Selamat membaca!
Sandra masih dilanda rasa cemas yang semakin menggerogoti ketenangannya. Terlebih saat layar pada LED mulai bercahaya. Membuat kedua alis kini saling bertaut dalam.
"Sebaiknya kau perhatikan ini Sandra. Apa setelah melihatnya kau masih akan bersikap kasar padaku?" kecam Mark diakhiri sebuah pertanyaan sambil menaikan sebelah alisnya. Pria itu merasa sangat yakin dengan rencananya. Rencana yang bisa membuat Sandra jadi bertekuk lutut terhadapnya.
Sandra pun masih menatap layar LED besar yang berada di atas sebuah nakas. Pandangannya kian menatap tajam ketika sosok wanita yang dikenalnya terlihat di sana dalam posisi terikat di sebuah kursi. Kursi itu berada di tepi sebuah roof top gedung. Hanya beberapa centimeter saja, kursi itu bisa jatuh dan membunuh wanita tersebut.
"Mommy Grace." Sandra benar-benar tercekat. Ia sangat terkejut atas apa yang dilihatnya. Tak mampu menahan rasa kesal dalam dirinya, Sandra mendekati Mark dan memukul tubuh pria itu dengan sekuat tenaganya. Namun, Mark hanya bergeming tak beranjak dari posisinya. Pria itu hanya tersenyum tipis menikmati ekspresi wajah dari Sandra yang menurutnya semakin menggemaskan.
Sampai akhirnya, Mark mencengkram tangan Sandra dengan kuat. Membuat wanita itu kini tak lagi berkutik di hadapannya. Sandra berusaha keras melawan untuk melepaskan dirinya. Namun, di saat sebuah perintah terlontar dari mulut Mark, Sandra seketika diam dan memilih berlutut di depan kedua kaki pria itu. Sandra terus memohon agar Mark tak sampai hati membunuh Grace.
"Aku mohon, Tuan. Jangan kau bunuh dia, aku mohon!" pinta Sandra terus mengulanginya. Setidaknya ia tidak berhenti sampai pria itu mengabulkan permohonannya untuk tak membunuh Grace.
"Baiklah. Aku akan melepaskan dia, tapi dengan sebuah syarat. Kau harus mau melakukan apa pun yang aku perintahkan. Bila tidak, maka aku akan membunuh wanita itu!" ancam Mark yang diakhiri kalimatnya, pria itu mengatakannya dengan berbisik di depan telinga Sandra.
Setelah memerintahkan kepada anak buahnya yang berada di atas roof top agar tidak membunuh Grace, kini Mark melangkah keluar dari kamar mewah tersebut. Langkahnya terlihat arogan karena ia merasa menang dari Alex untuk mendapatkan Sandra. Saat ini, bukan lagi tentang dendamnya atas sikap dan perlakuan Alex sewaktu di restoran dulu, tapi juga sebuah obsesi atas cintanya yang tak pernah disambut baik oleh Sandra. Obsesi yang membuatnya ingin miliki Sandra sepenuhnya.
Berbeda dengan Mark yang tengah merayakan kemenangannya, bagi Sandra ini adalah sebuah kekalahan. Ia tak mungkin bisa menolak jika pria itu menginginkan tubuhnya. Namun, bukannya pasrah dengan keadaannya, Sandra ternyata diam-diam berhasil meraih ponsel milik Mark dari saku jasnya. Ponsel yang ia harapkan bisa membuatnya berbicara dengan Alex.
"Sekarang aku harus segera menghubungi Alex sebelum pria itu sadar bahwa ia telah kehilangan ponsel miliknya," batin Sandra yang mulai menekan deretan angka pada ponsel untuk menghubungi Alex.
()()()()()()
Di Bandara Heathrow, tampak Chris baru saja tiba di sana. Kedatangannya langsung disambut oleh Oscar yang memang diperintahkan untuk menjemputnya, walau sebenarnya ia merasa takut untuk menemui tuannya itu. Terlebih karena kelalaiannya, Sandra dan juga Grace sampai diculik.
"Maafkan saya, Tuan. Semua ini karena kesalahan saya." Kalimat penuh penyesalan terus diucapkan oleh Oscar ketika tuannya itu sudah berada di hadapannya.
"Sebaiknya kau temukan mereka atau aku akan membunuhmu!" Tidak terlalu keras kata-kata itu terdengar di telinga Oscar. Namun, suara yang penuh penekanan itu, sudah mampu membuatnya meremang.
Oscar seketika diam seribu bahasa. Tak ada kata apa pun terlontar dari mulutnya selain coba menelan salivanya yang teramat sulit untuk dilakukannya. Bahkan dahinya yang lembab, kian basah oleh peluh rasa takut yang membuat dirinya menyesal karena telah meremehkan firasat dari tuannya itu. Sebuah firasat yang terlanjur diabaikannya, berakibat fatal hingga membuat pria paruh baya itu memutuskan untuk datang ke London.
Tiba-tiba suara lantang Chris memanggilnya dengan keras. Membuat lamunan Oscar seketika buyar dan pria itu langsung melangkah cepat sampai setengah berlari karena tidak mau membuat Chris semakin marah padanya.
"Alex telah memberitahuku bahwa orang yang menculik Grace dan juga Sandra memiliki tato dragon di punggung tangannya. Cari dan identifikasi kelompok itu! Kau harus menemukan mereka dalam waktu dua hari!" titah Chris begitu Oscar tiba di hadapannya.
"Baiklah Tuan, saya pasti akan menemukan mereka." Tak ada yang bisa dilakukan oleh Oscar selain mengiyakan perintah Chris agar tak membuat tuannya marah padanya.
Kini kedua pria itu melanjutkan langkah kakinya menuju pelataran bandara untuk menaiki taksi yang berjajar rapi di sana.
()()()()
Kembali ke Sandra yang sedang sibuk menghubungi Alex. Wanita itu terlihat kecewa karena panggilan teleponnya tak mendapatkan jawaban dari suaminya. Rasa cemas bercampur gelisah mulai menyelimuti dirinya. Terlebih saat langkah kaki terdengar semakin mendekat ke arah kamar tempatnya berada.
"Ya ampun pria itu kembali. Sebaiknya aku tetap sambungkan panggilan telepon ini. Semoga Alex menjawabnya." Sandra kembali mengulang sambungan teleponnya dan meletakkan ponsel itu jauh di bawah ranjang. Berharap agar Mark tak mengetahui bahwa dirinyalah yang telah mengambil benda pipih miliknya itu.
Setelah meletakkan ponsel itu, Sandra bergegas menaiki ranjang dan langsung memejamkan kedua matanya. Ia bersandiwara seolah sedang tertidur karena lelah menangis.
Pintu kamar pun terbuka. Pandangan Mark seketika tertuju pada sosok Sandra yang kini tengah terbaring dalam posisi meringkuk di atas ranjang.
"Tidak usah berpura-pura Sandra. Cepat katakan di mana kamu menyimpan ponselku! Apa kamu mau aku membunuh mertuamu?" kecam Mark sambil mengguncangkan tubuh Sandra yang perlahan mulai membuka matanya.
Dengan menunjukkan gestur tubuh seperti bangun tidur, Sandra sukses mengelabui Mark. Pria itu kini benar-benar termakan sandiwara yang sedang diperankan Sandra dengan sangat baik.
"Apa yang kamu tanyakan, Tuan? Aku tidak mengerti!" Sandra masih terus berakting, walau sebenarnya ia merasa takut bahwa Mark akan mengetahui keberadaan dari ponselnya yang berada di bawah ranjang.
"Apa aku lupa membawa ponselku ya dari mobil? Tapi seingatanku ponsel itu selalu kubawa di saku jasku ini," batin Mark sedang menimang-nimang apakah ia harus percaya dengan jawaban Sandra atau tidak. Namun, saat ini ia sudah hampir percaya bahwa Sandra bukanlah orang yang telah mengambil ponselnya.
Di tengah lamunan Mark memikirkan jawaban dari Sandra, wanita itu kini melontarkan sebuah pertanyaan yang seketika membuyarkan lamunan Mark. Mark pun kembali menatap tegas wajah Sandra yang mulai terduduk di tepi ranjang.
"Tuan, tolong katakan kita sedang menuju ke mana ini? Kenapa kamu membawaku jauh dari kota London?" tanya Sandra berharap Alex telah menjawab panggilan teleponnya agar dapat mendengar jawaban dari Mark.
"Karena mulai hari ini kau akan tinggal bersamaku di sana. Pulau itu adalah tempat yang bagus dan sulit bagi Alex untuk dapat menemukanmu," jawab Mark sambil coba membelai wajah Sandra yang begitu cantik menurutnya. Wajah yang selama ini sangat ia kagumi. Namun, tak pernah bisa untuk dimilikinya.
"Setidaknya beritahu aku apa nama pulau itu? Lagipula tidak akan ada yang mendengarmu saat mengatakannya selain aku."
"Baiklah jika kau memaksa. Kita akan tinggal di rumah mewahku yang berada di Isle Of Man."
Sandra yang memang asing dengan tempat yang dikatakan oleh Mark masih terus berharap agar suaminya mendengarnya. Hanya ini satu-satunya cara agar ia bisa memberi tahu keberadaannya kepada Alex.
"Semoga Alex mendengarnya. Tolong cepat selamatkan aku sebelum pria ini menodaiku," batin Sandra yang mulai tak nyaman saat Mark mengajaknya untuk merebahkan tubuhnya bersama di atas ranjang.
Bersambung ✍️