" Uncle tidak berniat mau mencelakai sesiapa, Lan.. tapi hati dan fikiran Uncle yang kacau membuat Uncle tak bisa berfikir jernih.."
Jackson memandang kearah Dylan yang hanya mendiamkan diri.
Dylan mengetapkan bibirnya, rasanya dia sulit mempercayai kenyataan itu, pria tua pembunuh keluarganya itu adalah pamannya?
" Uncle tak bisa berfikir dengan jernih sehingga Uncle melakukan semua yang Brandon katakan.."
" Di tambah istriku yang setiap hari menuntut kebahagiaan.."
Jackson yang kini sudah dilepaskan tali di kedua tanganya.
Mengelap airmatanya dengan punggung tangan.
" Maafkan Uncle, Lan.."
Dylan berdesis mendengar permohonan maaf pria tua itu. " Tidak ada keuntungan bagiku memaafkanmu." Jawab Dylan dengan tenang.
Melihat sikap tenang Dylan, Jackson seolah bisa melihat Aldo dalam diri ponakannya itu.
Dulu, sejauh apapun dia membenci Aldo, namun tetap kasih sayang sebagai saudara tetap ada.
Namun hasutan dari Brandon dan amukan serta tuntutan istrinya setiap hari, menutup mata hati Jackson.
Dan dalam hal itu, orang pertama yang paling di bencinya adalah Davian.
Davian yang membawa Brandon ke dalam kehidupan mereka, Davian yang membawa Farah ke dalam kehidupan Jackson.
Demi apapun dia membenci ayahnya sendiri.
***
Jackson hanya bisa melihat kebahagiaan di antara bekas kekasihnya itu dengan sang kakak, Aldo.
Apakah selama ini mereka mempunyai hubungan khusus yang Jackson tak tahu.
Saat ini, wanita itu sudah hamil anak pertama mereka.
" Jack.." sapa Aldo sambil menghampiri sang adik, namun Jackson memilih menghindar dan pergi dari sana.
Aldo terdiam, lalu menoleh ke belakang melihat istrinya sudah satu tahun mereka menikah dan sikap Jackson sangatlah berubah kepada mereka.
" Sepertinya mereka bahagia menyambut kedatangan pewaris keluarga Elmer.." kata Brandon sambil duduk di sebelah adik angkatnya.
Hari ini Elena melahirkan, namun Jackson sama sekali tak datang ia tak mahu sakit hatinya bertambah.
" Mereka tidak merasa kehilangan tidak ada kehadiranmu disana.."
Jackson memandang kearah Brandon sekilas, detik berikutnya meninggalkan Brandon begitu saja.
Brandon tersenyum ketus melihat kepergian Jackson.
Tahun demi tahun berlalu, dan kini sudah terlahir Danny Alvaro, Danish Alvaro dan Dylan Alvaro.
Sore itu Danny yang duduk di sebelah Elena mengelus perut sang ibu.
" Mommy.. perasaan waktu Mommy hamil adik Dylan tidak sebesar ini perutnya.."
" Karena ini kembar, abang.." jawab ibunya sambil mengelus rambut Danny.
Anak kecil berusia tujuh tahun itu membulatkan mata. " Yang benar, Mommy."
" Iya dong.."
" Harus baby girl ya, Mommy, soalnya abang sudah bosan lihat mukanya adik Danish dan adik Dylan, sudah begitu serius lagi mukanya."
Danish yang sedang mengajak sang adik main robot robotan memandang kearah Danny.
Semantara sang ibu tertawa pelan mendengar kata kata anak sulungnya yang begitu jujur.
" No.. Danish friendly kok.." jawab Danish karena tak mau di bilang serius. " Yakan adik Dylan.." tampaknya anak kedua itu meminta dukungan dari Dylan.
Namun anak kecil berusia tiga tahun itu hanya memandang bingung pada kakaknya.
" Kasihan tidak di pedulikan.."
Danish mencebikkan bibir.
Di saat kelahiran di kembar, untuk pertama kalinya Jackson datang untuk melihat ponakannya.
" Ini cute.." kata Dylan tak jelas sambil menunjukkan kearah bayi yang baru berapa jam lalu lahir ke dunia.
" Ini temannya Danish, lalu ini temannya adik Dylan.." kata Danish pada Dylan sambil menunjukkan tangan kecilnya itu kearah bayi.
" Terus teman abang yang mana?" Tanya Danny tak setuju.
" Abang kan sudah friendly jadi tidak butuh teman lagi.." jawab Danish sambil melirik kearah Danny di sebelahnya.
Elena dan Aldo tertawa, ternyata ingatan Danish cukup tajam, sehingga ucapan Danny berapa bulan lalu masih dia ingat.
Hampir setengah jam ketiga belita itu berdiri di samping box baby dan membawa bayi itu bercerita.
" Salah satu dari bayi ini aku mau memintanya.." kata Jackson memecahkan keheningan antara mereka.
" Apa maksudmu?" Tanya Elena.
" Kalian lupa aku adalah pria mandul dan butuh anak.."
" Tapi kenapa harus anak kami.." tanya Aldo sebenarnya keberatan jika anaknya di serahkan pada Jackson.
" Dulu aku meminta Dylan, kalian tak mau dengan alasan Dylan adalah salah satu pewaris Elmer, Sekarang kalian mau kasih aku alasan apalagi kedua bayi ini adalah perempuan.."
Elena dan Aldo terdiam.
" Kalian jangan diam saja.."
" Jack, tidak bisakah—"
" Aku tak mau dengar penolakan, asal kalian tahu aku selama ini sudah cukup baik, dan sudah cukup banyak berkorban untuk kalian, membiarkan kalian yang saling mencintai bersatu, lalu apa salahnya jika aku meminta salah satu dari bayi ini.."
" Tapi dia anakku, aku tak mungkin berpisah dari anakku, Jack.." kata Elena setelah sekian lama terdiam.
" Lalu kalian mau aku mencari anak dimana?! Kalian sudah pada tahu aku mandul! Tapi kalian masih tak berbaik hati memberikan salah satu anak kalian padaku.."
Teriakan itu membuat ketiga anak Aldo memandang bingung pada mereka.
" Kamu bisa adopsi anak, Jack.." kata Elena dengan suara membujuk.
Jackson berdesis kecil, mengingat Brandon si anak angkat kerjanya hanya main judi dan mabuk mabukan.
" Kalian mau aku adopsi anak? Tidak sudi! Yang ada akan jadi seperti Brandon yang sudah di beri hidup enak, di kasih makan, tahunya hanya menyusahkan orang.."
Tanpa mereka sadar, Brandon yang mahu melihat ponakan kembarnya, mendengar semua perbualan mereka sejak tadi.
" Jack, kau bisa menutup mulutmu tidak..!"
Tegur Aldo. " Okay baiklah.."
Aldo memandang kearah istrinya yang sedang menggelengkan kepala.
" Kau harus menikah dulu, maka aku akan serahkan salah satu anakku padamu.."
Elena menutup matanya rapat rapat, dia tak mau memberikan anaknya itu pada Jackson, tidak akan!
" Baik, aku akan meminta tolong pada Daddy.." jawab Jackson, dan dengan santai keluar dari ruangan itu.
Ketika Jackson sudah keluar, dia mendengar pertengkaran antara suami isteri itu.
" Aku tak mau memberikan anakku padanya.."
" Dia adalah adikku, aku faham perasaannya yang juga menginginkan seorang anak.."
" Tapi dia belum menikah.."
" Maka biarkan dia menikah dulu.."
" Pokoknya aku tidak mau memberikan anakku padanya! TIDAK AKAN!"
Aldo memandang isterinya tanpa kata kata, kemudian mengalihkan pandangan kearah ketiga putranya yang kebingungan.
Satu bulan berlalu, kini Jackson sudah menikah dengan wanita pilihan Davian.
Pria itu mendatangi kakaknya, dan menuntut janji pada Aldo.
" Aldo.. aku sudah menikah, mana janjimu.."
Tanya Jackson setelah berapa hari kemudian.
" Haruskah—"
" Ingat janjimu Aldo.." sela Jackson sambil menunjukkan jari wajah Aldo.
Hal yang tak pernah Jackson lakukan pada Aldo, entah dari mana pria itu belajar menunjuk wajah sang kakak dengan penuh kebencian.
" No Uncle.. Delia itu temannya Dylan.." kata Danish yang datang menghampiri kedua pria dewasa itu.
" Delia akan jadi anak Uncle, Son.." jawab Jackson sambil menundukkan kepala.
" No! Danish tidak setuju.." bantah anak kecil berusia lima tahun itu.
Dia naik ke atas pangkuan sang ayah dengan bibir bergetar.
" Lan.."
Dylan dengan wajah baru bangun tidur itu menghampiri mereka, anak itu masih terlalu kecil untuk memahami situasi sehingga ketika kakak keduanya memanggil, dia hanya mengangkat dagu, tanda bertanya.
" Uncle Jack mau bawa adik Delia pergi, Danish tidak mau.."
Danish turun dari pangkuan sang ayah lalu menghampiri sang adik, meminta sokongan dari Dylan.
" Kalau Uncle Jack memaksa membawa adik Delia pergi, say no, okay?"
Anak kecil yang mudah dua tahun dari Danish itu mengangguk biarpun tak faham.
" Okay.."
Aldo mengangkat wajahnya ke atas agar airmatanya tak mengalir sambil mengelipkan beberapa kali.
" Dylan said No, Daddy.." kata Danish sambil berlari masuk ke dalam kamar ibunya.
" Apa kau tidak bisa mengubah keputusanmu, Jack.."
" Tidak bisa.." jawab Jackson yang sebenarnya terenyuh mendengar kata kata Danish tadi.
" No.. no." Kata Dylan sambil menggerakkan jari telunjuknya di depan wajah.
" Mommy!" Teriak Danish sambil menghampiri sang ibu yang sedang mengendong baby Della dan baby Delia.
Danny di sebelah ibunya sudah menangis, tampaknya anak kecil berusia tujuh tahun itu dari tadi membujuk ibunya.
" Baby Delia jangan di biarkan di bawa Uncle Jack ya, Mommy.."
Anak kecil itu manggut manggut, walaupun ibunya masih tak memberi tanggapan.
" Nanti baby Della tidak ada temannya, Mommy."
Anak kecil itu mencium ibunya berulang kali, dia berusaha membujuk agar ibunya tak menyerahkan baby Delia pada pamannya.
" Danish akan jaga baby Delia, Mommy, please Mommy.. please.."
Elena hanya terdiam, dia menangis tanpa suara.
Tak terasa tangan kecil anak keduanya itu mengusap pipinya.
" Mommy please.."
Tiba tiba Jackson dan Aldo masuk ke dalam kamar itu, Danish terus memasang badan untuk melindungi ibunya.
Dylan yang berjalan di belakang mengucapkan “No” seperti yang kakak keduanya ucapkan, namun tidak ada yang peduli.
" Danish.." bujuk sang ayah, kedua mata pria paruh baya itu memerah karena menahan tangisan.
" No daddy! No!"
" Berikan padaku.." Jackson mengambil baby Delia di pangkuan Elena.
" Alolo.. anakku.." Jackson menepuk nepuk b****g anak kecil itu, tidurnya sedikit terganggu karena teriakan dari Danish dan Danny.
" Tidak, jangan!" Danish berteriak histeris membuat tidur Della dan Delia terganggu.
" Kalian melukai perasaan anakku..!!" Teriak Elena.
Aldo hanya terdiam mematung ketika melihat Jackson pergi membawa baby Delia.
" Tidak, lepaskan Daddy!" Danish yang kini gendong ayahnya berontak.
Dylan memandang simpati kearah kakak keduanya, namun dia juga tak memahami ada apa sebenarnya?
Danny memeluk ibunya dan menangis tanpa suara, semantara Elena hanya mematung.
Karena surat perjanjian itu, anaknya kini ada di tangan Jackson.
Mereka tak bisa berbuat apa apa karena di surat perjanjian tersebut mereka akan menyerahkan salah satu dari anak mereka jika Jackson sudah menikah.
" Mulai saat ini namamu adalah... Flora Jackson.."
Jackson mencium pipi tembam bayi itu, dan tersenyum kecil.
" Bayi ini akan menjadi alat untuk menghancurkan mereka.."
~ Bersambung ~