17. Ada Pengkhianat

1302 Kata
Aaron memasuki salah satu kamar dan mendapati seorang pria dan satu lagi adalah seorang wanita yang terikat di kerusi. Dia tersenyum sinis melihat kedua orang itu. " Boss.. mereka adalah orangnya.." kata salah satu anak buahnya. " Cantik sekali.." Aaron mendekati wanita itu yang mulutnya sedang di tutup kain berwarna merah. " Dia adalah kekasih kepada pria itu.." kata pria itu lagi. " Bagus kerja kalian.." puji Aaron sambil kembali pada posisi awalnya. " Ini semua berkat bantuan Rick juga, boss.." pria itu melirik kearah Rick yang sedang sibuk dengan ponselnya. " Apa salah kami, tuan? Kenapa kami harus di ikat disini.." tanya pria itu yang merupakan adalah bertugas di hotel dua bulan lalu. " Saya hanya mau bertanya.." jawab Aaron dengan santai, lalu duduk di kerusi yang anak buahnya sediakan. " Mau bertanya? Kenapa harus di ikat seperti ini?" Aaron tersenyum sinis kemudian berkata. " Dua bulan lalu, tepatnya bulan empat tanggal dua puluh sembilan, malam itu kenapa rakaman cctv di hapus.." Petugas hotel itu terus gelagapan mendengar pertanyaan Aaron yang cukup detail. " Melihat reaksimu aku tahu kau terlibat atau mungkin kau tahu sesuatu.." " Ti—tidak..saya tidak tahu apa apa.." kata pria itu gugup. " Oh ya?" Aaron tersenyum lagi. " Tapi bagaimana kalau aku bilang kau terlibat.." " Tidak, tuan.. saya tidak tahu apa apa.." " Bagus.." Aaron memandang wanita yang di ikat atas kerusi itu. " Bawa wanita itu ke atas ranjang.." " Tidak! Jangan apa apakan dia, dia tidak tahu apa apa dalam hal ini.." kata pria itu dan tanpa sengaja dia telah membuka sedikit rahasianya. Aaron tertawa kecil, dan memberi isyarat pada anak buahnya untuk tetap membawa wanita itu atas ranjang. Wanita itu berontak, tapi dia kalah tenaga apalagi yang mengangkat tubuhnya itu adalah seorang pria bertubuh besar. Dia terisak tanpa suara karena mulutnya yang masih di tutup kain. Aaron sedikit menunduk lagi lalu berbisik. " Keselamatan kekasihmu ada di tanganmu dan kalau pun terjadi sesuatu padanya, semua adalah salahmu.." " Lepaskan dia.." " Oh tentu!" Aaron tersenyum sinis detik berikutnya wajahnya berubah serius lagi. " Asal kau menjawab pertanyaanku tadi.." " Saya tidak tahu apa apa.." pria itu tetap bungkam tak mau mengakui. " Baiklah.." Aaron memandang kearah Rick yang saat itu juga sedang memandangnya. " Kau mau Rick, barang free.." Rick yang tahu isyarat itu memandang kearah wanita itu yang sudah sangat kacau. " Kenapa harus aku bukan kau saja." Aaron yang mendengar penolakan itu berdesis kesal. " Buka penutup mulut wanita itu. Ketika kain di mulut wanita itu di buka, automatik dia berteriak histeris dan meminta tolong pada petugas hotel itu. " Apa kalian mau mencobanya.." tanya Aaron pada dua anak buahnya dalam kamar itu. " Tentu, boss.." jawab mereka semangat bahkan mereka terus memandang lapar kearah wanita itu. " Jangan sentuh dia!" Teriak pria itu bahkan dia sampai menangis. " Rick, kau rakam.." perintah Aaron, Rick sudah hampir menolak tapi Aaron terus melanjutkan bicaranya. " Ku harap kau tidak menolak lagi.." Rick pasrah dia beranjak dan mendekati ranjang sambil mengarahkan camera phone pada wanita itu. " Jangan!" " Mulai.." kata Aaron tak mau mendengar kata pria itu. Dua anak buahnya naik ke atas ranjang. Yang satu meremas d**a wanita itu lalu mencium bibir wanita itu dengan rakus. Semantara yang satu lagi sudah memasukkan tangannya di dalam skirt pendek wanita itu. Pria itu terus berteriak histeris meminta kekasihnya jangan di apa apakan, tapi Aaron menulikan telinganya. " Sial! Kau benar benar buas.." kata Rick sambil tertawa kecil melihat tangan anak buah Aaron keluar masuk di bawa sana dengan gerakan brutal. " Dia sudah sangat basah.." jawab pria itu lalu menunduk menjilat inti wanita itu yang masih terlindung celana dalam dan jarinya yang menyelip di pinggir segi tiga wanita itu terus berkerja. " Aahhh!" Jerit wanita itu sambil membusungkan d**a, dia telah mencapai puncaknya. Aaron dan yang lain tertawa melihat wanita itu mencapai puncaknya, kemudian menangis lagi. " Saya akan bicara tapi lepaskan dia.." Aaron terhenti tertawa kalau manggut manggut. " Tapi anak buahku