawab 'ada lah'! Kamu bisa dapat uang puluhan juta gitu dari mana, huh?"
"Ma!" Altarik menyela. "Mungkin Abang gamers, ya kan?"
"Atau youtuber?"
"Masalahnya, kenapa kamar dia nggak boleh ada yang lihat isinya?!" Rahee berkacak pinggang. Seketika suasana pagi itu jadi panas hareudang.
Sakha berdiri. "Kan Mama udah lihat kamar Abang."
"Itu sepuluh tahun lalu, Sakha! Sepuluh tahun lalu waktu kamu masih unyu-unyu!"
"Ya emang gitu-gitu aja, gak ada yang berubah dari sepuluh tahun lalu." Sakha pun memeluk sang Mama dari belakang, menurunkan tangan di pinggang agar lurus vertikal. Berusaha meredamkan amarah.
Selama ini, cuma papa yang percaya sama Sakha. Yang membebaskan Sakha mau memilih hidup dengan jalan apa. Yeah, itu karena perdebatan Sakha dengan Papa sudah beres di sepuluh tahun lalu.
"Kamu nggak ternak tuyul beneran, kan?"
"Nggak lah, Naya kok Mama dengerin?" Sakha kembali duduk di kursinya setelah mendudukkan mama di kursi semula.
"Youtuber? Gamer?"
"Nggak juga, Ma."
Altarik menyesap teh hangatnya sebelum ikut menebak kerjaan sang putra. "Jaga lilin?"
"Naya yang keliling?" Adrian ikutan semprul.
Sakha kerlingkan malas bola matanya. Ayolah! Kenapa orang-orang yang dekat dengan Naya otaknya jadi miring begitu?
"Atau Abang main saham?"
"Judi?"
"Prasangka kamu buruk terus sama Abang." Teruntuk Adrian, sang adik kesayangan, yang menuduh dia main judi.
"Ya Abang gak jelas sih orangnya. Lulus sekolah langsung ngurung diri di kamar, tiap hari kunci kamar dibawa, kuliah juga cuma ambil sarjana, habis itu ... tahu-tahu Abang kasih Mama lima juta."
Iya, awalnya lima juta.
Mama yang bernostalgia.
"Kiranya kamu kerja di mana gitu, tapi setelah diperhatikan, kerjaan kamu cuma ngamar, rebahan di sofa, makan, gitu terus sampe bulan berikutnya kamu kasih mama sepuluh juta, dan uang itu per bulan ngalir sampai sekarang. Wajar kalau Iyan suudzon, Mama aja nggak bisa mau positive thinking, tau?!"
Sakha mengangguk.
"Main saham?" tanya papa kembali ke pembahasan.
Sakha menggeleng. "Nanti Sakha kasih tau."
"Kapan?"
"Kalo Abang nikah?" sahut Adrian.
Cuek, Sakha mengangguk. Iya, angguki saja dulu.
"Oke. Mama catat loh ya, Sakha menikah langsung kasih tau kerja apa, dan isi kamarnya. Dicatat!"
"Iya."
Dan yang jadi masalah ... KAPAN NIKAHNYA?!
***
"Naya mau nggak nikah sama Abang?"
Dalam hitungan detik Naya langsung menyemburkan air dukun dari mulutnya hingga melibas wajah ganteng Bang Sakha di depannya. Untung acara sarapan di rumah itu sudah selesai, tidak ada sisa makanan, hanya ada piring kotor saja. Well, meja makan itu tidak lebar, hanya panjang. Jadi jarak Naya ke Sakha lumayan dekat berhadapan.
"Ah ..." Naya meringis kemudian. "Ya Allah, Abang, maaf."
Seketika suasana di ruang makan itu pun ricuh oleh Naya dan Sakha. Naya kaget, bukan sekadar kaget, tapi jantung terjun ke lambung dengan tempo alegro.
"Mama kalo bicara jangan asal bunyi, dong. Muka Sakha dihujanin kan, jadinya! Basah."
Iya, tadi Rahee yang nyeletuk. Nggak tahu kalau respons Naya akan sehiperbolis itu. Seketika Sakha disembur oleh air minum yang sempat Naya gunakan untuk kumur-kumur.
Shit!
Sedang Naya bantu bersihkan wajah itu pakai tisu, meski berkali-kali Sakha menghindar dan hanya mengambil tisu dari tangan Naya, menolak disapu bersih wajahnya oleh putri tetangga. Sakha bisa bersihkan sendiri, hingga dia bangkit untuk cuci muka ke wastafel.
Adrian berdeham, menahan tawa. Juga kalimat tanpa suara diberikannya kepada Naya, bahwa: Mampus lo, Nay!
Lagi, Rahee nyeletuk, "Sekali bertindak Naya langsung bikin Abang basah, ya. Hebat."
"Mama, ih." Naya malu. Salting-salting menggeliat kayak cacing kermi. Oh, tentu bukan karena sosok Sakhanya, ini lebih kepada kata 'basah' dan makna kalimat di sana.
Otak Naya langsung 5G.
Sementara Sakha berdecak. "Hujan lokal, bau!"
"Maaf, Bang."
"Udah deh, Sakha. Masih untung kamu yang dihujanin, coba kalau Naya yang kamu hujanin, pasti bulan depannya Naya langsung masuk angin!"
Paham ke mana arah bicara mama, Sakha mengerling, malas. Sedangkan Altarik menegur, "Ma, udah. Jangan diledekin terus."
Detik di mana tatapan Naya bersirobok dengan Bang Sakha, bukannya kikuk atau malu-malu meong garong sebab obrolan tadi, Naya justru memelototi pria 30 tahunan itu yang menatap tajam padanya.
Sebelum kemudian Sakha memilih balik ke peradaban, manusia gua itu nampak akan bersemedi dari pagi sampai pagi lagi.
"Naya, soal omongan Mama tadi ... serius. Naya mau nggak nikah sama Abang?"
Uh, Naya mau jadi mantu mama. Sebab jujur Naya naksir putra Papa Altariksa. Tapi, bukan Bang Sakha orangnya!
Err. Naya meringis. Ngeri-ngeri keki membayangkan hidup berkeluarga bareng Bang Sakha. Berada di satu kapal yang sama atas nama biduk rumah tangga. Membina hubungan sesuci pernikahan. Lalu mengandung dan melahirkan anak-anaknya. Astagfirullah ... memikirkannya saja semua bulu halus di tubuh Naya langsung berdiri.
Yang Adrian perhatikan dalam diam.
"Naya sama Abang itu ibaratnya udah kayak air sama minyak, nggak bisa nyatu. Dari sana udah jelas, baik Naya sama Abang ... nggak bakal mau. Gitu loh, Ma. Tapi kalo Mama nawarin Naya sama Bang Abi, Naya mau!"
Hehe.
Rahee pun cubit pipi Naya yang sudah dia anggap sebagai anaknya.
***