19. Membuktikan

1160 Kata
Pagi itu, awal lagi Dylan sudah kelihatan sangat rapi, dia melangkah menuju ke meja makan untuk sarapan. " Tumben pagi pagi sudah rapi.." tanya Abigail yang sejak tadi sudah terduduk di meja makan sambil menghadap laptopnya. " Aaron mau ketemu aku.." jawab Dylan jujur lalu duduk di sebelah gadis itu. " Aaron?" Abigail terdiam seketika sambil memikirkan sesuatu. " Apa mau membicarakan chip itu lagi.." " Tidak tahu, tapi sepertinya ada yang mau di bahas sama dia.." Abigail kembali terdiam. " Sudah dari tadi disini.." tanya Dylan mengalihkan bicara. " Yep!" Jawab Abigail lalu memandang Dylan sebenar. " Ada yang beda.." Abigail tersenyum kecil sambil memperhatikan wajah Dylan dengan seksama. " Biasa saja.." ketus Dylan. " Aku perhatikan kamu semakin lengket saja sama tawanan kamu itu, awas loh.." goda Abigail dan saat yang sama Brian dan Natasha datang untuk bergabung dengan mereka. " Lagi bicarakan apa?" tanya Brian sambil menarik tangan Natasha yang ingin menghampiri Dylan. " Tidak ada.." jawab Abigail karena Dylan sepertinya tidak ada mood membalas obrolan tak penting itu. " Gadis tawanan Dylan kenapa tidak pernah terlihat lagi di kamarnya.." tanya Brian hampir membuat Dylan tersedak. " Sorry! Sorry.." melihat Dylan yang batuk batuk karena tersedak membuat Brian serba salah. " Aku pergi dulu.." Dylan beranjak setelah menghabiskan air yang di berikan Abigail. " Mau kemana itu orang?" Tanya Brian sambil menaikkan alisnya. " Mau ketemu Aaron?" Jawab Abigail sambil melirik arlojinya, lalu memasukkan laptopnya dalam tas. " Ku kira si Aaron sudah meninggal, lama tidak ada kabar soalnya.." Brian tertawa kecil. Natasha menyinggol lengan Brian melihat perubahan di wajah Abigail. " Maaf, Abi, aku tidak bermaksud.." " Tidak apa apa .. aku pamit.." Abigail buru buru pergi sambil tersenyum paksa. " Kamu sih.." Brian terdiam tak menanggapi ucapan Natasha, dia sebenarnya juga serba salah. *** Ketika tiba di cafe yang telah dia janjikan dengan Dylan, Aaron terus mencari sosok Dylan. Sampai akhirnya dia melihat Dylan yang sedang memperhatikan keluarga harmonis yang lagi sarapan di cafe tersebut sambil bercanda tawa. " Ehem.." Aaron berdeham ketika sudah berdiri di depan meja Dylan. Dylan menjelingkan mata, dia tak menunjukkan reaksi apapun. " Sudah lama menunggu.." tanya Aaron basa basi, mesti dia tahu Dylan bukan jenis orang suka berbasa basi, dia lebih suka langsung pada intinya. Dan terbukti, Dylan hanya memandang Aaron dengan kosong. " Aku mau tanya tentang chip itu.." Dylan masih memandangnya tanpa kata kata. " Kamu sudah menemukan siapa yang menyuruh mengambil chip itu.." Dylan menghela nafas sebelum menjawab pernyataan Aaron. " Dia suruhan Jackson.." Aaron mengerutkan dahinya, berarti Dylan sudah berhasil menangkapnya. " Lan.." panggil Aaron setelah sekian lama mereka saling mendiamkan diri. " Apa kau tidak merasa sesuatu yang janggal dengan Jackson.." Dylan menaikkan alisnya, tak faham. " Begini.." Aaron memperbaiki duduknya lalu memandang Dylan yang masih menanti kata katanya. " Anak buah Brian sudah tersebar di mana mana, tapi kenapa sampai sekarang tidak ada jejak tentang Jackson, bahkan dua bulan lalu, Jackson sudah menampakkan diri namun kembali hilang tanpa jejak.." Dylan mulai faham arah bicara Aaron namun dia tetap masih terdiam. " Apa kamu tak merasa ada yang aneh? Seperti ada yang sengaja menyembunyikan dia.." Dylan masih terdiam, sebenarnya sejak awal dia sudah merasa ada yang aneh, hilangnya Jackson sejak kematian Sonya, apa mungkin saling berkaitan? " jujur, Lan.. aku tak ingin kamu mencurigai sesiapa tapi aku harap kamu berhati hati, dan jangan terlalu bergantung pada orang lain.." Dylan memandang Aaron dengan wajah bingung, ucapan Aaron seperti mengandungi makna. Semantara Aaron, dia