Part 6

1015 Kata
Hari peluncuran buku. Naya nggak bisa kalau nggak main di rumah Adrian untuk cerewet membahas karya baru hasil penulis favoritnya. Oh, persetan dengan kelamin! "Assalamualaikum, Mama! Huhu, ayem koming!" Naya bersama jiwa milenialnya bertamu ke rumah tetangga, yang dekatnya sudah seperti hati Naya ke Abang, dulu. Langsung Rahee sambut dengan pelukan dan kalimat, "Waalaikumsalam, Sayang. Ke mana aja, eh? Maafin Abang, ya. Huhu. Mama kangen, tau! Rumah sepi kalau nggak ada Naya." Mereka pun melepas rindu. Padahal kalau dipikir-pikir, rumah mereka kan hanya terhalang satu pintu. Iya, dari pintu rumah Rahee, habis itu langsung pintu rumah Naya. Tetangga juga bisa sampai kangen-kangenan segala, ya? Sakha baru tahu. Dia yang tengah merebus air untuk kopinya pun menatap jengah pada dua perempuan yang terkadang sama alaynya. Well, kata papa, mama juga dulunya anak milenial. "Ma, Iyan mana?" "Iyan belum bangun, Sayang." Jadi, Naya bertamu subuh-subuh. Dan Bang Sakha sudah merebus air buat kopi?! Hell, kira-kira ... berapa kali Abang minum kopi dalam sehari? Yang Naya tatap sejenak sebelum hengkang ke kamar Adrian. "Iyan, bangun!" "Yan!" "Oi!" Naya guncangkan hebat tubuh Adrian supaya cepat membuka mata. Soalnya Naya nggak punya banyak waktu, jam tujuh nanti pacarnya jemput buat otewe kerja bareng. Maka sebelum itu, sebelum numpang sarapan di rumah Mama Rahee, Naya mau merecoki Adrian dengan celotehan terkait n****+ hasil karya penulis favoritnya. "Apa sih, Nay?" Adrian mengerang. Terusik. Matanya dikucek. "Ayo gibah!" "Plis, Nay. Aku baru bangun. Ngantuk. Mau tidur lagi." Naya mencebik. Adrian betul-betul rebahan lagi. "Iyan, ih! Ayo, bikin strategi. Aku nggak mau ya, kehabisan tiket nonton kayak waktu itu." Adrian menutup telinganya dengan bantal sambil berucap, "Minta sama Bang Sakha, sana! Aku ngantuk." "Adrian--" "Ngantuk, Nay!" Ck! Ini orang kenapa, sih?! Biasanya juga Adrian langsung bangun kalau Naya yang bangunin. "Lagi PMS kamu, ya!" "Ngantuk!" Naya pun bangkit dan hengkang dari sana. Setelah dua hari tidak berkunjung ke rumah mama, Adrian kok jadi seperti ini? Yang Naya hentakkan kesal kakinya. Pagi-pagi sudah dibuat turun mood-nya. Dasar Adrian! "Kenapa muka kamu, Nay? Udah kayak p****t ayam aja?" Melirik Bang Sakha yang sedang ngopi di ruang keluarga. Naya mendengkus, dia pun duduk di sana. Betul-betul persetan soal kelamin yang Bang Sakha sebut kemarin. Naya ambil kopi itu, tinggal setengah dan Naya habiskan. Membuat Sakha berdecak. "Kalo mau kopi bikin sendiri, Naya! Punya Abang asal seruput aja, heran." Sakha ngomel. Kopinya dinikmati Naya. "Nggak enak!" "Emang. Yang enak bikinan kamu doang." Naya pun mengerling tak acuh. "Bang." Sakha menatap nelangsa isi kopi hitamnya. Telah Naya curi dengan metode indirect kiss di cangkirnya. "Abang tau penulis Mr. Secret, nggak?" "Yang novelnya suka kamu bawa-bawa? Yang sering kamu nangisin waktu nggak kebagian buku pas PO? Atau yang bikin kamu rusuh kalau mau keluar filmnya?" Naya cubit perut Abang. "Sakit, Nay!" "Gitu-gitu yang Abang sebut itu karya sejuta umat, tau! Buku-bukunya dijual juga di luar negeri!" "Terus?" Naya genggam tangan Abang. Meremasnya. Meminta. "Aku mau tiketnya. Ayo bikin strategi." Yang Sakha dorong kening Naya dengan jari telunjuk hingga terlepaslah cekalan Naya di tangannya. "Kurang kerjaan." Naya mengusap-usap kening. "Selama ini kan Abang pengangguran!" "Sana minta Adrian, biasanya juga kalian solid kalau soal itu." Naya berdecak. "Gak tau, Iyan ngambek. Nggak seru, ah!" "Strategi kamu gimana emang?" Baik, Naya presentasikan itu dengan baik. Mulai dari perkiraan jam tayang, berapa kali akan disiarkan dalam satu hari di bioskop kecintaan, lalu kapan lagi kalau semisal nggak kebagian tiket kloter pertama. Juga rumusan soal jadwal kerja Naya. Well, Naya pun memberi tahu kalau dia bisa cuti satu hari. Gila. Segila itu Naya dalam mencintai karya orang. Naya mengaku tidak pernah bolos kerja kecuali untuk nonton film itu. Sakha mengangguk. "Kamu sinting!" "Abang, plis deh!" Sakha tak habis pikir dengan isi otak Naya Giova. Bisa-bisanya kehidupan real dikalahkan dengan hasil khayalan orang. "Anggap aja aku lagi berjuang buat menafkahi masa depan." "Masa depan pantatmu!" "Loh, iya kan? Dia cowok. Siapa tahu masa depan aku." "Ngimpi!" Yeu! Bang Sakha nggak pernah mau meng-iya-kan saja kehaluan Naya. Sebal. Beda sama Adrian yang bisa diajak ngehalu bareng. Walau Mr. Secret ini sebenarnya entah pemuja lubang atau penggila batang, entah beristri atau bersuami. Yang penting Naya cinta sama karyanya, titik! Valid no debat. "Ambil pas hari libur kamu aja." "Loh, ya nggak bisa gitu!" "Ambil itu atau nggak sama sekali?" Naya mengerucutkan bibir. Kalau ambil di hari libur Naya, itu artinya kloter ke sekian. Naya nggak suka didahului oleh orang-orang. Biasanya kan dia yang pamer tiket pas hari pertama di media sosial dan akan dihujani banyak komentar: Kakak dapet tiketnya? Huhu. Aku nggak. Naya suka lihat emotikon menangis dari para pemuja karya Mr. Secret. Sementara Naya beberapa langkah lebih depan dari mereka. "Aku minta bantuan Deri aja, deh." "Deri siapa?" "Pacar." "Bilangin Abi, ah." Naya jambak rambut Abang sampai kepalanya miring-miring gak penting. "Sialan, Naya!" Sakha mendesis. Terus Naya jambak dan membuat Sakha mengumpat, hingga lelaki itu membuat pemberontakan ketat yakni menggelitiki pinggang Naya. Praktis Naya tergelak, menggeliat, dan melepaskan jambakannya. Namun, tidak Sakha hentikan gelitikannya. Naya seperti cacing kepanasan, wajahnya memerah, bibir mendesahkan tawa dan menyebut-nyebut namanya sambil memohon untuk dihentikan. Dalam sadar dan tidaknya mereka, Naya sudah terlentang di sofa, sedangkan Sakha di atasnya. Menggelitik membuat Naya menggeliat kegelian, mencekal lengan abang dan memohon. "Udah. Abang, udah! Ah ... haha. Ampun, Abang!" Tanpa tahu bahwa Rahee tengah menonton di dekat tangga, menahan lengan Mr. Altarik yang mau menginterupsi aksi Sakha di sana. Meminta agar membiarkan mereka. Jangan ditegur, barangkali hari ini ... Naya dan Sakha jatuh cinta. "Ah ... capek." Naya terengah, pun dengan Sakha. Lelaki itu menyudahi aksinya. Cepat-cepat Rahee kabur seraya menarik lengan suaminya. Altarik dibuat rempong oleh istrinya. Sakha melirik Naya yang masih terlentang dan terengah di sofa, wajahnya merah padam. Kira-kira begitu nanti kalau Sakha gelitiki bagian intimnya. Oke, sip. Sekali lagi ... Sakha harus membenturkan kepalanya ke dinding, atau disiram pakai air dingin. "Capek, Nay?" Naya mengangguk. Sakha berdeham. Lalu bangkit dan mengambil cangkir kopinya untuk dicuci. Kepergian Sakha, Naya perhatikan, rambut lelaki itu bergoyang sesuai langkahnya. Rambut lembut yang Naya jambak tadi. Hingga sosok Bang Sakha naik ke lantai dua, pasti mau balik ke kandang. Well, Naya curiga. Isi kamar Bang Sakha ... jangan-jangan ada foto dia?! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN