Natasha terbangun dari tidurnya dan bibirnya melenguh pelan.
Dia menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku, dia tersenyum dengan mata masih terpejam.
Namun senyuman itu hilang saat dia membuka mata, Brian sudah tidak ada di sampingnya.
Seketika dia memandang jam di atas meja, masih terlalu awal kalau Brian berangkat kerja.
Tubuhnya masih polos dan tak memakai apapun, hanya selimut tebal yang menutupi tubuhnya.
Dia bergerak turun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi, dia mengira mungkin Brian sedang mandi.
Namun ketika kamar mandi terbuka, wajah cantik gadis itu berubah kecewa.
" Pelayan!" Teriaknya dengan bibir bergetar, tega sekali Brian meninggalkannya begitu saja.
" Iya Nona Tasya.." dua orang pelayan masuk di kamarnya dengan buru buru.
Kedua mendengar teriakan Natasha ketika melewati kamar sang majikan.
" Mana Brian?" Kedua matanya sudah di penuhi air mata.
" Dia sudah berangkat kerja, Nona.." jawab mereka.
Natasha tak pedulikan kedua pelayan itu, dia mengambil ponsel atas meja dan menghubungi pria itu.
" Kenapa tak di angkat.." geram gadis itu dan kembali menghubungi Brian.
Tak berselang lama, Brian mengangkat panggilan. " Ya Honey.."
" Kamu dimana? Tega sekali meninggalkan aku sendirian.." isak gadis itu.
Brian mengurut pelipisnya, dia sangat pusing menghadapi sifat cerewet gadis itu, dan itu sebabnya dia pergi berangkat kerja awal sekali karena tak ingin menghadapi drama queen gadis itu ketika bangun tidur, namun siapa sangka Natasha malah menghubunginya.
Brian sengaja tak mengangkat panggilan dari gadis itu, karena mengira Natasha akan berhenti menghubunginya kalau panggilan tak di jawab, namun ternyata gadis itu tak menyerah sebelum callnya di jawab.
" Aku ada meeting. Honey.." jawab Brian tak sepenuhnya berbohong karena sebentar lagi dia akan ada pertemuan dengan klien.
" Bohong!" Teriak gadis itu sehingga Brian terpaksa menjauhkan ponsel dari telinganya.
" Astaga! Aku tidak bohong.." Brian mencoba mengontrol emosinya..
" Kamu memarahiku, tega sekali.." isak Natasha membuat Brian serba salah.
" Pulang sekarang ya aku sangat merindui kamu.." bujuk gadis itu.
" Malam ini ya.." Suara Brian pelan meminta pengertian Natasha.
" Tidak mau.." suara Natasha sudah sangat serak karena menangis. " Kalau kamu tidak mau pulang.. Ya sudah aku peluk pengawal di depan saja.." Natasha tiba tiba kembali emosi sambil mematikan talian.
Brian mengumpat kesal, dan kembali duduk, dia tak akan kembali kerumah hanya untuk menenangkan gadis cerewet itu, dia yakin tak mungkin Natasha melakukan apa apa apalagi sampai memeluk pengawal, itu hanya setakat ancaman saja agar dia pulang.
Semantara Natasha yang masih tak mengenakan apa apa, menarik selimut dan di lilit di tubuhnya.
" Jangan Nona.." halang dua pelayan itu ketika Natasha ingin melangkah keluar dari kamar.
" Minggir kalian!" Natasha masih terisak karena menurutnya Brian sudah tak menyayanginya lagi, dan itu cukup menyakitkan baginya.
" Jangan Nona.."
Natasha dengan geram berbalik tubuh membuat kedua pelayan itu menarik nafas lega, namun hanya seketika, saat Natasha berbalik tubuh sudah memegang pistol.
" Jangan halangi jalanku kalau tak ingin mati."
Kedua pelayan itu mundur sambil mengangkat kedua tangan mereka keatas, Natasha kelihatan tak main main dia mengarahkan pistol tersebut kearah mereka.
Ketika Natasha sudah sampai di ambang pintu, dia terhenti sebentar, pandangan tiba tiba berubah gelap, kemudian dia tumbang begitu saja.
" Nona!" Teriak kedua pelayan itu, membuat Nick, Kim, dan Natalie yang baru sampai di rumah terus berlari ke kamar Natasha.
" Astaga!"
Mereka kaget melihat Natasha sudah tergeletak atas lantai.
" Mana Brian?" Tanya Nick sambil mengangkat tubuh gadis itu dan membawa menuju ranjang.
" Dia pagi pagi sekali sudah berangkat kerja, tuan.." jawab salah satu pelayan dengan takut takut.
" Tumben sekali.." Kim mendekati ranjang dan melihat wajah Natasha yang sangat pucat.
" Cepat hubungi Brian.." kata Nick pada Kim.
" Nata, hubungi doktor.." lanjutnya, Kedua orang itu mengangguk.
***
Brian bergegas meninggalkan meeting yang sebentar lagi akan di mulai.
Dengan tergegas Brian memasuki mobilnya, dia menyesal karena tak terus kembali kerumah saat gadis itu merengek memintanya pulang.
Singkat cerita.. kini mobil Brian sudah terparkir di depan rumah megah itu dan melihat mobil doktor peribadi mereka.
" Mana Tasya.." tanya Brian sambil memasuki kamar gadis itu.
Dan mendapati Dylan dan yang lain memandangnya dengan sorot mata yang sulit di artikan.
" Ada apa ini?" Tanyanya lagi, dia tak nyaman dengan pandangan orang orang itu.
" Begini, tuan Brian.." kata doktor itu mengalihkan pandangan Brian kearahnya.
Pria berjas putih itu memperbaiki jas dan kerah kemejanya yang terlihat kusut, dan Brian sadar itu, apa sebenarnya yang terjadi disini sebelum dia datang?
" Nona Tasya sedang hamil.."
Brian terdiam, dia masih coba mencerna kata doktor itu, apa dia salah dengar? Matanya juga bergerak lucu. Hamil?
" Aku hamil, Bae.." ucap Natasha yang sedang tersenyum hangat pada Brian.
" Bagaimana bisa?" Pernyataan itu membuat senyuman di bibir Natasha hilang.
" Kamu tidak bahagia.." tanya Natasha dengan mata berkaca kaca.
" Bukan begitu tapi.." Brian terdiam lagi, lidahnya tiba tiba kelu, haruskah dia senang mendengar berita ini? Sebentar lagi dia ada menjadi seorang ayah?
Doktor itu segera permisi melihat ketegangan antara kedua orang itu.
Dylan dan yang lain hanya terdiam di tempat, mereka tahu Brian susah menerima kebenaran itu.
" Bagaimana bisa, Tasya.." tanya Brian masih sulit mempercayai semua kebenaran itu.
" Tasya?" Geram Natasha dan mengeluarkan sesuatu dari balik selimut.
Kedua mata Brian membulat melihat pistol di tangan gadis itu di arahkan padanya.
" Kamu tanya bagaimana bisa?" Geramnya lalu melepaskan tembakan namun sengaja di tembak sebelah pria itu.
" Honey.." Brian yang sedang mengangkat kedua tangan menoleh kearah pintu yang sudah berlubang.
" Jadi kamu hanya mau enaknya? Tidak mau tanggungjawab, Iya?!"
" Bukan begitu.."
" Lalu?"
" Baiklah kita akan menikah.." putus Brian membuat kedua mata gadis itu berbinar binar bahagia.
" Kalian tolong ya.. siapkan semua persiapan pernikahanku.." perintah Natasha pada teman temannya.
" Tasya.. kamu yang mau—" Nick terhenti bicara melihat pistol di tangan Natasha di arahkan padanya, namun kedua mata gadis itu juga berbinar binar penuh harap.
" Baiklah.."
***
Dylan kembali ke kamarnya, dengan fikiran kacau, Natasha sedang hamil?
Bagaimana dengan tawanannya, dia tak mau gadis itu hamil anaknya, selama ini dia tak pernah menggunakan pengaman, semantara Sarah juga tak di berikan obat pencegah kehamilan.
" Tidak! Jangan sampai.."
Sarah sudah hampir tiga minggu menjadi tawanannya dan hampir setiap malam dia meminta jatah pada gadis itu, walaupun terkadang dia memaksa, belum lagi ketika dia meminta jatah di siang hari.
Dia memandang pintu menuju balkoni yang terbuka, dia melihat Sarah yang sedang melamun disana.
T-shirt putih yang dikenakan gadis itu terlihat kebesaran di tubuhnya, namun di mata Dylan Sarah terlihat sangat seksi, dia telah candu dengan tubuh gadis itu.
Dylan menggelengkan kepala, mencoba mengalihkan hasratnya, namun semakin dia mencobanya, malah bayang bayang percintaan mereka sebelum ini berputar di dalam fikirannya.
" Arh sial.." geram Dylan membuat Sarah yang sedang melamun membalikkan tubuh dan melihat Dylan yang sedang menahan sesuatu, wajahnya juga memerah.
" Tuan?"
Dylan yang sedang tertunduk mengurut pelipisnya mendongak memandang Sarah, lalu pandangannya di alihkan ke d**a gadis itu, belahannya terlihat karena tak terbutang.
" Tuan kenapa?"
Suara itu.. terdengar seperti desahan di telinga Dylan, dia meneguk salivanya dengan susah payah.
Dylan sudah tak tahan melihat pandangan polos gadis itu yang membuat Dylan semakin berhasrat.
Dia mendekati gadis itu lalu menarik pinggangnya dengan posesif.
" Ah!" Jerit Sarah kaget saat sebelah kakinya di tarik pria itu lalu di lingkarkan di pinggang Dylan.
Dapat Sarah rasakan ada sesuatu yang mengacung keras di perutnya, nafas pria itu juga terdengar sangat berat.
— Bersambung —