sengaja tak langsung memberitahu Dylan tentang kecurigaannya pada teman Dylan yang kemungkinan salah satu dari mereka ada yang berkhianat selama ini, karena dia tahu Dylan tak mungkin percaya begitu saja tanpa bukti. Seorang pelayan datang menghantar pesanan mereka, memecahkan keheningan antara mereka. " Jadi kau mau menemuiku karena ini.." tanya Dylan tiba tiba. " Ya.." jawab Aaron jujur. " Apa kau melihat rakaman cctv itu dengan jelas?" " Iya.." " Apa kau melihat aku dalam rakaman tersebut.." Dylan memandang Aaron dengan kaget, namun dia terus mengubah raut wajahnya. " Maksudnya?" " Aku sudah menemukan pria yang bertugas malam kejadian Jackson datang di hotel itu.." " Lalu?" " Dia melihatku datang malam itu, dan di rakaman cctv, disitu juga ada aku, Abigail yang pertama menyadarinya.." " Jadi apa Abigail sudah menemuimu.." Dylan tampak mengalihkan pembicaraan. Aaron tersenyum masam. " Ya.." *** Setelah menemui Aaron tadi, untuk pertama kalinya Dylan kembali ke perusahaan dengan pakaian santainya. Saat melihat kedatangannya semua staf yang di lewatinya menunduk hormat padanya. Dia mencari ruangan CEO yang menjadi ruang kerja Lee selama ini, semantara ruangan di sebelahnya lagi adalah ruang kerja Abigail. " Lan.." kata Lee melihat kedatangan Dylan dalam ruangan itu. " Itu saja untuk hari ini.." katanya pada dua orang pria. " Kalian boleh keluar.." Kedua pria itu berjabat tangan dengan Lee lalu menunduk kepala kearah Dylan yang sedang memandang kosong pada mereka. " Biasa saja kali memandang mereka.." tegur Lee sambil tertawa pelan. " Tumben kesini.." " Itu tadi bahas pasal apa.." tanya Dylan tak menjawab pertanyaan Lee tadi. Lee mencebikkan bibir, karena Dylan tak menjawab pertanyaannya. " Oh itu! Aku sudah mail sama kamu, tentang klein kita yang ingin berkerja sama, tapi aku belum iyakan! Kamu belum putuskan soalnya.." Dylan terdiam mendengar penjelasan Lee, Lee adalah satu satunya anak buahnya yang selalu memberitahu Dylan tentang semua pekerjaannya dengan detail, dia tak pernah bertindak sendiri sebelum ada kata 'Iya' dari Dylan. " Lee..." Panggil Abigail yang tiba tiba memasuki ruangan kerja Lee. " Hey Dylan.." Sapa gadis itu melihat ada Dylan di ruangan Lee. *** Brian memasuki ruang kerjanya, ketika selesai makan tengahari dengan Natasha. Gadis itu terus pulang setelah makan yang katanya kepalanya pusing. Brian bersyukur karena di tinggal pergi oleh gadis itu, dengan begitu dia bisa menenangkan diri walaupun hanya seketika. Saat masuk di ruang kerjanya di sambut dengan asistennya untuk mempersilakan dia duduk. " Tuan.." pria sedikit menunduk kepala untuk memberi hormat. " Ada apa?" Tanya Brian memandang dokumen yang di letakkan pria itu di depannya. " Ini dokumen yang harus, tuan tanda tangan." Brian membaca poin poin penting dalam dokumen tersebut sebelum dia tanda tangan. " Itu apa?" Tanya Brian ketika melihat asistennya masih memeluk satu lagi dokumen berwarna biru mudah. " Ini data lengkap yang tuan suruh cari.." pria itu menyerahkan dokumen tersebut. Brian menerima dokumen itu lalu membacanya. " Tidak mungkin!" Kata Brian ketika sudah selesai membaca isi surat tersebut. " Siapa yang memberikan keterangan ini.." tanya Brian seolah tak percaya. " Ibu panti, data lengkap tentang gadis itu juga dari bu panti, Menurut ibu panti Quin Sarah adalah anak yatim piatu yang telah di adopsi oleh ke sepasang suami istri, dan setelah itu semua tentang Quin Sarah mereka tak pernah lagi mendengar kabar.." Jelas pria itu panjang lebar. " Jackson?" Tiba tiba nama itu muncul di fikiran Brian, apa pria tua itu masih menggunakan cara lama. Berarti gadis itu tak berbohong! Fikir Brian. " Dave..." " Ya tuan.." " Cari tau tentang keluarga angkat gadis itu.." — Bersambung —
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN