Seorang gadis masih mengenakan baju OB memasuki sebuah lift, dengan rambut yang sedikit kepirangan, bibirnya yang berwarna merah mudah, dia sedang tersenyum sendiri.
Dia sangat senang akhirnya dia mendapatkan pekerjaan, walaupun hanya OB, tapi itu tak masalah, asal dia dapat membayar kuliah dan sewa rumah, serta duit keperluannya sehari hari.
Ketika dia keluar dari lift, dia tak sadar kalau dia sedang di ikuti oleh beberapa pria yang berkerja di perusahaan itu.
" Hey adik manis.." sapa salah satu yang terus menghalang jalannya. " Boleh kenalan tidak?"
Gadis itu menatap ke empat pria itu lalu menghela nafas, sejak siang sebenarnya ke empat pria itu sudah mengganggunya ketika dia ingin menghantar kopi di ruangan mereka.
" Saya akan hantar kamu pulang.." kata yang salah lagi.
" Tidak, Tuan.. terima kasih.." jawab gadis itu sopan. " Saya permisi.."
" Ayolah, cantik.." kini tiga orang sudah menghalangnya malah salah satu dari mereka ada yang berani menyentuh muka gadis itu.
" Tolong sopan sedikit, Tuan.." tampaknya kesabaran gadis itu sudah menipis.
" Wow! Dia marah! Tapi aku suka.." pria itu tertawa kecil.
" Ayolah, sayang.." dua orang lelaki memegang kedua tangan gadis itu memaksanya untuk mengikuti mereka.
" Lepaskan saya.." gadis itu berontak ketika dia di paksa untuk berjalan sambil menarik lengannya.
" Bisa lebih cepat.." kata pria yang berjalan di depan. " Jangan sampai ada yang melihat."
" Lepas!" Teriak gadis itu, kini mereka sudah berdekatan dengan parkiran mobil.
" Diam!"
" Lepaskan saya!"
" Apa kalian tuli? Dia minta di lepaskan?" Kata seorang pria yang berdiri di belakang mereka dengan santai.
" Tuan Lee?" Kata mereka bersamaan saat melihat ke belakang.
" Tuan.. mereka mau berbuat kurang ajar padaku.." kata gadis itu sambil berlari mencari perlindungan dari pria itu.
" Tuan.. kami hanya ingin menghantarnya pulang.." bela salah satu dari mereka.
" Bohong! Kalo benar ingin menghantarku pulang kenapa harus mengheret ku seperti anjing.."
Ke empat pria itu kaget mendengar kata berani gadis itu di depan memimpin perusahaan tersebut.
Saat menerima jelingan maut dari Lee, mereka terus merasa takut.
Semantara gadis itu yang tak tahu siapa pria yang menjadi penolongnya itu malah memeluk lengannya dengan erat saat ini.
" Sudahlah, biar kami yang menghantarnya pulang.." kata Lee tak mau panjangkan masalah.
Lee memandang gadis yang sejak tadi bersamanya lalu memberi isyarat untuk mereka pergi dari sana.
Ke empat pria itu menghela nafas lega karena mereka di bebaskan begitu saja, namun tanpa mereka tahu Lee telah memerintahkan anak buahnya untuk menangkap ke empat pria itu, dia bukan orang yang kejam apalagi sampai sanggup membunuh, tapi kalo kejadian itu sampai di telinga Dylan, dia pasti akan tertindak lebih sadis lagi terhadap ke empat pria itu.
Sepanjang perjalanan, gadis itu tak berhenti mengucapkan terima kasih, namun Lee dan Abigail hanya terdiam sejak tadi.
" Ini rumahmu.." tanya Lee tanpa mempedulikan satupun perkataan gadis itu.
" Benar, tuan.." jawab gadis itu senang karena Lee telah membuka bicara. " Terima kasih sudah menghantarku pulang.."
Lee tak menjawab membuat gadis itu sedikit kecewa. " Ya sudah saya turun.."
Masih tidak ada jawaban, dia menghela nafas dan mulai membuka pintu mobil. " Sekali lagi terima kasih, oh ya saya Cristal!"
Gadis itu benar benar ingin berkenalan dengan mereka, tapi itulah peraturan, Lee dan Abigail tak boleh begitu dekat dengan orang luar kalau tak mau mereka dalam bahaya.
Akhirnya Cristal turun dari mobil dengan perasaan hampa. " Hmm tuan.." gadis itu menghentikan Lee yang sudah ingin melajukan mobilnya.
" Terima kasih.." Cristal menunduk sambil tersenyum, dia menunduk karena ingin mengambil sesuatu yang menempel di pipi pria itu, namun siapa sangka Lee menoleh ke arahnya
Lee kaget ketika bibir gadis itu mendarat di bibirnya, kedua matanya membulat sempurna, gadis itu tak kalah kaget, ciuman pertamanya telah di ambil oleh menolongnya hari ini.
***
Dylan turun ke lantai satu, untuk bergabung dengan yang lain untuk makan malam.
Dia memandang Natalie dan Kim yang tampak geram memperhatikan Brian dan Natasha.
" Aku benar benar merasa pusing.." adu Natasha manja, bahkan gadis itu sampai memuncungkan bibirnya.
Brian hanya bisa meringis apalagi saat ini bukannya hanya Kim dan Natalie yang memperhatikan mereka, tapi juga Dylan.
" Tasya.. kamu lagi tidak ada gangguan otak kan?" Tanya Natalie sambil menatap sebal kearah Natasha yang terus menempel pada Brian.
Natasha mencebikkan bibir sambil memandang Natalie namun detik kemudian bibirnya yang kemerahan itu di gigit, seolah menahan sesuatu, matanya juga sudah berkaca kaca.
Brian yang menyadari itu hanya bisa menunduk, itu sebabnya sejak tadi dia hanya terdiam tak mau melarang gadis itu terus menempel padanya walaupun sebenarnya dia sudah sangat risih.
Kim menyinggol lengan Natalie, seolah memberi tahu dia telah berbuat salah besar menegur Natasha tadi.
" Kamu kenapa sih? kan aku hanya bertanya.."
" Nata.. minta maaf saja.." kata Brian sedikit berbisik.
" Minta maaf? Tapi aku tidak salah apa apa.."
" Huaahh"
Dylan menaikkan alisnya melihat Natasha untuk pernah kali menangis sambil meraung
Begitu juga dengan Kim dan Natalie.
Semantara Brian sampai beranjak dari tempat duduknya karena kaget, apalagi gadis itu berteriak dekat telinganya.
Abigail yang baru sampai kaget mendengar tangisan yang sangat kuat itu, dan Lee tak mendengar apa apa karena sibuk dalam fikirannya sendiri.
" Kau mendengar itu?"
" Apa?" Lee bertanya balik dengan wajah polos sambil memegang bibirnya.
" Aku perhatikan dari tadi kamu terus pegang bibir kamu, kenapa sih? Gara gara ciuman pertamanya sudah di ambil sama perempuan tadi?"
" Abi.. jaga bicaramu, aku—" Lee terhenti bicara mendengar dari arah dapur seperti ada benda yang di banting.
Kedua terus berlari ke dapur dan melihat Natasha sedang meraung sambil membanting piring dan segala macam atas meja.
Brian, Kim dan Natalie sudah beranjak dari tempat duduk mereka bahkan sudah sangat jauh dari meja makan, tinggal Dylan di sana menyaksikan Natasha yang sedang mengamuk.
" Lan.."
Dylan tanpa bicara menjelingkan mata sekilas kearah Natasha yang tampak sangat kacau,
Make up yang berantakan, maskara dan lipstick sudah bercampur di kedua pipinya.
Sebenarnya Dylan juga terkejut dengan perubahan gadis itu tapi masih bisa mengontrol raut wajahnya berbeda dengan yang lain
Natasha yang masih terisak mengelap airmata dengan punggung tangan, membuat maskara di kedua matanya bertambah berantakan.
" Mereka jahat, Lan.." seperti anak kecil mengadu pada mamanya, Natasha terisak isak.
" Lan.." gadis itu terus duduk di pangkuan Dylan sambil menyembunyikan wajahnya di d**a Dylan, bahunya bergetar karena masih terisak.
Semantara yang lain hanya bisa melongo, ada apa dengan Natasha?
Perlahan tangan Dylan terangkat dan mengelus belakang gadis itu dengan pelan.
Entah apa yang salah dengan pertanyaan Natalie tadi sehingga Natasha sampai menangis tersedu sedu.
" Lan, malam ini aku tidur di kamar kamu ya.." bisik Natasha di kuping telinga Dylan.
" APA?!"
— Bersambung —