sudah sangat b*******h dengan tubuh wanitamu.." " Jangan! Saya akan jelaskan tapi lepaskan dia.." Kata pria itu memohon. " Lepaskan dia.." Aaron memandang kearah anak buahnya yang seakan mau protes. " Baik.." Aaron kembali duduk menghadap pria itu. "Apa kau tidak pernah memberi kepuasan pada wanitamu sehingga kau membiarkan pria lain menyentuh baru kau mau buka mulut." Sindir Aaron. " Bukan begitu.." " Lalu?" " Tuan..." pria itu kembali terdiam, dan itu cukup lama. " Cepat katakan jangan membuang waktuku.." Pria itu menghela nafas panjang. Aaron menyepitkan mata, pria itu seolah memikul beban. " Tapi tuan harus berjanji.." Aaron naikkan alisnya. " Maksudnya.." " Berjanji untuk melindungi kami, karena setelah saya memberitahu tuan, nyawa saya dan kekasih saya dalam bahaya.." kata pria dengan ketakutan. Aaron hanya memandang pria itu tanpa kata kata, lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. " Kau mengenali pria ini.." Aaron memperlihatkan foto seseorang. " Apa pria ini datang malam itu.." Pria itu mengangguk mantap sambil memandang wajah Aaron. " Iya, Tuan, saya juga melihat tuan datang malam itu.." Aaron menyepitkan mata. " Saya datang?" Pria itu mengangguk lagi." Tapi tuan sudah keluar saat mereka datang.." " Mereka?" " Iya.. dan salah satu dari pria ini, dia pernah kesini dulu dengan Tuan.." " Apa?" " Aaron?!" Kata Nick yang tiba tiba masuk di kamar itu. " Apa yang kau lakukan?" Kedua anak buah Aaron mencoba menolak tubuh Nick keluar dari kamar, tapi di tahan Aaron dan membiarkan bekas temannya itu masuk. Aaron hanya memandang kearah Nick sekilas lalu memandang petugas hotel itu lagi. " Apa dia orangnya?" Tanya Aaron sambil menunjuk kearah wajah Nick yang tampak bingung. Aaron pernah beberapa kali ke hotel itu dengan Nick, mungkinkah Nick orangnya? " Tidak, tapi sepertinya kalian pernah kesini dulu bertiga.." " Bertiga? Apa maksudnya? Kalian sedang menyelidiki apa?" Aaron tak menjawab pertanyaan Nick, kini dia mulai berfikir mungkin ada seseorang yang memusuhi Dylan dalam diam, dan tak heran jika Jackson sangat sulit di temukan sekalipun ratusan anak buah Brian yang di sebarkan untuk mencari, tapi siapa dia? Aaron sebenarnya tak percaya ada yang berani mengkhianati Dylan apalagi mereka berteman sejak kecil, mereka hidup dalam susah dan senang. " Tuan?" Panggil pria itu membuyarkan lamunan Aaron. " Tuan sudah berjanji akan melindungi kami, bukan.." " Rick, sembunyikan mereka, jangan sampai ada jejak sedikitpun.." Aaron tak bertanya lebih banyak lagi, takut nanti Nick akan curiga padanya. " Hey setan! Apa maksudmu datang ke sini.." Nick mengejar langkah Aaron yang sudah keluar dari kamar itu. " Aaron.." geram Nick karena Aaron sepertinya sibuk dalam fikirannya sendiri. Aaron terhenti, dia memandang wajah kebingungan Nick. " Sebagai bekas teman, aku hanya mau berpesan, hati hati.." " Hati hati? Yang ada harusnya hati hati itu kau..." Nick menunjuk wajah Aaron penuh kebencian. " Terserah! Yang jelas aku sudah memperingatkan.." Aaron sudah menduga Nick tak akan mendengar apa apa yang keluar dari mulutnya, tapi setidaknya dia sudah memberi pesan untuk berhati hati. Nick memandang kepergian Aaron dengan alis berpaut heran. " Apa maksudnya hati hati?" *** Semantara itu di sebuah ruangan terdapat seorang pria paruh baya sedang berbincang dengan seorang pria yang masih mudah. " Jadi kapan saya akan di hantar ke Indonesia.." tanya pria tua itu, dia adalah Jackson. " Sebentar lagi, saya tak mungkin menghantarmu dalam masa berdekat ini, apalagi kecerobohanmu dua bulan lalu, saat ini mereka telah mendapatkan salinan rakaman cctv waktu itu, dan anak buah mereka semakin banyak menyebar di mana mana untuk mencarimu.." " Apa? Bagaimana bisa? Bukankah kau sudah menghapuskan rakaman cctv itu.." " Ada yang mendahului mengambil salinan rakaman cctv itu, aku sudah mencoba merebut kembali chip itu tapi gagal.." " Apa mereka sudah melihat.." " Iya.. kita harus fikirkan plan B.." Pria itu tersenyum sinis, tidak ada yang akan tahu kalau selama ini dia adalah dalang di balik kesulitannya mereka mencari keberadaan Jackson. — Bersambung —
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN