" Dan sejak saat itu aku mulai menjadikan Delia sebagai alat untuk meminta uang kepada Aldo.." Cerita Jackson.
" Elena yang begitu menyayangi Delia menyerahkan separuh kekayaannya pada kami.."
" Tapi nyatanya itu hanya bertahan lima tahun, Farah istriku menjadikan rumah yang kami tempati sebagai taruhan main judi bersama Brandon.."
Dylan menggeram berusaha menahan emosinya dalam kepala.
" Rumah yang kalian panggil rumah utama itu adalah milik Mommymu.."
Dylan membulatkan mata mendengarnya, dia terlihat shock, tetapi terus mengubah raut wajahnya.
" Ya, itu alasannya Daddy menyuruhmu merebut kembali rumah itu dari tangan para preman yang menguasai rumah itu.."
Dylan menggelengkan kepala, dia mengingat bagaimana Grandpa Davian mendesaknya untuk merebut rumah itu tanpa alasan yang jelas.
" Jadi rumah itu..."
Dia memandang tak percaya kearah Jackson, detik kemudian melayangkan pukulan ke udara.
" Jangan kau ingat aku memaafkanmu setelah kau menceritakan semuanya.." kata Dylan setelah berapa saat kemudian.
" Aku tak membutuhkan maaf darimu, Lan.."
Pria paruh baya menarik nafas dalam, rasanya dia sudah sangat lega dapat menceritakan pada Dylan tentang semua kebenarannya.
" Bagiku, yang terpenting sekarang adalah kau mengetahui semuanya.."
Jackson menarik nafas lagi. " Sekarang aku siap kau bunuh, Lan, dan akhirnya dendam antara kita selesai.."
Dylan tak begitu lega mendengar kata pasrah dari pria yang sudah sejak lama dia cari itu, atau mungkin karena dia sudah mengetahui Jackson adalah pamannya?
" Kenapa?"
Jackson mendongak memandang Dylan, dia faham yang di maksud Dylan, “ Kenapa”
" Kenapa kau melakukan itu? Kita bisa menjadi keluarga yang harmonis tanpa ada permusuhan.."
" Kau membunuh Daddy, Mommy, kedua kakak ku dan adikku tanpa balas kasihan."
" Kenapa?"
Jackson tak bisa menjawab pertanyaan itu, dia sendiri tak faham dirinya.
Dia membunuh kakaknya, dan memperkosa kakak iparnya tanpa balas kasihan, tapi percayalah setelah itu dia menyesal atas perbuatannya.
" Maafkan Uncle, Lan.."
" Sudah aku katakan aku tidak butuh maafmu! Yang aku mau adalah PENJELASAN!"
Jackson terkesiap kaget mendengar teriakan Dylan tepat di depan wajahnya.
" Kau membunuh Sonya.." Dylan menggelengkan kepala. " Maaf saja tidak cukup untukmu yang pantas untukmu adalah kematian.."
" Karena itu bunuh saja Uncle Jack, Lan.." lirih Jackson.
Dylan terdiam, dia seperti pernah mendengar kata Uncle Jack.
Detik kemudian pergi meninggalkan Jackson.
***
Nick dan yang lain melihat Dylan keluar dari kamar itu, mereka juga buru buru bubar.
" Lan.." panggil Brian sambil menghampiri Dylan yang kelihatan sangat kacau.
Memang tidak mudah bagi Dylan untuk menerima semua kenyataan itu.
Dylan masih terdiam, untuk pertama kalinya dia kelihatan begitu kacau dan berantakan di depan teman temannya, Detik kemudian pria itu terisak isak.
" Lan.. katakan, apa yang bisa kami bantu.." tanya Nick yang sebenarnya sangat simpati dengan keadaan Dylan.
Dylan masih babak belur akibat dari perkelahiannya dan Lee tadi, sehingga ketika airmata mengalir ke pipinya, dia meringis sakit.
" Lan.." panggil Aaron ketika dia menyadari sesuatu. " Apakah Kim terlibat dengan kehilangan jejak Jackson selama ini?"
" Sebentar, mana dia?" Tanya Brian yang turut baru menyadari Kim tak bersama mereka.
" Lan.."
Dylan hanya diam, dia mengurut pelipisnya sambil memejamkan mata, kemudian mengelap airmata dengan punggung tangannya.
" Berarti dugaan aku selama ini benar.." kata Nick. " Aku sudah curiga sejak lama aku tak percaya karena dia teman kita.. tapi sepertinya kecurigaan aku benar.."
" Iya.. Sonya adalah adik satu satunya, pasti dia ada niat balas dendam dalam diam." Kata Natalie.
" Aku sebenarnya sudah sejak dulu curiga, hanya saja aku tahu kalian tidak akan percaya tanpa bukti, tapi sekarang sepertinya tidak butuh bukti lagi karena kalian sudah bisa mencerna yang terjadi.." kata Aaron dengan bangga.
" Kita harus adakan balas dendam pada kim.." kata Nick dengan amarah yang tiba tiba menggebu gebu.
" Sudah cukup!" Teriak Dylan menghentikan mereka dari terus mengoceh. " Dengar, jalankan sesuai rencana.."
" Anak buahku sudah siap , Lan, mereka tinggal menunggu perintah saja." kata Brian.
" Aku juga sudah siap untuk perjualan malam ini, Lan.." kata Nick.
" Lalu bagaimana dengan Kim.." tanya Abigail setelah sekian lama terdiam.
" Biar dia menjadi urusanku, kalian fokus saja pada misi kalian.." kata Dylan dengan tegas.
" Berarti Brandon Farris adalah Brandon pamanmu, Lan.." kata Aaron dengan mata membulat.
" Dia bukan pamanku.." jawab Dylan dengan suara penuh kebencian, pria itu menyebab dari semua masalah yang ada.
" Tangkap dia! Aku akan memberikan dia hadiah yang dia tak pernah dapat selama ini."
Semua bersaling pandang, melihat reaksi Dylan sepertinya dia percaya dengan cerita Jackson.
" Lalu bagaimana dengan Kim.." tanya Nick lagi, rasanya dia tak puas hati membiarkan Kim begitu saja.
" Sudah aku katakan Kim biar menjadi urusanku.." tegas Dylan.
" Kami bisa menangkap dia untuk kamu siksa, Lan.." kata Brian pula.
Dylan menggeram, kenapa semua jadi keras kepala seperti ini?
" Sudah aku katakan.. Kim biar menjadi urusanku, apa kalian mengerti..?!"
" Kim itu jahat, Lan.. lalu kamu membiarkan dia begitu saja.." kata Abigail mulai tak faham jalan fikiran Dylan.
" Jangan jangan dia yang membunuh guru Davian karena hanya dia yang datang di pulau pada waktu itu.." kata Aaron tiba tiba.
" Benar juga.." kata Nick setuju dengan pendapat Aaron.
" Apa jangan jangan yang mencelakai Brian waktu itu, Kim juga.." kata Natalie.
" Bukan dia.. yang menembakku waktu itu adalah Jackson, aku melihat wajahnya." Kata Brian.
" Pokoknya kalian fokus saja pada misi kalian, Kim biar menjadi urusanku.." kata Dylan sambil menghela nafas.
" Dendam cukup berakhir disini, aku tak ingin kalian terlibat, karena sejatinya Kim hanya membenci dan dendam padaku tidak pada kalian, tidak juga pada usaha kita selama ini, jadi tolong biar aku selesaikan masalahku dengan dia.."
Semua terdiam, sebenarnya masih ada yang kurang setuju dengan jalan fikiran Dylan, namun pada akhirnya mereka mengangguk.
" Mana gadis itu?" Tanya Dylan serba salah pada adik yang masih setengah hati untuk dia akui sebagai adik.
" Di kamar sama Lee.." jawab Aaron dengan enteng. " Kau memberikan gadis itu terlalu banyak obat perangsang, aku rasa sekarang Lee sedang main kuda kudaan dengan adikmu.."
Semua terus memberi tatapan tajam pada Aaron, dimana fikiran pria itu, kenapa dia begitu enteng memberi informasi pada sang... Kakak?
Ya, Dylan adalah kakak kepada Cristal Alias Flora, atau Delia nama pemberian orang tua kandungnya.
Walaupun hati kecil Dylan masih tak mau mengakui gadis itu sebagai adiknya, namun mendengar Delia ada dalam kamar dengan seorang pria dalam keadaan pengaruh obat perangsang.
Dia tak terima, sehingga tanpa sadar dia melangkah kearah kamar Lee.
" Hey!" Aaron mencegah Dylan. " Kamu tidak mau kan adikmu itu meninggal akibat ulahmu yang sudah memberikan dia obat perangsang."
Dylan menepis tangan Aaron dengan kasar lalu membalikkan tubuh menuju ke kamarnya.
" Brian.." tiba tiba Dylan berhenti melangkah tanpa membalikkan tubuhnya.
" Kenapa, Lan.."
" Habisi anak buahmu yang sudah berani memberikan obat perangsang pada gadis itu.."
Setelah berkata begitu, dia meninggalkan Brian dan yang lain begitu saja, mereka melongo mendengar perintah itu.
" Peraturan dari mana ini? Mereka tidak akan melakukan tanpa perintah, serba salah memang kalau jadi bawahan.." omel Aaron dengan bibir maju ke depan.
~ Bersambung ~